Who is He Actually?
Vanessa tidak menemukan jaketnya, Tapi ia sama sekali tidak mau bertanya kepada Natsuki tentang hal itu. Ia bahkan tidak bertegur sapa dengan Natsuki pada saat pertemuan keluarga tadi malam karena masih merasa kesal dengan kelakuanya.
Di tambah lagi bila mengingat dirinya terbangun dalam pelukan Natsuki kemarin. Siapa yang tau, apa saja yang sudah Natsuki lakukan kepadanya saat dia tidur? Meskipun begitu, Vanessa sangat berlega hati dengan sikap Ayah Natsuki yang tidak berbeda dengan Ibunya.
Laki-laki itu bersikap hangat seperti seorang Ayah yang sudah lama tidak di milikinya. Karena itu dengan senang hati pagi ini Vanessa melayani sarapan tuan Tokeino sebelum laki-laki itu meninggalkan rumah seperti yang biasa di lakukanya.
"Kalian jadi ke Tokyo hari ini?" Tuan Tokeino bertanya dengan nada suara yang penuh wibawa. Ia sudah siap untuk pergi dan sekarang mereka sedang berdiri di pintu depan. Vanessa, Tuan Tokeino dan Istrinya tercinta.
"Iya. Nanti sore!" Suara Vanessa terdengar berat. Ia sangat ingin memanggil laki-laki itu dengan sebutan Ayah, tapi masih sulit. Memanggil tuan Tokeino dengan sebutan itu jauh lebih sulit bila di bandingkan dengan memanggil istrinya dengan sebutan Ibu.
"Kalau begitu hati-hati di jalan! Bersabarlah dengan sikap Natsuki."
"Baiklah!"
"Ayah pergi dulu!" Tuan Tokeino kemudian benar-benar pergi. Bersabarlah dengan sikap Natsuki? Vansessa selalu berusaha untuk bersabar dan dia sama sekali tidak tau sampai kapan bisa bertahan dengan hal itu.
Natsuki Tokeino dan dirinya memiliki selang usia tidak kurang dari tujuh tahun, tapi sikapnya bahkan lebih kekanak-kanakan di bandingkan Vanessa yang baru berusia dua puluh lima tahun.
Nyonya Tokeino masuk ke rumah lebih dulu dan Vanessa menyusul di belakangnya, ia baru saja hendak menutup pintu kembali saat wanita itu menyebut namanya dengan suara Pelan.
"Ya, Ibu?" Vanessa hanya mampu merespon dengan itu.
"Apakah kau dan Natsuki sedang ada masalah? Ayah mengkhawatirkan hal itu makanya dia mengatakan hal-hal tadi. Meskipun kau selalu menyembunyikanya tapi Ayah mungkin bisa merasakanya. Dia sudah melakukan apa padamu?"
"Tidak ada! Kami tidak punya masalah apa-apa, mungkin cuma kelelahan makanya terkesan seperti itu.
"Vanessa menghela nafas, sangat berat baginya untuk mengatakan ini tapi ia tetap mengatakanya.
"Dia tidak pernah melakukan hal-hal yang menggangguku. Semuanya normal!"
"Benar begitu?"
"Tentu saja!"
"Baiklah kalau begitu Ibu bisa lega. Kau mau bantu Ibu untuk membangunkan Natsuki kan? Sekarang sudah hampir siang dan dia belum juga bangun sampai sekarang. Bukanya kalian harus siap-siap? Kalau dia sudah bangun, katakan kalau Ibu menunggu kalian di dapur. Kalian berdua belum sarapan kan? Kau Sibuk melayani Ayahmu sejak tadi pagi!" Nyonya Tokeino terus bergumam tentang alasanya meminta Vanessa dan Natsuki segera kedapur sambil terus melangkah kebelakang.
Membangunkan Natsuki? Akhirnya, Vanessa harus tetap bicara dengan Natsuki Tokeino meskipun egonya menolak. Ia harus berusaha menyimpan kekecewaannya untuk beberapa waktu.
Dengan berat hati Vanessa mengetuk pintu kamar Natsuki dan harus menanggung rasa kesal karena laki-laki itu tidak menjawab. Mungkinkah ia harus beteriak? Moodnya terlalu buruk untuk berteriak-teriak sekarang.
Vanessa lebih memilih untuk membuka pintu dan berharap Natsuki tidak menguncinya. Dan harapanya terkabul, Natsuki tidak mengunci pintunya. Apa yang sedang Vanessa fikirkan dengan memasuki kamar Natsuki? Bagaimana bila Natsuki melakukan hal yang lebih parah dari yang sudah-sudah? Vanessa hendak melangkah keluar kamar tapi ia membatalkan niatnya dan kembali memandang Natsuki yang tidur sambil memeluk Jaket Visa yang di cari-carinya.
Dengan kewaspadaan tinggi Vanessa mendekat dan duduk di pinggir ranjang lalu menatap laki-laki itu lebih dalam. Wajah yang sama sekali berbeda, Natsuki yang sedang tidur terlihat sangat manis. Sikap kekanak-kanakanya membuat wajahnya masih terlihat sangat muda, dia tampan dan menenangkan. Vanessa mengerjapkan matanya beberapa kali. Ini bukan saatnya untuk terpesona kan?"Hei, Tuan Muda! Ini sudah siang, kau mau tidur sampai jam berapa?"
Natsuki tidak bergeming. Ia masih terlelap dan tidak perduli dengan suara Vanessa.
Vanessa mengeluh."Tokeino, ayo bangun!"
Kali ini dia hanya menggeliat. Vanessa mulai mengusahakan banyak cara untuk membangunkanya, memanggil-manggilnya dengan keras dan kasar, menggoyang-goyangkan tubuhnya, bahkan sampai mengancam akan membanjirinya dengan air. Tapi Natsuki kelihatanya tidak ingin bangun."Natsuki!" Vanessa mulai kehabisan akal. Ini adalah pertama kalinya ia memanggil Natsuki dengan namanya.
"Bangunlah, Aku harus bagaimana lagi? Kau harusnya tau ini sulit untukku. Aku sedang tidak ingin bicara denganmu, aku sangat membencimu dan..." Vanessa melanjutkan kata-katanya dengan teriakan kecil saat merasakan Tangan Natsuki menarik lenganya dengan kuat dan dalam tempo yang sangat cepat tubuhnya sudah berada di bawah tubuh Natsuki, wajah mereka sangat dekat tinggal beberapa inchi lagi sebelum bibir Natsuki menyentuh bibirnya.
"Diamlah!" Natsuki berkata parau, ia lalu meninggalkan tubuh Vanessa dan membaringkan kepalanya di atas pangkuan gadis itu.
"Biarkan aku tidur sebentar lagi!"
Semua yang begitu tiba-tiba ini membuat Vanessa shock untuk kesekian kalinya. Ia bahkan sudah berniat untuk berteriak minta tolong jika laki-laki itu bertingkah lagi. Tapi Natsuki tidak melakukanya, ia hanya meminta Vanessa untuk diam dengan cara yang sudah pasti akan membuat gadis itu tutup mulut. Vanessa berusaha bangun dan duduk dengan baik, Natsuki Tokeino adalah laki-laki pertama yang tidur di pangkuanya seperti ini, bahkan beberapa laki-laki yang pernah menjadi kekasihnya tidak pernah melakukan hal itu padanya. Natsuki sepertinya hanya ingin bermanja.
Sedangkan Natsuki, ia tidak benar-benar tidur. Suara Vanessa yang pertama sudah membangunkanya tapi kelelahan membuatnya membiarkan Vanessa ribut-ribut seorang diri. Kali ini dia benar-benar ingin tidur di pangkuan Vanessa meskipun hanya untuk beberapa saat.Kenapa? Itu yang selalu bergema di dalam otaknya. Ia hanya menyukai tubuh Vanessa yang hangat, tidak tubuh Vanessa tidak hanya hangat, tapi panas, sangat panas. Natsuki merasakan hawa panas itu saat telapak tangan Vanessa menyentuh keningnya, menyelimuti tubuhnya dan membelai rambutnya.
Semuanya benar-benar membuatnya ingin seperti itu lebih lama.