32. Musuh Yang Tak Terduga

3.4K 349 18
                                    

Keesokan harinya aku telah siap dengan para The Red di padang rumput Allegra. Entah kenapa Jane, Alyssa dan Charlotte menghilang. Aku pun menghela nafas. Sambil menunggu, aku memutar kembali memoriku selama 3 bulan kebelakang. Betapa dramatisnya kehidupanku yang bermula hanya karena aku mendapatkan misi mengawasi Aiden Archer.

Aku pun berfikir. Bagaimana jika aku tidak diberi misi untuk mengawasi Aiden? Atau bagaimana jika Serena tidak pernah menjadi vampire? Jawabannya adalah aku akan hidup tenang. Aku akan hidup tenang dengan keluarga kecilku yang utuh juga dikelilingi oleh sahabat sahabat yang peduli padaku.

Tapi apakah aku menginginkan itu? Tidak sepertinya. Tanpa semua kejadian ini aku tidak akan mengetahui bahwa Alex masih hidup dan aku memiliki seorang kakak perempuan bernama Ariella. Tanpa kejadian ini aku tak akan mengenal Aiden, Axel dan Ariane dengan lebih dekat.

"Apa yang kau fikirkan?" Tanya Aiden.

"Tidak ada." Jawabku singkat.

Tiba tiba terdengar langkah kaki dan Aislin juga pasukannya berdiri di hadapan kami. Mereka mengenakan jubah hitam. Sangat kontras sekali dengan kami yang memakai jubah merah.

"Catastrophe." katanya mengangguk padaku.

"Hans." Kataku balik.

"Akhirnya kau memenuhi keinginanku juga, untuk bertemu disini." Kata Aislin. "Oh halo Aiden, tahu tidak? Aku terluka kau tidak kembali ke istana dan mengurus pernikahan kita."

"Pernikahan? Dalam mimpimu Aislin." Kata Aiden dingin.

"Ah aku terluka Aiden." Ucap Aislin sambil mengedip.

"Jadi apa yang kau inginkan?" Tanya Ariane to-the-point.

Aislin terlihat sedang mencari seseorang diantara kerumunan para The Red. "Kemana sahabat sahabatmu, Catastrophe? Aku tidak melihatnya."

"Mereka tidak ada." jawabku. "Aku tak tau dimana mereka berada."

"Oh sayang sekali, aku punya satu sahabatmu disini." kata Aislin. "Dia ada dikubuku otomatis dia sudah berubah menjadi musuhmu."

Aku mengerutkan kening. Siapa? Apa maksud Aislin? Tapi tiba tiba saja, Aislin menarik seseorang berjubah hitam. Aku baru akan bertanya siapa dia sampai Aislin menarik tudungnya hingga terbuka.

Oh tidak.

Ini tidak mungkin...

Charlotte?

"Charlotte?" Tanya Alyssa tak percaya. Dia sudah berada disampingku sambil terengah engah.

Aku melupakan fakta bahwa tadi Alyssa menghilang. Aku membeku di tempat tak bisa berbicara.

"Charlotte? Apa maksud semua ini?" Tanya Matt.

Charlotte terlihat menggigit bibirnya, mencegah agar dirinya tidak menangis. "Maafkan aku, Arlene."

"Jadi selama ini kau hanya berpura pura bersikap manis pada Arlene?" Tanya Aiden. Dia terlihat marah.

Charlotte pun menangis. "Tidak Aiden. Aku tidak berpura pura. Aku benar benar peduli padanya juga pada Jane dan Alyssa."

"Jika kau benar peduli dan menghargai persahabatanmu dengan mereka, kenapa kau menghianati mereka?" Tanya Axel.

Aku yang tadi hanya bisa membeku akhirnya membuka mulut. "Teganya kau Char? Kita sudah bersahabat bahkan dari kita masih kecil. Kau menghianatiku seperti ini? Aku memberikan semua informasi yang kutau karena aku tau kau bisa dipercaya. Tapi sekarang?"

"Aku tau Ar. Maafkan aku. Ini semua sangat rumit. Aku tidak memilikki pilihan lain." Kata Charlotte sambil terisak. "Selama ini aku ingin mengatakannya. Aku tidak suka berbohong pada kau, Alyssa juga Jane tapi aku tak punya pilihan lain Ar."

"Tapi kau bisa bilang padaku Char! Aku bisa menyelamatkanmu! Aku bisa berusaha untuk sahabatku sendiri" bentakku.

Charlotte terisak di tempat tanpa bisa membalas perkataanku tadi. Aislin terlihat senang, dia menyeringai puas. Alyssa memandang Charlotte tak percaya. Perlahan dirinya ikut terisak.

"Kau tau Char? Kami tidak pernah merahasiakan apapun darimu! Tapi lihay apa yang kau lakukkan?" Ucap Alyssa sambil terisak. Lalu Alyssa berbalik menatapku. "Ini juga salahku Ar. Aku seharusnya tau dari awal bahwa ada yang berbeda darinya. Dia bahkan tidak ingin berpartisipasi saat aku menawarkannya menjadi Leader."

Aku memeluknya dan mengusap punggungnya. Aku juga ingin menangis, tapi aku tidak ingin terlihat lemah di depan Aislin. Aku mati matian menahan air mataku agar tidak jatuh. Charlotte sudah kuanggap seperti kakakku sendiri. Aku selalu membelanya jika dia dan Jane bertengkar. Aku selalu membelanya di setiap kesempatan. Namun inikah yang dia berikan sebagai balasannya?

"Sudah Lyss ini bukan salahmu." Kataku menenangkannya.

"Nah jadi, serahkan cincin itu padaku." Kata Aislin. "Oh jangan lupa panah nya juga."

"Aku tidak akan memberikannya Aislin." Ucapku sambil melepaskan pelukkan. Aku kembali menghadap ke arahnya. "Kau sudah merenggut ayahku, kakak ku dan sekarang sahabatku dari kehidupanku. Aku tak akan membiarkan kau mengambil panah ini dariku."

"Dan Arlene tak akan membiarkan kau, Hans untuk membangkitkan lagi Calvin Orlov." Kata sebuah suara di ujung barisan The Red. Itu Jane. "Oh dan sebelumnya, hei kau Char! Apa maksudmu dengan menghianati kami semua?"

Charlotte makin terisak dan mundur. Tapi Aislin menahan tangannya dan mendorongny ke depan. Aislin terlihat sangat marah. Dia menoleh ke arah Jane dengan tatapan tajam. Aku juga menoleh ke arah Jane. Aku melihat seorang pria berdiri di samping Jane.

"Ini adalah William Hans. Adik Aislin yang nyaris dia bunuh. Dan dia akan mengatakan yang sebenarnya." Kata Jane. "Aku dan Alyssa mengetahui ini dan langsung kemari. Kami terlambat sebentar, sementara Alyssa sudah pergi duluan."

"Baiklah, pertama Aislin kenapa kau mau melakukan ini? Aku ingin kau melupakan Calvin. Kau tidak bisa membangunkan yang sudah mati karena dia tak akan senang bagaimana pun caranya kau membuatnya senang saat dia sudah hidup lagi. Dan jangan gunakan Arlene Catastrophe sebagai alat yang tepat untuk memancing Aiden Archer." Kata William.

"Apa maksudmu? Menggunakan aku untuk memancing Aiden?" Tanyaku bingung.

"Iya." Balas William. "Dia melihat kedekatan kalian sejak awal. Dia mengirim satu Demon untuk mengawasi seberapa dekat kalian berdua. Dia sangat yakin dengan mengancam Arlene, Aiden akan memberikan apa yang dia inginkan."

"Tapi rencana nya berubah total saat dia melihat Aiden. Dia fikir, Aiden juga bisa dimanfaatkan untuk mengambil tahta Avalon sekalian. Jadi dia merencanakan ini semua."

"Ini ada sangkut pautnya dengan Arlene. Karena, para Supranatural mengejarnya. Dia juga sudah lama mengincar panah milik Arlene itu."

Aku melihat ke arah William dengan pandangan tidak percaya. Jadi selama ini Aislin hanya ikut ikutan saja?

"Dasar kau Will!" Bentaknya. Tanpa kami semua ketahui, Aislin mengambil sebuah belati. Dia melemparkan belati itu ke arah William.

Aku melebarkan mataku dan cepat cepat berlari ke arah William, yang sekarang terbaring di tanah.

"William! William!" Kataku masih mencoba membangunkannya bersama Jane.

"Dia sudah mati." Kata Aislin dingin. "Belati itu beracun, dia sudah mati."

"Aislin, kami tidak akan menyerahkan benda yang kau inginkan." Kata Aiden.

"Berarti akan ada pertumpahan darah hari ini." Kata Aislin.

"Tidak, beri kami waktu selama 3 hari." Kataku. "Kalau memang kami harus berperang, kami butuh waktu untuk bersiap siap. Kalian juga."

"Baiklah." Kata Aislin lalu pergi. Sebelum dia pergi, dia menatapku dan aku melihat kilat kemarahan dimatanya.

The Supranatural HunterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang