Part 11

101K 6.3K 135
                                    

Di pagi yang cerah, Erica menatap bayangan dirinya di depan cermin besar di kamarnya. Ia kembali menitikkan air matanya entah sudah yang ke berapa kali ia menangis pagi ini.

"Kau tidak perlu memaksakan diri untuk hadir, Nak...." kata Devward yang masuk ke kamar dan menghampiri Erica.

Erica dengan cepat menghapus air matanya dan ia membalikkan tubuhnya lantas memeluk Devward dengan erat. Hanya pelukan yang ia butuhkan sekarang.

Devward balas memeluk Erica dengan erat, mengelus punggung putri kesayangannya itu dengan lembut berharap bisa menenangkan Erica.

"Aku tidak apa-apa, Dad...." kata Erica dengan getir.

"Aku akan mencoba iklas dan menerima apapun yang akan terjadi nanti padaku," lanjut Erica dengan lirih. Memangnya apa lagi yang bisa ia lakukan kalau bukan iklas menerima semuanya? Merelakan kebahagiaannya untuk kebahagiaan orang lain.

"Baiklah, acara akan di mulai sebentar lagi, mari kita pergi ke sana," kata Devward sembari melepas pelukan mereka. Ia mengusap pelan pipi Erica yang masih basah karena air mata.

Sungguh, Devward merasa ini tidak adil buat Erica. Saat Erica terluka, Devward juga merasakan sakit itu dan saat Erica bersedih dan menangis, Devward juga melakukan hal yang sama. Devward sangat tidak rela jika Erica terus mengalah bahkan sampai merelakan kebahagiaannya untuk orang lain.

Devward menggenggam tangan Erica dengan erat, berharap bisa membagi kekuatan dan ketegaran untuk Erica.

Mereka berdua keluar dari kamar Erica dan pergi menuju rumah Agel.

Sementara di lain tempat, Agel masih menatap dirinya dari depan cermin. Senyumnya seakan tidak pernah pudar. Ia merapikan tata letak dasi kupu-kupu yang ia pakai lalu mengusap rambutnya dengan pelan.

"An...." ujarnya sambil tersenyum sendiri.

Ia melirik jam tangannya dan membuang napasnya dengan perlahan.

"Sudah waktunya," kata Agel dengan pelan lalu keluar dari kamarnya.

Ia menuruni anak tangga demi anak tangga dengan tidak sabar. Saat sudah di lantai dasar, Agel berjalan menuju taman belakang rumahnya. Tempat di mana ia bertunangan dengan..... Erica?

Saat sudah di taman belakang, ada banyak pasang mata yang menatap Agel dengan wajah yang berseri-seri.

Agel melangkah dengan perlahan, di depan sana seseorang sudah berdiri menunggunya dan memunggungi Agel.

Tapi semakin dekat, Agel semakin ragu. Perasaannya benar-benar tidak enak.

Ia mengedarkan pandangannya ke penjuru taman belakang itu yang ramai, masih melangkah dan semakin pelan.

Saat sudah berdiri di belakang gadis itu, Agel menyingkirkan semua pikiran-pikiran negatif di kepalanya. Agel menjulurkan tangannya dan menyentuh punggung itu.

Alangkah terkejutnya ia saat gadis itu membalikkan tubuhnya.

'Erin...' batin Agel tidak percaya.

"Tidak mungkin," kata Agel sambil menggeleng-gelengkan kepalanya. Meskipun sebenarnya ia sudah ragu sejak menginjakkan kakinya di sini dan juga warna rambut mereka yang berbeda. Rambut Erina dan Erica.

"Mana dia?" tanya Agel dengan pelan.

"Dia siapa maksudmu? Aku yang akan bertunangan denganmu, El...!" kata Erina dengan ketus.

Agel menggelengkan kepalanya, membalikkan tubuhnya dan mengedarkan kembali pandangannya. Ia mencari-cari di mana keberadaan Erica-nya.

Ia benar-benar tidak percaya dengan semua ini dan sekarang ia sudah mengerti dengan semua perkataan Erica tempo hari.

Amour VraiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang