Part 32

76.9K 4.1K 99
                                    

Erica meremas tangan Agel dengan kuat. Ia menggeleng-gelengkan kepalanya saat perutnya benar-benar sakit. Erica juga sudah dipindahkan ke ruang bersalin karena perutnya sudah mengalami beberapa kontraksi sejak pagi tadi.

"Agel, aku takut," desis Erica menatap sang suami sambil menahan tangisnya.

Agel mengusap peluh keringat di dahi Erica, ketakutan Erica semakin terlihat jelas saat dokter memasuki ruangan bersalin itu.

"Agel, aku takut," kata Erica sekali lagi, Agel hanya diam menenangkan Erica.

"Apa kau sudah siap?" tanya dokter paruh baya itu pada Erica.

"Aku sudah siap, tapi aku tidak yakin bisa melakukannya," jawab Erica dengan napasnya yang mulai tersegal.

"An, apa di operasi saja?" tanya Agel dengan cemas, ia takut terjadi sesuatu yang buruk pada Erica.

"Aku tidak mau!" pekik Erica sambil meringis lagi.

Agel pun terdiam, ia ingin menolak ucapan Erica, tapi ia juga tidak bisa membantah istrinya itu yang ingin tetap melahirkan secara normal.

"Baiklah, kita mulai sekarang," ucap dokter perempuan itu. Erica menatap Agel tidak yakin.

"An, bertahanlah, kau pasti bisa," kata Agel lantas mengecup kening Erica.

Erica mengangguk dan mulai mengikuti intruksi-intruksi dari dokter.

Pahanya juga sudah terbuka lebar sejak tadi. Agel berdoa dalam hati agar proses persalinan istrinya berjalan dengan lancar dan juga sangat berharap, Erica akan baik-baik saja.

"Mari kita mulai," ucap dokter itu menambah ketakutan Erica. Agel juga sama halnya dengan Erica.

Erica menarik napasnya kuat-kuat lalu menghembuskan dengan perlahan.

"Aduh ... sakit...!" jeritnya saat ia mulai mengejan dengan tiba-tiba.

"Iya, lakukan lagi, Rica, terus...." kata dokter itu, Erica menuruti apa yang dikatakan dokter terus-menerus.

"Ah, sakit, Agel...." kata Erica, ia mengejan lebih kuat lagi saat di rasanya bagian sensitifnya seperti mengeluarkan sesuatu.

"Kau pasti bisa, oke?" kata Agel memberi semangat pada Erica.

"Kepalanya sudah keluar, Nak. Lakukan lagi, oke?" Erica mengangguk dengan cepat. Wajahnya sudah terlihat lelah, tapi ia masih bisa tersenyum saat bagian sensitifnya terasa di koyak-koyak.

"Ya, Tuhan ... sakit sekali," kata Erica tersendat-sendat. Erica menarik napasnya kuat-kuat lalu menghembuskan dengan perlahan lagi. Agel juga melakukan hal yang sama. Saat Erica mengejan, ia juga ikut melakukannya.

Kemudian Erica mengejan lagi dengan lebih kuat dan sekuat tenaganya saat dokter itu seperti menarik sesuatu yang besar dari area sensitifnya.

Lalu saat Erica mengejan sekali lagi atas intruksi dari dokter, bayi yang penuh darah itu berhasil keluar. Dengan suara tangisnya yang bergema.

"Syukurlah," kata Agel dengan serak. Ia menitikkan air matanya, terharu melihat perjuangan sang istri.

Dokter itu memotong tali pusar Erica, lalu menunjukkan jenis kelamin bayi itu pada Agel dan Erica.

Erica tertawa lemah, ia juga menitikkan air matanya. Bayi mereka berjenis kelamin laki-laki, sesuai keinginan Erica.

"Selamat, Nak, bayinya besar sekali, dia juga sehat tanpa cacat," ucap dokter itu setelah menelaah tubuh bayi Erica dan Agel, lalu memberikan bayi itu pada suster untuk di bersihkan dahulu. Suster yang lain juga mulai membawa Erica ke ruang pembersihan.

Amour VraiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang