Malam di mana hari kedua Erica tidak sadarkan diri tentu saja membuat keluarganya harap-harap cemas, apa lagi kondisi Erica yang belum ada kemajuan sama sekali.
Erica seperti enggan untuk membuka matanya."Maaf...." suara penuh sesal itu memecahkan keheningan malam di ruang rawat Erica.
"Maaf karena aku baru bisa melihatmu sekarang dan di jam yang kurasa tepat, setidaknya untukku," lanjut suara itu dengan lirih.
"Maaf karena aku ... kau menderita seperti ini, aku memang jahat dan tidak mempunyai perasaan. Tapi aku sayang padamu," ujarnya dengan jujur mengungkapkan apa yang sebenarnya ada di dalam hatinya.
Diraihnya tangan Erica dengan pelan dan lembut, ia menatap Erica dengan kelembutan dan mata itu sama sekali tidak memancarkan kebencian sedikit pun.
"Aku ingin kau cepat bangun, Rica...." ia mengulas senyumnya, senyum yang benar-benar tulus dan senyum yang belum pernah ia tampilkan kepada siapa pun.
"Tapi maaf, aku tidak akan berhenti," ia menundukkan kepalanya lalu cairan bening itu sudah membasahi wajah tirusnya.
"Aku tidak akan berhenti sebelum aku puas menyakitimu. Aku memang jahat padamu, padahal kita ini kembar...." ia menatap Erica sedih.
"Kurasa aku sudah sakit jiwa, Rica. Aku tidak tahu setan apa yang telah merasukiku sehingga ada saja dorongan dari tubuhku untuk menyakitimu. Tapi setiap aku menyakitimu, aku tidak mendapatkan kepuasan itu, yang ada hati ini kosong dan setelah itu rasa bersalah itu akan muncul membuatku hampir gila memikirkan semua perbuatan jahatku padamu," Erina menarik napasnya dengan kuat dan membuangnya secara perlahan.
Sungguh, rasanya ia sangat sulit bernapas setiap kali ia menyakiti Erica dan dadanya semakin sesak melihat Erica yang tidak berdaya.
Erina mengusap sudut mata Erica yang meneteskan air mata."Aku tahu kau mendengar semua yang aku katakan, air matamu yang menjawabnya...." kata Erina sambil terkekeh pelan.
"Apa kau tahu kalau kau itu lebih beruntung dariku? Kau memiliki dia yang mencintaimu dengan tulus dan sepenuh hatinya. Dan aku tidak akan membuat jalan kalian mudah, setidaknya yang akan kulakukan nanti adalah hal yang terakhir sebelum aku pergi," Erina mengusap sudut mata Erica lagi dan ia juga ikut menangis.
"Aku tidak bermaksud merebutnya dan aku sama sekali tidak mencintainya karena aku sudah mencintai orang lain," kata Erina dengan jujur.
"Tapi aku akan tetap melakukan rencana terakhirku sebelum semuanya berakhir, sebelum aku meninggalkan dunia fana. Aku menyayangimu tapi di sisi lain jiwaku, ada rasa ingin terus dan terus membuatmu menderita. Aku tidak tahu itu alter ego atau bukan, tapi dari lubuk hatiku paling dalam, aku sama sekali tidak ingin seperti ini, Rica. Maafkan aku...." Erina mendekat lalu mengecup kening Erica dengan sayang.
Erina melirik jam di tangannya lalu menghela napasnya pelan.
"Aku harus pergi sekarang, aku sudah berjanji akan menemui mereka besok. Lagi pula, kekasihmu masih menunggu di luar dan aku hanya di beri waktu singkat untuk melihatmu. Tapi besok malam aku berkunjung lagi," kata Erina penuh sesal.
Ia mengecup kening Erica lagi, "aku pergi. Tapi ingat satu hal bahwa aku sama sekali tidak membencimu," desahnya lalu Erina keluar dari kamar itu dan ekspresi wajahnya kembali seperti biasa.
•°°°•
Erina keluar dari kamar rawat Erica dan melewati Agel begitu saja yang sedari tadi menunggu di luar
Ia melewati lorong-lorong rumah sakit dan ia kembali terisak pelan.Diusapnya cairan bening itu dengan perlahan dan saat sudah ada di luar rumah sakit, Erina mengendarai mobilnya. Meskipun orangtuanya sudah melarang dia untuk menyetir sendiri, tapi Erina selalu menolak.
KAMU SEDANG MEMBACA
Amour Vrai
Romance[Sudah Terbit dan Tersedia di Gramedia] Seri ke-II My Protective Husband [CERITA DI PRIVATE Dan MASIH UTUH!] Kehidupan Erica Arianna Clinton awalnya baik-baik saja. Bahagia bersama orang yang ia cintai. Tapi siapa sangka, kebahagiaan yang di rasakan...