Part 25

80.9K 4.1K 40
                                    

Farel menatap berkas di depannya tanpa minat. Pikirannya tidak bisa fokus, yang ia lakukan hanya menghela napasnya.

Beberapa hari ini, Farel memang menenggelamkan dirinya dalam pekerjaan, bahkan ia tidak pulang ke rumah.

"Kenapa Greya tidak meneleponku juga?" tanya Farel sembari meremas kertas yang ada di tangannya.

Farel menghela napasnya lagi, ia bangkit berdiri lalu keluar dari ruangannya.

Ia harus segera ke rumah sakit karena Lery meneleponnya tadi pagi.

Farel memasuki lift lalu menekan angka 1 yang langsung tertuju ke basement, helaan napas itu kembali terdengar saat Farel sekarang sudah ada di dalam mobilnya.

Ia memegang wajahnya, mengerang frustrasi karena ia sama sekali tidak mengurus tubuhnya sampai wajahnya kini sudah ditumbuhi bulu-bulu halus.

"Kapan terakhir kali aku bercukur? Astaga, aku bahkan lupa!" Farel melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang.

Tidak berapa lama, ia sudah sampai di rumah sakit. Farel berjalan menuju ruangan Erina, ia sama sekali tidak punya semangat. Terlihat jelas dari wajahnya.

"Farel, akhirnya kau datang juga, Nak...." kata Lery saat Farel sudah ada di dalam ruangan itu.

Farel menatap Erica yang sedang menyuapi Erina makan.

"Oh, Erin sudah siuman," gumam Farel membuat Erina mengalihkan pandangannya pada Farel.

"Dia siapa?" tanya Erina membuat Farel mendengus kesal.

"Menurutmu, siapa ... hah?" tanya Farel dengan ketus.

Erica dan Lery hanya diam, mereka saling menatap lalu tersenyum.

"Aku tidak tahu, makanya aku tanya," kata Erina tak mau kalah. Ia bahkan tak lagi mau makan.

"Apa-apaan ini? Sejak kapan kau mengucapkan namamu sendiri saat berbicara, heh?" Erina mengerucutkan bibir, ia juga menatap Farel kesal. Padahal Erina sama sekali tak mengucap namanya saat berbicara tadi.

"Mom, apa pria dewasa selalu menyebalkan seperti dia?" tanya Erina pada Lery membuat Farel mengerang dalam hati.

"Tidak, Sayang. Dia itu Farel, saudaramu paling tua," jawab Lery.

"Oh, saudaraku ... tapi dia menyebalkan, Mom...." rengek Erina sambil memeluk sang ibu. Ia tak lagi mau menatap Farel.

"Daddy dan Agel di mana?" tanya Farel dengan parau.

"Daddy sedang membelikan makanan, kalau Agel mengambilkan pakaian Rica di rumah," jawab Lery. Farel hanya ber-oh saja, lalu ia keluar dari ruangan tanpa pamit.

"Dia kenapa?" tanya Erica yang terdengar seperti bisikan.

"Entahlah, mungkin mood Farel buruk sekali," jawab Lery dengan lirih. Ia mengelus punggung Erina dengan lembut, membuat gadis itu terbuai dan ia kembali mengantuk.

"Mom, aku menunggu Agel di luar saja...," kata Erica sembari bangkit berdiri. Setelah mendapat anggukan dari Lery, Erica pun melangkah keluar ruangan.

Ia menggerutu dalam hati saat Agel belum kembali juga, Erica melangkah mondar-mandir di depan ruang rawat Erina. Ia tersenyum saat sang ayah sudah tiba.

"Kau di sini?" tanya Devward sembari mengecup puncak kepala Erica.

"Iya, Dad ... aku menunggu Agel," Devward mengangguk lalu ia masuk ke dalam.

Erica menggigit bibir bawahnya pelan saat ingin rasanya ia memeluk suaminya itu yang tak kunjung datang.
Ia bahkan menahan tangisnya karena sudah tidak tahan lagi.

Amour VraiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang