Part 26

76.6K 4.3K 72
                                    

Sudah sebulan berlalu, Agel dan Erica semakin mesra saja. Apa lagi kehamilan Erica yang semakin membesar, membuat pasangan itu tidak sabar menunggu kelahiran sang buah hati.

Berbeda dengan Farel yang setiap harinya selalu uring-uringan dan marah-marah tidak jelas.

"Farel, kau masih belum mau bertemu dengan Greya?" tanya Erica dengan lembut.

Farel menatap Erica tidak suka membuat Agel menyikut perut lelaki itu.

"Biarkan saja, Sayang. Paling nanti dia menyesal," ucap Agel, lalu ia membawa Erica pergi dari hadapan Farel.

Farel mengusap wajah masamnya, ia tertawa kecut. Dengan cepat, ia meraih kunci mobilnya lalu keluar dari kamar apartemennya.

"Sepertinya ucapan Rica tidak ada yang benar. Dia pikir, aku mudah tertipu dengan semua bualan yang dia ucapkan, heh?" Farel menghela napasnya jengah, bahkan saat ia sudah ada di dalam mobilnya, ia masih saja menghela napasnya.

"Tapi aku akan ke kafe yang Rica katakan, aku ingin membuktikan kalau yang dia katakan itu hanyalah sebuah kebohongan!" desisnya, ia melajukan mobilnya ke sebuah kafe yang lumayan jauh dari perkotaan.

Minggu lalu, Erica mengatakan kalau Greya sering datang ke kafe itu.

"Aku hanya memastikan! Bukan penasaran!" dengus Farel, ia mempercepat laju mobilnya.

Setelah memakan waktu yang lumayan lama, akhirnya Farel sampai saat cuaca mulai panas.

Ia mengusap wajahnya lagi, wajah yang tak terurus. Lalu, Farel turun dari mobilnya.

Ia berdiri mematung di depan kafe, menatap orang yang berlalu lalang dan juga orang yang keluar masuk dari kafe tersebut.

"Tempat ini sama sekali tidak ada istimewanya sedikit pun," ketusnya lalu ia masuk ke dalam kafe itu.

Berdiri mengamati sekitar, lalu mengambil tempat duduk di sudut ruangan.

"Tidak ada yang spesial juga," gumam Farel lagi. Saat pelayan datang, Farel hanya memesan minuman.

Ia meraih ponselnya lalu mencoba menelepon Greya. Tapi nomor itu sudah tidak aktif lagi.

"Sial!" geramnya. Farel bangkit berdiri, dan ia hendak meninggalkan kafe itu, tapi tidak jadi saat pengunjung kafe itu mulai ramai dan juga karena suara tepuk tangan dari pengunjung.

"Hai, selamat datang semua ... selamat menikmati dan semoga hari kalian menyenangkan...." suara lembut itu membuat tubuh Farel menegang. Ia menatap ke depan sana, lalu ia kembali duduk.

"Apa dia bekerja sebagai penyanyi di sini?" tanya Farel tanpa sadar.

"Bukan, dia hanya memainkan alat musik dan berkat dia, kafe ini selalu ramai," jawab seoarang pelayan sembari meletakkan minuman yang Farel pesan.

Lalu, mengalir lah alunan merdu dari sebuah piano. Farel mengerutkan keningnya saat Greya hanya melihat lurus ke depan.

"Tidak mungkin," katanya tidak percaya.

Alunan musik yang dapat menghipnotis pengunjung dan juga tersirat di dalamnya kesedihan yang mendalam.

Hingga Greya selesai, suara tepuk tangan itu begitu riuh. Dengan nekat, Farel mendekat.

"Grey...." desis Farel saat Greya turun dari pentas dengan seorang wanita paruh baya mengiringi dan menuntun langkah Greya.

Farel terus mengikuti Greya dari belakang, hingga Greya memasuki sebuah mobil hitam.

"Sial!" umpat lelaki itu, dan ia berlari menuju mobilnya. Mengikuti mobil Greya dari belakang.

"Dia mau ke mana?" tanya Farel pada dirinya sendiri. Ia sangat penasaran dengan apa yang akan di lakukan Greya selanjutnya.

Amour VraiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang