Part 19

83.4K 4.8K 113
                                    

Agel menatap para karyawan di kantor itu tanpa minat sedikit pun. Pikirannya sedari tidak bisa fokus. Ia menunggu terlepeon dari Erica sejak tadi. Sejujurnya ia belum ingin bekerja dalam waktu dekat ini, ia ingin menemani Erica dan ingin selalu ada untuk Erica. Apa lagi Erica yang harus di jaga sebaik mungkin karena kondisinya yang berubah-ubah dan juga Erica masih sulit dalam hal makan.

Ia juga mengkhawatirkan Erica karena mood istrinya itu sering naik turun.

Agel menatap ponselnya untuk kesekian kalinya lalu ia menghela napasnya pelan.

Ia mundur satu langkah saat seorang wanita paruh baya yang tak lain dan tak bukan adalah sekretarisnya mendekat padanya.

Wanita itu membisikkan sesuatu pada Agel membuat senyum di bibirnya terukir dengan lebar.

Agel melangkah menuju ruangan barunya, meninggalkan para karyawan yang masih sibuk bercengkerama.

Agel berhenti sejenak saat sudah berdiri di depan pintu ruangannya.

"Kenapa aku merasa aneh?" tanya Agel pelan pada dirinya sendiri. Ia menggelengkan kepalanya lalu membuka pintu dengan cepat.

"An, kau datang sendirian?" tanya Agel saat sudah ada di ruangannya. Ia menutup pintu lalu mendekat pada wanita yang berdiri di depan jendela.

Agel memeluk tubuh itu dari belakang, lalu ia melepaskannya lagi. Agel membalikkan tubuh itu sehingga mereka berhadapan.

"Aneh!" gumam Agel tidak jelas sembari mengernyitkan keningnya.

"Apa yang aneh, El?" tanya Erica (Erina) pelan lantas memeluk Agel. Agel menggelengkan kepalanya dan membalas pelukan itu.

Namun ia melepaskannya lagi, ia menatap mata di depannya sambil mengernyit.

"An, sejak kapan kau mengganti aroma rambutmu, hmm?" tanya Agel membuat Erica (Erina) bergerak gelisah.

"An, apa kau tadi muntah lagi?" Erica (Erina) menggeleng dan mengernyit bingung. Karena ia sama sekali tidak mengetahui tentang kehamilan Erica yang sesungguhnya.

"Bagus kalau begitu, kau duduk saja dulu di sini. Aku keluar sebentar!" gumam Agel pelan lalu keluar dari ruangannya. Ia merutuki dirinya sendiri karena bersikap tak acuh seperti tadi pada istrinya itu.

Ia memegang dada kirinya, getaran itu tidak ada lagi, debaran yang selalu ada buat Erica dulu, sekarang terasa hambar baginya.

"Kenapa aku jadi seperti ini? Kenapa pula perasaanku jadi tidak enak seperti ini?" tanya Agel dengan lirih lalu ia menjauh dari ruangannya.

Ia masuk ke dalam kamar mandi, membasuh wajahnya lalu ia memejamkan matanya sampai seseorang memeluknya dari belakang membuat Agel terjingkat kaget.

Agek melepas tangan itu lalu menatap orang di depannya penuh tanya.

"An, kenapa kau di sini? Aku kan menyuruhmu untuk duduk saja di ruanganku!" bentak Agel membuat nyali Erica (Erina) menciut. Ia menunduk lalu menangis membuat Agel serba salah.

Agel memeluk wanita itu tapi hanya sebentar karena rasanya berbeda, tidak seperti biasanya.

Bahkan saat ia mengucapkan nama Erica dengan nama kesayangannya (An), lidahnya terasa kelu.

Agel hanya diam menatap Erica (Erina) yang menangis tanpa minat menenangkan wanita itu. Lalu matanya terbelalak saat melihat tangan Erica (Erina).

"An, sejak kapan kau memakai cicin di jari kiri? Bukannya jari tanganmu selalu bengkak kalau memakai cincin di situ?" Agel menunjuk tangan kiri Erica (Erina) membuat Erica (Erina) gelagapan mencari alasan.

Amour VraiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang