22

1.6K 135 13
                                    

Seungyeon terus tersenyum cerah setelah pertemuannya dengan Shinhye, bahkan ia melupakan Jonghyun dan terus mengobrol ria bersama wanita yang tiga tahun lebih tua darinya itu, ia ingat saat melihat ekspresi bahagia Shinhye saat mereka mengungkapkan tujuan mereka datang pada gadis itu pagi-pagi sekali, ya Seungyeon melihat ketulusan di senyum Shinhye, mata gadis itu pun berbinar cemerlang bahkan Shinhye mengungkap kan rasa bahagianya.

"Apa begitu menyenangkan ?" Seungyeon mengangguk cepat dengan pertanyaan yang terlontar dari mulut laki-laki yang hanya menatapnya pasrah.

Ah~ benar, seharusnya Seungyeon sadar jika calon suaminya ini begitu sangat tidak suka dinomor duakan di atas apapun, tapi apa pedulinya, sekarang Jonghyun harus belajar untuk setidaknya menjadi lebih ikhlas mengingat sebentar lagi dia akan menjadi seorang ayah yang otomatis membuat kedudukannya tergeser sedikit dihati Seungyeon bahkan Seungyeon mungkin akan sangat sering mencampakan calon suaminya itu.

"Apa sekarang Shinhye tidak menakutkan lagi untuk mu ?"

"Aniyo, Shinhye eonni seperti bidadari, jadi untuk apa ditakuti" seperti seseorang yang jatuh cinta pada pandangan pertama, Seungyeon benar-benar berbinar saat Jonghyun membahas soal Shinhye.

"Ah, aku mulai bosan"

Seketika Seungyeon melemparkan wajah datarnya, menatap datar Jonghyun yang menenggelamkan wajahnya pada setir mobil didepannya.
"Bosan ? oppa mulai bosan dengan ku ? apa oppa akan membatalkan rencana pernikahan kita ?" krystal bening mulai berjatuhan dari pelupuk mata coklat Seungyeon membuat Jonghyun gelapan karna wanita itu salah mengartikan kata bosan yang keluar dari mulutnya.

"Sayang, maksudku____"

"Oppa napeun, aku tidak mau dengar. mau tidak mau kita akan menikah" teriak Seungyeon. Lee Jonghyun-ssi, wanita mengandung itu lebih sensitiv dari pada putri malu yang bila di pegang akan mengatup dengan cepat, jadi perhatikan ucapan dan gerakan mu, arrchi !

***

Shinhye menarik nafasnya dalam sebelum keluar dari mobilnya dengan sebuket mawar yang berada ditangannya, ia berjalan pelan, berdoa apa saja agar detak jantungnya bisa sedikit tenang, namun pada kenyataannya ia harus menegak pil pahit saat melihat kursi ditaman itu kosong.

Ia tersenyum miris, pikirannya benar-benar sudah amat terlalu jauh, dengan bodohnya ia berpikir jika laki-laki itu hanya mengujinya selama satu bulan ini dengan cara yang hampir membuatnya gila, dan ia yakin jika laki-laki itu akan datang menepati janjinya hari ini. Namun semua nihil, ia tidak datang dan membuat Shinhye yakin jika ia hanya suatu permainan.

Ia terduduk lemah pada kursi taman yang seharusnya sekarang mereka duduki bersama, ia menyapu setiap tetes air mata yang terus saja mengalir tanpa bisa berhenti sekalipun otaknya telah memberikan isyarat pada syaraf matanya untuk tidak menangis namun tidak dengan hatinya yang semakin kuat ingin berteriak.

Ia manatap lesu pada buket bunga mawar yang ia bawa. Seharusnya sekarang ia dapat merasakan hal itu, merasakan bagaimana rasanya banyak kupu-kupu keluar dari perutnya, merasakan perasaannya yang meletup-letup seperti kembang api yang berwarna menghiasi langit malam. Tapi semua hanya harapan, ia hanya sendiri dengan sebuket bunga mawar orange yang ia bawa, mawar orange yang mampu mengartikan perasaannya. Ya, sejak hari dimana Yonghwa memberikan mawar orange itu Shinhye mencari tahu apa makna dari warna orange pada bunga cantik itu dan sekarang ia tau bahkan hatinya dapat merasakan perasaan itu. Tapi bisa apa sekarang dia, laki-laki itu bahkan menghilang dan sekarang melupakan janjinya, apa Shinhye terlalu lama mempekakan perasaannya ? apa Yonghwa sudah bosan ? atau bahkan selama ini Yonghwa hanya mempermainkannya ?

My Beloved BratTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang