Bab X - Benar-benar pergi

8.2K 841 72
                                    

Malam ini menjadi malam paling kelabu bagi Kesha. Setelah adegan ciuman tadi, yang ia rasakan bukan ketenangan,melainkan rasa takut. Takut jika suatu saat ia pergi. Takut ditinggalkan sendiri.

Kesha sangat mendukung Niko untuk meraih impiannya. Keshapun menyayangkan kalau ia sampai membuang kesempatan ini. Tapi, jika boleh memilih, Kesha ingin ikut bersamanya. 

Dan panggilan video Line berbunyi. Sahabatnya--yang mencuri ciuman keduanya--yaitu Niko, menelponku. 
Kesha langsung mengangkatnya, tanpa basa-basi.

"Hai!" sapanya. Dan dalam video call itu, terlihat Niko berada di dalam sebuah mobil.

Kesha tersenyum dan melambaikan tangan. "Hai. Lo mau kemana?"

"Gue... Gue mau ke Australia."

Deg.

Kesha tertawa. "Gila lo. Bohong banget. Tadi aja masih di sekolah, kan?"

Oh.. Jangan sampai... Jangan sampai dia pergi dulu. Aku bahkan belum menyampaikan salam perpisahan dengannya, batin Kesha.

"Gue nggak tau kalau gue pergi sekarang, karena gue kira masih minggu depan. Eh, ternyata dimajuin. Surat dari sekolah sampainya dadakan. Jadi ya gue belum sempet pamitan sama lo dan temen-temen lain."

Sial

Kesha memajukan bibirnya. Ini adalah salah satu tanda jika Kesha 'mau-menangis'.

"Kes, Kes. Jangan nangis kenapaa? Lo pengen kan, gue pinter? Ya siapa tau gue balik-balik udah jadi laki tulen.. Kan lumayan," ujarnya dengan suara imutnya.

Kesha menggeleng kencang. "Lo suruh gue gak sedih, gitu? Nggak bisa lah, oncom! Gue sama lo kan udah sejak SMP.. Gue sama lo tuh kayak lem sama prangko.. Nggak bisa pisah! Kalau pisah, keduanya pasti nggak sempurna, ada aja cacatnya."

"Kes, gu--"

"Gue belum selesai ngomong!" potong Kesha cepat. "Dan masalah lo jadi laki atau enggak, gue nggak peduli. Mau lo banci sekalipun, kalo dasarnya lo emang laki, ya lo tetap laki-laki. Kalo suatu saat gue nikah sama lo yang masih rada banci, kita tetep bisa punya anak kan? Jadi gue nggak suka kalo lo sengaja ngubah diri lo gitu!"

Jujur, Kesha tidak suka. Ambisi Niko tuk mengubah dirinya menjadi normal, justru terdengar aneh untuk Kesha. Kesha ingin Niko menjadi laki-laki seutuhnya. Tapi Kesha tak mau hal itu terlalu dipaksa dan malah menyakiti masing-masing pihak. Toh, tanpa harus memaksakan diri berubah, Kesha sudah menyayangi Niko.

"Ambisi lo salah, Nik..."

Niko menghela nafas. "Gue cuma mau normal, Kes.."

"Emang lo merasa nggak normal?"

"Normal. Cuma kurang jantan."

Kesha tersenyum pilu. "Emang itu penting?"

"Penting."

"Supaya apa?"

"Supaya bisa lindungin lo. Supaya lebih pantas untuk bersanding sama lo, tanpa ada yang meremehkan," jawab Niko.

Kesha paham betul bagaimana rasanya menjadi Niko.  Diremehkan banyak orang, dicaci, dihina, dan dianggap sebagai seorang banci yang tak punya makna. Semua pasti menyakitkan dan membuat luka.

"Gue pengen normal, Kes..." Niko menunduk.

"Ya, Nik.. Maafin gue.." Kesha menghela nafas lemah. "Gue sedih. Gue nggak tau gimana hidup gue tanpa lo. Gue sama siapa, Nik? Siapa yang bakal jadi tempat curhat gue dua puluh empat jam penuh? Siapa yang bakal pinjamin bahu ke gue? Siapa yang bakal ngomongin gosip-gosip seantero jagad raya sama gue?"

Enemy's SlaveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang