♡♡♡♡♡♡♡
Saat ini Chelsea tengah duduk di hadapan Rey. Keduanya sedang berada di kantin. Ini sudah hari keempat Chelsea mengikuti Rey kemana pun cowok itu pergi. Berangkat sekolah bareng, di kelas duduk bersebelahan, ke kantin bareng, lalu pulang bareng.
Yah ... sebenarnya kurang tepat jika dikatakan 'bareng', sebab hanya satu pihak yang merencanakan 'kebarengan' mereka. Tidak peduli satu pihak lainnya menunjukkan dengan jelas ketidaksukaanya dengan 'kebarengan' yang tercipta. Tapi, toh, itulah yang Chelsea inginkan.
Kini Chelsea tidak lagi diturunkan di pinggir jalan pada jarak 200 meter dari sekolah. Keduanya terang-terangan berangkat bareng dari rumah sampai basement sekolah. Toh, semua anak sudah melihat mereka pulang bersama saat Chelsea sengaja memaksa Rey untuk pulang bersamanya waktu itu. Chelsea terang-terangan menunjukan pada anak-anak di basement kalau dirinya pulang bersama Rey. Hal itu membuat seluruh tatapan anak-anak di sekitar mengarah pada keduanya.
Saat ini pun, anak-anak di kantin melakukan hal yang sama. Mereka menatap Chelsea dan Rey dengan heran seolah ada yang aneh dengan itu. Ada yang menatap takjub, ada yang menatap iri, bahkan ada juga yang menatap sinis penuh kebencian. Tapi percayalah, Chelsea tidak pernah memikirkan itu semua. Peduli setan orang lain mau bilang apa tentang dirinya. Pokoknya, mulai saat ini dan seterusnya Chelsea akan terus berada di samping Rey.
Chelsea tampak sengaja sibuk berceloteh mengenai sesuatu. Ia terlihat begitu antusias dengan topik pembicaraannya. Sementara lawan bicaranya hanya diam tidak mengacuhkan. Tak lupa, Rey juga memasang tampang jengkelnya. Melihat tampang jengkel di wajah maskulin Rey adalah hal yang Chelsea inginkan. Percayalah.
"Menurut gue sih Bu Emma itu guru paling disuakin sama anak-anak. Buktinya pas pelajaran Bu Emma anak-anak ceria banget. Kompak lagi. Beda banget suasananya kalo pas Pak Budi atau Bu Ina yang ngajar, iya nggak, Rey?"
Yang dilakukan Rey? Hanya diam dengan pandangan bosan dan tatapan membunuh yang berusaha mengintimidasi Chelsea. Sekali pun Chelsea sama sekali tidak merasa tergertak sedikit pun.
Chelsea menanggapi kejengkelan Rey dengan wajah innoncent sembari menyedot gelas yang tinggal berisi butiran es batu sehingga menimbulkan bunyi 'sroookkk'. Dan itu membuat kadar kekesalan Rey meningkat dua kali lipat.
"Gue, kan, udah bilang kalo gue nggak suka lo deket-deket sama gue. Berhenti ganggu gue! Udah cukup tiga hari aja lo bikin kehidupan gue tambah runyam!" ujar Rey dengan kejengkelan tingkat Dewa Zeus.
"Kan, udah gue bilang kalo gue mau disisi lo terus tiap hari. Lagian kenapa lo nggak suka gue deket-deket sama lo? Perasaan gue nggak ganggu lo, deh."
"Itu kan perasaan lo, aslinya gue keganggu banget lo nempelin gue terus, tau nggak?"
"Itu bagus!" ujar Chelsea diikuti senyuman.
Sejak tiga hari terakhir Rey selalu mengatakan hal yang sama : 'Gue ngerasa keganggu!' atau 'Jauhin gue!'. Namun, kata-kata Rey justru membuat Chelsea semakin ingin mendekati dan menempeli Rey kemana pun.
Rey lagi-lagi berdecak, "Dengerin gue, ya, cewek bego, please ... gue nggak tau apa yang bakal terjadi sama lo kalo lo terus ..."
"Udah gue bilang gue nggak peduli! Mau apa pun yang terjadi nanti, gue sama sekali nggak peduli. Gue yakin lo cuma nakut-nakutin gue dengan bilang seolah bakal terjadi hal buruk kalo gue terus-terusan nempelin lo,"
"Gue serius!"
"Haa ... omong kosong." Chelsea mengangkat bahunya dan lagi-lagi menyedot es batu di gelasnya.
Rey hanya menatap datar, selang beberapa detik Rey menggebrak meja kantin pelan namun berhasil membuat Chelsea terperanjat. "Cukup! Gue muak sama lo, ya!!"
Chelsea terkesiap dengan ucapan Rey yang penuh penekanan barusan. Tanpa sadar, Chelsea sampai menahan napasnya beberapa detik dan kali ini dadanya berdetak hebat. Tatapan Rey padanya seolah mengunci pergerakan Chelsea.
Rey menatap Chelsea intens, itu artinya Rey bicara serius mengingat sikap Rey sebelumnya selalu tampak tak acuh.
"Sekali lagi gue bilang sama lo, jauhin gue! Gue harap ini yang terakhir gue ngingetin lo!"
Rey lalu berdiri dan melangkah meninggalkan Chelsea dengan kedua tangan di sakunya. Sementara Chelsea masih mematung di tempat duduknya. Rey baru saja marah. Apakah Chelsea memang harus berhenti melakukannya? Ya, memang, aksi balas dendam pada Rey sepertinya sudah cukup. Jadi, apa cukup sampai disini saja Chelsea menempeli Rey?
Tiba-tiba saja Chelsea teringat perkataan Rey waktu di rooftop beberapa hari lalu. Ia melihat mata sedih Rey disana saat cowok es itu mengatakan bahwa 'teman suatu saat akan meninggalkannya'.
Chelsea menggeleng-gelengkan kepalanya. Tiba-tiba saja ia membayangkan Rey yang sendirian dan kesepian. Chelsea bisa tahu bagaimana sedihnya kesepian. Karena itulah, Chelsea berniat untuk tidak meninggalkan Rey.
Ya, ia akan terus berada di sekitar Rey walau cowok itu memarahinya. Chelsea yakin kalau sebenarnya Rey itu begitu kesepian. Dan ia tidak ingin membiarkan Rey kesepian. Ya! Chelsea akan terus melakukannya.
Selang dua meja dari tempat Chelsea, dua pasang mata tengah memandang memperhatikan Chelsea sejak tadi. Mereka adalah Dhea dan Vito.
"Marah beneran, tuh, si Rey," komentar Dhea lalu menyedot jus lemonnya.
Vito hanya bergeming, seolah tak mendengar ucapan Dhea barusan. Ia masih menatap lurus-lurus ke arah Chelsea yang terduduk empat meter dari posisinya.
Dhea mengangkat sebelah alisnya, "Vit, lo aneh," ujar Dhea seraya mengibas-ngibas telapak tangannya di depan wajah Vito sampai cowok itu tersadar.
"Apa? Lo bilang apa tadi?" tanya Vito mirip orang bodoh.
Dhea semakin curiga dengan temannya yang satu ini. Ia semakin mengerutkan keningnya. "Vit, jangan bilang kalo lo ... suka sama Chelsea!" tuding Dhea sembari menunjuk wajah Vito dengan jari telunjuknya. Matanya sipitnya menatap Vito horor. Alis tebalnya juga ikut bertautan.
Vito tertawa renyah, "Yang bener aja, deh, Dhe!" ujar Vito seraya mengangkat bahunya sok acuh.
"Gue mau samperin dia," ujar Vito lantas membawa gelas es jeruknya beserta dan melangkah ke meja tempat Chelsea duduk. Mau tak mau Dhea pun membuntut.
"Ngelamun, Mbak!" sapa Vito dengan cengiran lebarnya sembari menjitak pelan kepala Chelsea. Vito lalu duduk di kursi tempat Rey duduk tadi.
"Chel, tadi Rey bilang apa?" tanya Dhea pura-pura bego sembari menempelkan pantatnya di sebelah Vito. Padahal tadi dia dan Vito sudah menguping dan mendengar pembicaraan mereka dengan jelas. Tidak mungkin kalau dia tidak dengar apa-apa.
Chelsea tersenyum semangat, "Rey nyuruh gue buat jauhin dia. Yang bener aja! Dia marah kayak tadi itu justru tambah bikin semangat. Gue jadi pengen semakin deketin dia. Hahaha."
Chelsea malah tersenyum sumringah menatap kedua temannya. Matanya yang bulat menyipit saat ia tersenyum, membentuk eyesmile. Lesung pipitnya sampai kelihatan membentuk lekukan. Dan seseorang terpaku melihat senyuman itu. Menurutnya kali itu adalah senyuman Chelsea yang paling manis.
"Semangat banget sih lo, Chel!" komentar Dhea yang dibalas dengan alis yang terangkat oleh Chelsea.
Chelsea menegak air es yang sudah mencair dari gelasnya. Ia lalu berdiri, "Udah, ya, gue mau ngikutin Rey lagi!" pamitnya lalu berjalan pergi dengan terburu-buru setelah melambai-lambai pelan.
Dhea lagi-lagi mendapati Vito menghela napas panjang sepeninggalan Chelsea. Dhea lalu menyentuh bahu kanan Vito dan menempelkan dagunya di sana. Matanya lalu menatap Vito lurus-lurus.
"Kayaknya Chelsea beneran suka deh sama Rey. Lo harus nyerah buat suka sama dia daripada lo ngerasain sakit nantinya," ujar Dhea seraya menepuk-nepuk bahu Vito.
Vito menoleh dan menatap Dhea, "Darimana lo yakin kalo Chelsea beneran suka sama Rey?"
"Dari tingkahnya, sorot matanya, mmm ... semuanya."
Cowok berwajah manis mirip Dimas Anggara itu lagi-lagi terkekeh, "Nggak mungkin."
♥♚♥
![](https://img.wattpad.com/cover/70740646-288-k145620.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
DUA SEJOLI SALING JATUH CINTA
RomanceCapcussss Langsung Ajah JANGAN Lupa Vote and Coment Tuk NEXT Happy Reading MUAHHHHHHH.....