PART 14

394 29 0
                                    

♡♡♡♡♡♡♡

Hari ini cewek berusia 13 tahun itu menangis lagi. Kenapa? Karna baru saja teman-temannya memalak uangnya. Setelah itu, mereka merusak kacamatanya. Bahkan mereka mengolok-olok cewek pendiam itu dengan mengatainya 'cewek babi'.

Yah ... bagaimana tidak? Cewek pendiam itu memiliki tubuh tambun yang membuat pipinya bergelayut, mirip babi. Apalagi potongan rambutnya yang pendek mirip kartun Dora, tidak bisa menutupi bagian pundak bawahnya yang berlemak.

Cewek itu duduk di bawah pohon besar yang rindang di daerah hutan buatan Bogor. Tempat itu dekat dengan letak gedung sekolah menengah pertamanya. Ini sudah tiga bulan dia bersekolah di Bogor, sebab Papanya lagi-lagi pindah tugas.

Ya ... dia memang sering pindah-pindah sekolah. Dan setiap ia pindah, lagi-lagi ia tidak memiliki teman. Ia memilih untuk sendirian. Cewek itu juga memiliki semacam trauma yang selalu mengira bahwa teman adalah penindas yang suka malak, suka mengolok-olok, dan suka menghina. Karena itulah ia memutuskan untuk tidak punya teman.

Cewek berambut Dora itu menundukkan kepalanya dalam. Rasanya menyakitkan setiap saat harus ditindas. Ditambah lagi dia penakut. Dapat bentakan sedikit saja nyalinya ciut. Karna itulah dia hanya diam tak melawan meski apapun yang dilakukan temannya yang tentu saja amat mengganggunya. Al usual, ia hanya bisa mengasingkan diri lalu menangis selama berjam-jam.

"Haa ...? Ngapain sendirian disini?"

Suara itu berasal dari seorang anak lelaki yang bertubuh tinggi dengan perawakan kurus. Dia memakai baju olahraga biru tua dan sepatu kets. Memakai topi abu-abu dengan masker yang juga abu di wajahnya. Dari pakaiannya, sepertinya anak lelaki itu sedang mengikuti hiking. Kawasan itu memang tempat yang sering digunakan untuk acara tersebut.

"Kamu sendiri ngapain?" tanya cewek itu balik.

"Ck! Aku tersesat. Nggak tahu teman-temanku kemana. Setelah pipis, mereka tiba-tiba hilang," keluh anak lelaki itu sembari duduk di sebelah cewek tambun berambut Dora yang sedang terkekeh kecil menertawakannya.

"Hee? Kamu nangis, ya?" ujar anak lelaki itu sembari memperhatikan wajah basah cewek di sampingnya. Yang diperhatikan malah memalingkan wajahnya dan menghapus sisa air yang meleleh di pipinya.

"Dasar lemah! Kamu pikir dengan menangis lalu masalahmu bakalan selesai? Menangis dan berharap belas kasihan orang lain? Cih ... itu, sih, tindakan pecundang," cibir cowok itu tajam.

Cewek berambut Dora menoleh dan membelalak. "Pecundang?!" ujarnya dengan tatapan horor.

"Yah ... pecundang. Cewek bodoh kayak kamu justru kelihatan lebih lemah kalau kamu nangis. Lagian mau menangis sampai air mata kering pun, orang lain nggak akan ada yang peduli dengan kamu!"

Cewek itu memberengut dan mencebikkan bibirnya. Ia mengeluarkan suara keras dari mulutnya. "Apa maksud kamu bilang begi-"

"Denger, ya, apapun yang bikin kamu nangis, kamu nggak perlu terus-terusan meratapi hal tersebut. Jangan tunjukin sisi kelemahan itu. Bangkitlah dan buat orang lain sadar bahwa kamu nggak selemah yang mereka bayangin. Tunjukin kalau kamu kuat dan kamu juga bisa bersinar! Cih ... cewek lemah itu sama sekali nggak menarik."

Kata-kata itu membuat cewek gemuk berambut Dora menatap lekat-lekat pada yang punya suara. Seakan dihipnotis, ia tak bisa meghentikan matanya yang menyala-nyala memandang si anak lelaki kagum, tertegun lama. Sesuatu seperti telah merasuki pikirannya, merasuki dirinya. Bangkit? Ya! Dia harus!

"Apa?" Cowok itu merasa risih dengan tatapan cewek disampingnya.

"Kata-kata kamu bikin aku tahu apa yang harus aku lakuin sekarang. Terim-"

"Woooooyyy ... disiniiii!" teriak sekumpulan anak cowok dengan seragam yang sama dari seberang sana. Mereka melambai-lambaikan tangannya.

"Yaaaa!!" balas cowok dengan masker abu di wajahnya itu.

"Sudah, ya, temen-temenku udah dateng, tuh!" pamit cowok itu pada cewek di sebelahnya lalu berdiri dan berlari menghampiri sekumpulan anak yang sedang hiking itu. Lantas kesemuanya lenyap dari pandangan cewek berambut Dora. Meninggalkan tatapan kagum di mata cewek remaja berusia 13 tahun itu.

---

Haaa ... kejadian tadi benar-benar seperti mimpi. Aku? Di-bully? Lagi?

Apa kau berpikir kalau aku ini cewek yang kuat? Berani melawan saat ditindas kakak kelas? Ya, anggap saja begitu. Walau pun sebenarnya aku merasa jantungku hampir melompat saat berhadapan dengan Kak Dinda. Tidak ada yang tahu bahwa diam-diam aku merasa ... ketakutan.

Ya, aku sangat ketakutan saat itu, walau mati-matian kuenyahkan rasa takut itu dan memberanikan diri untuk melawan. Aku harus mempertahankan sikap pemberani yang kutanamkan dalam diriku sejak empat tahun terakhir ini.

Rey? Ya ... dia datang. Si pahlawan kesiangan itu memarahiku habis-habisan.

"Udah gue bilang, begini jadinya kalo lo terus-terusan ada di deket gue. Tiap cewek yang deket sama gue pasti dapet masalah kayak gini. Kenapa lo nggak pernah mau dengerin gue buat jauhin gue, sih?!"

Seingatku begitulah yang ia katakan tadi. Kini aku tahu sesuatu-Rey marah bukan karna ia membenciku, justru dia mengkhawatirkanku.

Sekarang aku tahu mengapa ia meminta aku menjauhinya-karna khawatir aku ditintas. Jangan bercanda! Aku sudah terbiasa dengan hal seperti itu. Aku tidak perlu takut kala orang sok berkuasa mengolok-olokku lagi. Aku akan melawan, tentu saja. Aku sudah terlalu lelah untuk terpuruk.

Aku kuat, ya?

Benar, ini terjadi sejak kejadian waktu itu. Ya ... kejadian itu berlangsung cepat tapi bermakna dalam bagiku. Berkat kata-kata cowok bermasker yang entah siapa itu, aku mulai bangkit dan mengubah diriku. Berusaha menjadi pemberani. Mengubah penampilan. Lalu bersinar.

Siapa, ya, cowok bermasker abu itu? Aku belum sempat berterimakasih padanya. Dia benar-benar sosok pahlawanku sekaligus ... emm, cinta pertamaku. Tuhan, aku berharap aku bisa bertemu lagi dengannya untuk mengucapkan terimakasih.

♥♚♥

DUA SEJOLI SALING JATUH CINTATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang