PART 36

282 24 0
                                    

♥♛♥

Aku tidak tahan lagi. Aku benar-benar sudah tidak kuat menjalani ini. Aku harus memastikan apa salahku sampai-sampai Rey menghindariku. Ya, aku harus menanyakannya.

Sengaja, hari ini aku menunggu sampai sore tiba. Menunggu Rey yang sedang latihan futsal. Hanya saat ini satu-satunya kesempatan di mana aku bisa bertemu Rey tanpa ada Revi. Bukan, bukan aku takut pada Revi. Aku hanya ingin berbicara dengan tenang tanpa gangguan cewek itu.

Saat ini aku berdiri di rooftop. Menatap kota dari tempat tinggi ini. Yah ... ini memang sudah kebisaanku akhir-akhir ini. Bedanya, kali ini langit yang kutatap sudah berwarna jingga. Matahari benar-benar sudah berada di ufuk barat. Di tambah lagi awan hitam menghiasi sore ini. Angin berhembus kencang sejak tadi, seolah hujan akan turun.

Aku merapatkan sweater yang kupakai. Baru kusadari rupanya seseorang sudah berdiri di sampingku entah sejak kapan. Seseorang yang aku tunggu.

"Rey ..."

Rey sama sekali tidak menoleh. Wajahnya benar-benar dingin dan datar. "Kenapa lo manggil gue ke sini? Lo nunggu sampe sore di sini?" ujarnya tanpa mengalihkan pandangannya padaku.

Aku mengangguk walau aku tahu Rey tidak menoleh padaku untuk melihat anggukanku. Entah kenapa, saat melihat wajah Rey tiba-tiba lidahku terasa kelu. Aku tidak yakin aku bisa mengatakan apa yang ingin aku katakan ini. Ah .. tidak, aku harus!

"Rey ... gu-gue mau tanya se-sesuatu sama lo."

"Tanya apa?" Wajah itu masih belum mau menatapku.

"Lo ... kenapa lo jauhin gue? Gue ngerasa lo menghindari gue belakangan ini. Apa salah gue sama lo Rey?" tanyaku perlahan sambil menahan napas. Jantungku kini berdegup kencang.

Rey tiba-tiba mendengus. Selanjutnya ia tersenyum miring lantas menoleh menatapku dengan pandangan sinis. "Harusnya gue yang tanya sama lo. Kenapa lo bohong sama gue?"

Aku mengernyit tidak paham. "Bohong?"

"Ya, lo bohong sama gue. Lo pernah bilang kalau lo nggak akan pernah ninggalin gue. Waktu itu, pas kita kejebak di luar rumah karna Kak Tian bawa kuncinya. Lo inget?" tanyanya. Entah kenapa aku merasa bahwa nada itu sinis. Ya, aku ingat. Saat itu Rey menceritakan masa lalunya. Dan aku memeluknya seraya mengatakan bahwa aku tidak akan pergi dari sisinya. Lalu?

"Tapi akhirnya lo ninggalin gue. Seminggu yang lalu, Dhea bilang kalo lo sama dia udah nggak mau berteman lagi sama gue. Ha ... lucu. Gue bahkan nggak tau apa salah gue sampai-sampai Dhea bilang begitu. Dan sejak saat itu juga, sikap lo sama gue jadi sedikit berubah. Lo seolah berniat buat jauhin gue. Karena itu, gue memutuskan untuk menghindar dari lo."

Aku membelalakkan mataku seraya mencerna kata-kata Rey barusan. Dhea? Mengatakan kalau aku sudah tidak ingin berteman lagi dengan Rey? Kapan?

"Gue bener-bener kecewa. Gue pikir lo sama geng VCD-R bener-bener dateng buat jadi temen gue. Tapi ternyata itu cuma omong kosong. Pertama, Vito tiba-tiba jauhin gue tanpa gua tahu apa salah gue sama dia. Lo inget?"

Aku tidak bisa bergerak. Bahkan untuk mengangguk pun aku tidak bisa. Aku hanya terus menatap Rey dengan sorot mata yang bahkan tidak bisa kuartikan. Ya, Vito menjauhi Rey. Itu semua gara-gara aku.

"Setelah itu, Dhea juga bilang kalau dia benci sama gue. Gue nggak tahu apa yang gue lakuin sampai-sampai dia benci sama gue. Dan dia juga bilang kalo dia sama lo nggak mau temenan lagi sama gue."

Rey berhenti sejenak. Selanjutnya ia mendengus meremehkan. Lantas melanjutkan ucapannya. "Lo nggak tahu, seberapa sakitnya hati gue kala seorang temen pergi dari sisi gue. Trauma itu masih terus ada. Dan gue bener-bener hancur saat Vito, Dhea, dan lo ... jauhin gue."

DUA SEJOLI SALING JATUH CINTATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang