PART 26

298 23 0
                                        

♥♚♥

***

Ujian mid semester akhirnya berakhir. Anak-anak terlihat menunjukkan wajah leganya. Terlihat dari helaan napas lega seolah sudah terbebas dari kekangan yang mengharuskan mereka belajar. Memang benar, aku pun merasa demikian. Akhirnya aku tidak perlu mempelajari kimia brengsek yang rumit dan menyebalkan itu. Semuanya berakhir hari ini.

Aku mengeliat dan meregangkan otot-ototku. Setelah itu aku menengok ke bangku yang ada di pojok belakang sana. Cewek itu terlihat sedang menopang dagu frustasi. Terlihat jelas dari wajah merengutnya yang sangat kentara. Lagi-lagi dia terlihat ekspresif. Tanpa sadar aku sudah tersenyum tipis. Hanya melihat tingkah cewek ekspresif itu pun, suasana hatiku kembali membaik.

Benar, sejak pertama kali melihat senyumannya aku langsung tertarik padanya. Dia terlihat sangat manis. Apalagi saat dia sedang marah-marah tidak karuan. Dia terlihat lebih imut saat itu. Selain itu dandanannya juga tidak berlebihan. Dia terlihat simple namun menarik. Tidak seperti cewek-cewek sok feminim yang membosankan. Sampai akhirnya aku memutuskan untuk menyukainya.

Sejak awal aku sering kali melakukan modus untuk mendekatinya. Pertama, aku mengantarnya pulang saat melihat Chelsea kebingungan setengah mati. Kutebak dia tidak tahu rute jalan pulangnya mengingat dia adalah anak baru yang pertama kali tinggal di Kota Jakarta.

Setelah itu, aku pun mendekati Dhea, temanku sejak kelas sepuluh. Padahal Dhea itu menyebalkan, dia selalu saja berdebat denganku. Tapi karna melihat Dhea lah cewek yang paling dekat dengan cewek yang kusuka, aku pun mendekatinya a.k.a modus. Dengan begitu peluang untuk dekat dengan Chelsea pun semakin bertambah.

Tidak lama sejak saat itu, Chelsea lalu memutuskan untuk membuat geng yang ia namai VCD-R. Sebenarnya aku tidak terlalu suka dengan geng, sebab kesannya terlalu norak. Tapi, lagi-lagi demi membuat peluang mendekati Chelsea bertambah, aku pun hanya menyetujuinya. Dan benar saja, kami semakin dekat.

Sayangnya, kedekatanku dengan Chelsea tidak terlalu berhasil. Selama ini kedekatanku dengannya hanya sebatas teman satu geng. Tak kusangka ada seseorang yang menghalangi jalanku. Ya, pertama, teman satu klub basket yang bernama Smith. Playboy murahan itu terang-terangan menunjukan rasa sukanya pada Chelsea. Namun, ada yang lebih menggangguku dari dia.

"Rey, tadi jawaban nomor lima essay hasilnya berapa?" Tiba-tiba saja cewek yang sedari tadi kuperhatikan berujar.

Chelsea menengok ke sebelah kanannya dengan wajah melas. Lalu cowok dingin yang akhir-akhir ini menjadi temanku pun menengok kearahnya.

Cowok itu sungguh menyebalkan. Lalu kenapa aku berteman dengannya? Tentu saja karena Chelsea yang memintanya. Sebenarnya aku tidak terlalu suka dekat dengan si Rey yang sedikit membosankan itu. Terlebih lagi cowok itu selalu menghalangi jalanku. Ya, dia cowok kedua yang menghalangi jalanku untuk dekat dengan Chelsea.

"Kalau nggak salah 127," jawab Rey.

"Haaaa?? Kok beda, ya? Gue 523,67," balas Chelsea dengan wajah terkejut yang berlebihan. Tentu saja, karna dia tipe yang ekspresif.

"Hahahahahaha. Bego! Gede banget! Mana ada koma nya lagi hahahaha!!" Rey tampak tertawa terpingkal-pingkal.

Tentu saja itu adalah pemandangan yang langka mengingat cowok itu selalu terlihat datar. Dan orang yang membuatnya bisa seperti itu adalah ... Chelsea. Ya, kuperhatikan Rey sedikit berubah semenjak Chelsea berada didekatnya. Dia jadi lebih banyak bicara dan lebih ekspresif dari tampang datarnya.

"Huaaaa ... gue nggak bisa bayangin nilai gue berapa entar." Chelsea lagi-lagi memasang wajah melasnya yang ... em, menggemaskan.

"Dasar cewek bego!"

"Gue nggak sebego itu, ya! Pelajaran hafalan gue mendingan!" Chelsea tampak memelototkan matanya yang lebar dan mengembungkan pipinya yang sedikit chubby.

"Masa? Kok lo kalah pas taruhan sejarah?"

"Itu kan karna gue salah baca materi!"

Rey terlihat mendengus geli. Lantas ia lagi-lagi tertawa. "Cewek bego!" ledeknya sembari mengacak rambut Chelsea. Sementara Chelsea hanya memanyunkan bibirnya. Melihatnya dadaku terasa panas saat ini juga. Padahal ini bukan pertama kalinya ini terjadi.

Setelah itu Rey menarik pergelangan tangan Chelsea sampai cewek itu berdiri. Ia lalu merangkul bahu Chelsea dan membawanya berjalan berdampingan. Holly sh*t!

Parahnya, Chelsea tidak terlihat keberatan dengan perlakuan cowok itu padanya. Dia justru terlihat senang walau cowok itu sering kali meledeknya.

See? Itulah pengganggu paling nyata! Awalnya aku tidak terlalu memikirkan mereka. Namun entah kenapa semakin hari mereka terlihat semakin dekat dan akrab. Dan itu membuatku kesal.

Rey dan Chelsea tiba-tiba dicegat oleh cewek heboh yang berlari ke arah mereka. Kurasa Dhea sedang mengajak mereka pergi ke suatu tempat sebab keduanya terlihat menganggukkan kepala. Setelah itu Dhea menoleh ke arahku.

"Vitoooo!!! Hari ini kita ke café lagi, yuk! Kan refreshing pasca ulangan ceritanya!" teriak Dhea sembari melambai ke arahku, memintaku untuk bergabung bersama mereka.

Aku pun beranjak dari dudukku lalu berjalan ke arah tiga orang tadi.

"Sorry, hari ini gue nggak bisa gabung," ujarku seraya tersenyum.

"Lhooo ... kenapaaa?" ujar Dhea dan Chelsea berbarengan. Keduanya terlihat kecewa.

"Ada urusan," jawabku dengan cengengesan.

"Vit, malem ini lo ke rumah gue, kan?" tanya Rey padaku.

"Ngg ... kayaknya nggak bisa, Rey. Maaf, ya," kataku sembari tersenyum dan menggaruk tengkuk. Tentu saja aku berbohong. Mulai sekarang sepertinya aku tidak perlu lagi dekat-dekat dengan Rey.

Belakangan ini sebenarnya aku tidak terlalu suka dengan Rey. Kau tahu sendiri alasannya. Ya, aku jealous. Kenapa selama ini aku tidak menunjukkan sikap jealous-ku? Ayolah, aku tidak ingin terlihat menyedihkan. Aku selalu mencoba terlihat biasa walau dalam hati rasa cemburuku selalu meledak-ledak kala melihat mereka akrab.

Aku iri padannya yang selalu dekat dan menarik perhatian Chelsea. Sungguh. Kenapa aku masih bisa tersenyum disaat aku cemburu? Percayalah, aku tidak pernah bisa menunjukkan tampang kesalku sekali pun aku keki setengah mati. Dan lagi-lagi aku iri pada Rey yang selalu bisa memasang tampang kesalnya.

"Gue duluan, ya!" pamitku seraya melambai dan tersenyum. Tak lupa kujitak kepala Dhea yang memandangku sinis. Setelah itu aku pun pergi dengan dadaku yang terasa terbakar hebat.

-TBC-

DUA SEJOLI SALING JATUH CINTATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang