PART 18

361 29 1
                                    

Tanpa sengaja aku mendengar pembicaraan Chelsea dengan Dhea saat aku hendak mengambil kunci motorku yang ketinggalan. Dia bilang bahwa dia membentuk geng bodoh itu adalah untuk menemaniku dan tidak ingin membiarkanku kesepian.

Walau sedikit, entah kenapa aku merasa diperhatikan. Jadi selama ini dia menempeli dan merecokiku adalah agar aku tidak kesepian? Ada-ada saja cewek itu.

Tadi malam dia memarahiku. Ya, karena aku memintanya untuk membubarkan geng konyol itu. Tapi dia tetap bersikukuh dan keras kepala. Dia juga membentakku dan mengatakan sesuatu yang tajam. Yah, dia mengatakan bahwa aku terlalu pengecut dan m

engira bahwa berteman itu tidak berguna. Memang benar, aku memang tidak ingin berteman dengan siapa pun.

Aku punya alasan untuk itu. Trauma tersebut mungkin muncul sejak saat itu. Ya ... sejak kejadian itu, aku tidak pernah percaya bahwa orang yang kusayangi akan tetap berada di sisiku.

---

Wanita berambut ikal itu mengendap-endap dengan pisau di punggungnya, mendekati wanita berambut pendek yang sedang memunggunginya. Wanita berambut pendek tampak sedang menyiapkan minuman, mengaduk-aduk kopi susu yang akan hendak ia suguhkan untuk tamunya. Tamu yang merupakan adik iparnya.

Tanpa menunggu lebih lama lagi, wanita berambut ikal mengangkat pisaunya tinggi-tinggi dengan kedua tangannya, bersiap menikam wanita berambut pendek bernama Vira di depannya–wanita yang paling dibencinya.

Belum sempat wanita berambut ikal itu menancapkan pisaunya ke punggung Vira, Vira berbalik. Betapa terkejutnya Vira saat mendapati Meri–adik iparnya–tengah bersiap menancapkan pisau padanya.

"Aaaaaahhhhh ....!!"

Prannggggg!!

Suara teriakan dan bunyi gelas pecah terdengar bersamaan. Vira tampak membungkam mulutnya dengan kedua tangannya sendiri dan membelalakkan matanya lebar-lebar. Ia benar-benar tidak percaya dengan apa yang ia lihat di depannya. Meri, adik ipar satu-satunya, sedang menatapnya sengit dengan pisau yang ia angkat dengan kedua tangannya.

"Apa yang kamu lakukan??!" pekik Vira tertahan sembari melangkah menjauh dengan langkah gemetaran.

"Kamu! Kamu sudah merebut Mas Kevin dariku!! Kamu harus mati!!" jerit Meri dengan mata memelotot tajam. Setan-setan sudah menguasai dirinya. Kebencian jelas mengilat dari sorot matanya.

"APA?!" Vira terkesiap tak mengerti.

"Kamu merebut Mas Kevin dariku!!"

"Apa kamu bilang?! Bukannya kamu sudah menikah dengan Romy? Adik Mas Kevin?!"

"Cih! Itu hanya alasan supaya aku dapat kesempatan lebih banyak untuk bertemu denganmu, supaya aku bisa membunuhmu!!"

"Tidaakkk!!" Vira tampak ketakutan dan terus menghindar dengan langkah gontai. Saking paniknya ia terjatuh, namun kembali berdiri dan mencoba menjauh dari Meri dengan pisau ditangannya yang siap menikamnya kapan saja. Tidak ada siapa pun di rumah itu sehingga membuat Vira benar-benar ketakutan.

"Tapi itu sudah tujuh tahun sejak pernikahanmu dengan Romy, kenapa kamu baru berniat membunuhku sekarang??!"

"Karna baru kali ini aku mendapat kesempatan!!"

Kali ini Meri berhasil menjebak Vira di sudut ruangan. Vira tidak bisa kabur kemana pun. Seringaian kemenangan tergaris di bibir Meri.

"Saatnya kamu mati, Vira!!"

Meri mengayunkan pisaunya sekaligus, menancapkan pisaunya di bahu Vira sampai pisau itu menancap kuat di bahunya. Erangan tertahan terdengar memilukan. Vira akhirnya terjatuh dengan darah segar mengalir deras dari bahunya.

Meri mencabut pisau itu dari bahu Vira, berikutnya ia mengincar jantung Vira. Vira menahan lengan Meri yang mendorong pisaunya nyaris mengenai jantungnya. Vira menangis memohon.

"Kumohon, aku tidak tahu apa pun soal perasaanmu terhadap Mas Kevin. Tolong kita selesaikan masalah ini dengan baik. Ja-jauhkan pisaumu. Aku ... mohon," ujar Vira tersenggal-senggal.

"Sudah terlambat Vira! Aku terlanjur sakit. Dan aku menahan rasa sakit ini selama bertahun-tahun. Aku menikah dengan Romy, padahal aku sama sekali tidak mencintainya. Sementara kamu hidup bahagia dengan Kevin, pria yang aku cintai. Aku tidak sudi melihat wajahmu lagi!!" jerit Meri diikuti tangisan pilu. Tangisan yag berasal dari rasa sakit mendalam dari lubuk hatinya.

"Aaarrrrnnngggg ...." pekik Vira tertahan kala pisau menancap mengenai dadanya.

"Mama!!" panggil seorang anak lelaki kecil berumur enam tahun yang terkesiap menyaksikan ibunya tengah membunuh tantenya sendiri. Mata anak itu terbelalak lebar, tak percaya dengan apa yang ia saksikan.

Meri sempat menegok namun ia sama sekali tak mempedulikan keberadaan anaknya tersebut. Meri kembali mencabut pisau yang tertancap di dada Vira. Lantas ia kembali menikamkannya lagi. Mencabut lagi, lalu menikam lagi. Berkali-kali. Erangan menyakitkan terdengar begitu panjang keluar dari mulut Vira, dibarengi dengan tangisan Meri.

Anak lelaki itu hanya mematung di tempat. Menyaksikan ibunya tengah membunuh tantenya sendiri di depan matanya adalah hal yang membuatnya begitu shock. Anak lelaki itu menatap dengan pandangan kosong. Terus menatap tanpa bisa bergerak sedikit pun.

-

"Katanya ibunya membunuh tantenya sendiri, lho. Aku denger dari ibuku."

"Eeh?? Kenapa seperti di film-film? Hebat!"

"Dia menyeramkan. Anak pembunuh!"

"Ibunya kejam!"

"Aku nggak mau temenan dengan dia lagi. Aku takut!"

"Aku juga!"

Suara-suara itu sama sekali bukan bisikan. Anak-anak SD yang masih kelas satu itu terang-terangan mengatakannya dengan suara keras di depan anak lelaki yang terus menunduk dalam. Tidak ada yang bisa dilakukan si anak lelaki yang menjadi bulan-bulanan tersebut. Ia hanya terdiam dan terus menunduk mendengarkan makian teman-temannya yang dilontarkan padanya. Teman-teman yang dahulunya adalah teman baiknya. Yang setiap hari bermain bola dengannya.

Seorang anak tiba-tiba melemparkan penghapus pada wajah anak lelaki yang menunduk itu. "Dasar anak pembunuh! Monster!" teriak anak itu.

Anak lainnya melakukan hal yang sama. Kini seluruh anak diruang kelas itu tengah melempari anak lelaki malang itu dengan benda apa saja.

"Anak pembunuh!!"

"Ibuku bilang, ibumu pasti akan segera dihukum mati!"

"Kamu nggak pantes hidup! Dasar anak monster!!"

"IBUKU BUKAN MONSTER!!" Anak lelaki itu akhirnya mengangkat wajahnya dan berteriak sekencang-kecangnya.­ Anak lelaki itu mengangkat sebuah kursi dengan kedua tangannya. Ia menatap sengit setiap teman yang memandanginya.

"Huaaaa ... dia mau bunuh kita! Kabuuur!" teriak anak-anak ribut. Anak-anak itu berlarian menjauh.

Sementara anak lelaki malang hanya menatap dengan padangan kosong dan hampa. Ada rasa sakit yang terasa begitu memilukan di dadanya. Hatinya terasa nyeri. Saat ini ibunya sedang ditahan di penjara dan sebentar lagi akan menjalani hukum mati. Sekarang, bahkan teman-teman dekatnya tidak lagi ingin berteman dengannya. Memakinya. Menganggapnya monster. Lalu meninggalkannya ....

♥♚♥

DUA SEJOLI SALING JATUH CINTATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang