Yang tersembunyi

12.3K 508 10
                                        

Pukul 19.00 Shevin mengunci kamarnya dan menuruni tangga sambil menenteng tas kamera dan sepatu yang bergambar ceklis, diruang tamu masih ramai. Tidak mempedulikan keadaan, Shevin membuka kulkas dan mengambil botol air minum dan memasukannya ketempat samping tasnya.

"Shevin mau kemana, nak?" Tanya wanita awal 40 tahunan, bundanya.
"Pergi hunting, bun" Shevin menjawab dengan nada halus, dia benar-benar menghormati orang yang telah melahirkannya. Hanya bundanya yang masih menganggapnya, meski dia tahu Bundanya menjaga jarak setelah kejadian itu.

"Pergi hunting apa jalan sama om langganan?" Lagi, tante Ana bersua.
"Ahh, kamera hadiah kencan semalam ya?" Tambahnya makin panas.

"Tante udah dong, kasian Shevinnya" suara lembut Sheva mengalun, kakak kembar non-identik.
"Ekhm... lu mau hunting dimana?" Kali ini suara bass dari kekasih Sheva, Alder mencoba mencairkan suasana.
Dering handphone Shevin memecahkan suasana yang tegang, melihat nama penelponnya Shevin segera mengangkatnya.

"Halo assalamualaikum"

"....."

"Otw"

"....."

"He'eh"

"......"

"Wassalamualaikum"

Shevin cepat mengenakan sepatunya. "Kamu, makin hari makin kurang ajar aja ya, kalau orang nanya itu dijawab" kembali Ayahnya membuka suara.
Shevin memejamkan matanya, menahan amarah dalam hati, ingin sekali dia meneriaki semuanya, namun dia tahan. Shevin menatap semua orang yang ada disana dengan datar, tidak ada ekspresi sama sekali.

"Saya tidak akan menjawab apapun, karena tidak ada pertanyaan hanya sebuah tuduhan. Apa yang saya lakukan bukankah kalian yang paling tahu dibanding saya sendiri?, jadi tanpa jawaban dari saya kalian sudah mendapatkan jawaban masing-masing"
Jawabnya datar.

Semuanya diam mencerna perkataannya, Shevin mengatakannya dengan sopan tetapi menusuk. Tidak ambil pusing dengan kebisuan semuanya, dia keluar rumah setelah mengucapkan salam.

Shevin berjalan santai menikmati angin malam yang menerpa wajahnya, sesekali dia bersenandung kecil. Anak rambutnya dimainkan angin, hatinya terluka dan lukanya tak pernah kering. Shevin belajar mandiri, bukan belajar tetapi sebuah keharusan untuk mandiri, dia dipaksa mandiri karena kesendirian tidak ada satupun keluarga yang mau menopangnya. Apa arti keluarga baginya? Hanya sebuah status diselembar kertas yang diresmikan negara.

Bagi Shevin keberadaan dirinya hanya sebagai perusak, meski kembar Sheva dan Shevin selalu dibedakan. Sheva sang malaikat dan Shevin Lucifer (iblis), Sheva yang berbakat dan Shevin yang terbelakang. Shevin selalu menjadi bayangan, sembunyi dalam kegelapan, tak terjamah, begitu dingin. Kenapa ia begitu dibedakan, mereka kembar tapi kenapa hanya ia yang dibuang.

"Bang, anterin kekotu ya" katanya begitu sampai dipangkalan ojek depan kompleknya.
"Siap neng"

Perjalanan memakan waktu 1 jam, setelah membayar ongkos, Shevin mengeluarkan kacamata minusnya. Dia mengedarkan pandangannya mencari teman-temannya, begitu melihat kawanannya Shevin menghampiri mereka.

"Yang lain mana?"
Shevin duduk lesehan dibawah pohon yang terlihat gersang.

"Belom dateng" jawab seorang laki-laki dengan jeans belelnya, khas anak kuliahan.

"Yeee, tadi si pepep nelponin gue mulu. Sekarang malah dia yang telat, kampreeett"

"Gue hunting duluan dah, btw temanya apa?" Tanya Shevin yang sudah berdiri menepuk-nepuk pantatnya yang kotor.

"Kesunyian, kenapa gak barengan aja ntar si pepep nyariin lu" kali ini cewek dengan wajah Chinese yang menjawab.

"Yahh ci, kelamaan nungguin dia. Gue pengen cepet-cepet pulang, besok mau marahin orang nih. Duluan Cici, bang Iwan, bang Dodi"

PainfulTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang