Jika ingin di hargai, maka hargailah orang lain terlebih dahulu.
Di mulai hal kecil, seperti VOTE?
-
-
-
-Pukul tujuh malam Reno telah menelepon Shevin untuk segera ke taman komplek, Reno sudah menunggu di sana.
Shevin mengenakan dress hijau tua, dilapisi dengan jaket Army. Wajahnya ia tutupi dengan masker, tas ransel kecil tersampir di punggungnya.
Di ruang tamu ada keluarga Alder dan beberapa sepupunya yang berkumpul, Shevin heran mengapa rumahnya tidak pernah sepi.
"Kamu mau kemana malam-malam begini?"
Tanya Bundanya.Seketika perhatian semua orang teralihkan padanya, padahal tadinya tidak ada yang mengetahui keberadaannya, layaknya makhluk tak kasat mata.
"Aku ada urusan bentar, bun"
"Ngapain kamu pake dress segala?"
Tanya tante Ana yang baru saja keluar dari dapur."Nemenin om-om tajir, tante. Bukannya tante udah tau, ngapain nanya?"
Jawab Shevin sinis. Rasa hormatnya sudah hilang."Shevina!!" Bentak Ayahnya.
"Yang sopan kalo ngomong sama orang yang lebih tua. Kamu gak boleh pergi, kembali ke kamarmu"
Shevin tetap berjalan keluar, tidak menuruti perintah Ayahnya.
"Shevin, kembali ke kamarmu atau kamu gak usah pulang sekalian. Mau kemana anak gadis pergi malam-malam begini?"
"Contoh Sheva yang nurut sama orangtua, gak pernah membangkang kayak kamu. Saya ragu kamu itu kembarannya Sheva, melihat tingkah lakumu yang sangat berbeda. Bukan hanya wajah kalian yang berbeda tetapi sifat kalian pun sungguh bertolak belakang"
Tanpa ada yang tahu Shevin menggigit bibir bawahnya. Hatinya kembali tersayat, hari ini dua orang meragukannya. Bahkan ayahnya.
Dirinya sendiri pun ragu apakah dia anak mereka, mengingat dirinya diperlakukan bagai orang asing dirumahnya sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Painful
Teen FictionShevina Saphire Anggara adalah anak jenius, kapten basket, pengusaha sukses, intelijen elite, dan segudang bakat lainnya. Shevin biasa dia disapa terlalu sempurna untuk anak 14 tahun. Namun, dia tidak pernah diharapkan oleh keluarganya. Dia lelah de...