Malam ini adalah ulang tahun kakaknya. Rafel akan merayakannya di rumah bersama teman-temannya. Ayah, Bunda serta Sheva pergi ke luar kota untuk menghadiri pembukaan cabang perusahaan rekan kerja Ayahnya.
Hanya Shevin yang tidak ikut, memilih fokus pada Ujian Nasional yang sebentar lagi di adakan. Dia juga di sibukan dengan agenda serah terima jabatan untuk anggota OSIS yang baru, begitu pula pertandingan basket yang sudah mencapai babak final.
Hubungannya dengan Ari berjalan cukup baik diluar dugaannya. Hanya saja sering kali mereka berdua terlibat adu mulut untuk hal yang tidak penting. Ari masih suka melirik laki-laki tampan nan sexy saat mereka berkencan di mall dan Shevin sangat membenci itu.
"Punya mata itu di jaga, tobat ya tobat. Jangan tobat terus maksiat" Celetuk Shevin yang kesal dengan tingkah kekasihnya.
"Yaelah Amour, masa cemburu ama cowok sih?" Kata Ari sambil menaik-turunkan alisnya genit.
"Justru itu! Gue jadi geli sendiri cemburu sama cowok. Gue gak masalah saingan sama cewek, lha ini saingan gue cowok. Sekali tabok, ilang gue" Shevin mengerang berlebihan membuat Ari terbahak-bahak, senang rasanya menggoda Shevin.
Padahal orientasi seksualnya telah kembali normal berkat terapi yang dijalaninya dengan bantuan Tio yang seorang Psikiater. Pada dasarnya orientasi seksual Ari normal, hanya saja trauma masa lalu membuat ia begitu takut dengan wanita.
Semenjak mereka memutuskan menjalin hubungan lebih dari sebatas teman, sifat mereka jauh lebih terbuka dibanding sebelumnya. Ari ternyata adalah orang yang sangat humoris dan manja. Sikap dingin dan sinis yang sering ia tunjukkan pada orang lain hanyalah sebuah tameng yang digunakan untuk melindungi dirinya dari dunia luar.
Shevin pun mulai membuka dirinya, ia merasa curang bila terus menyembunyikan dirinya sementara Ari begitu terbuka padanya. Segala hal yang Ari rasakan selalu ia bagi kepada Shevin, entah itu baik, maupun buruk.
Pernah sekali Ari memergokinya menangis saat ia menjemput Shevin dari klub basket, Shevin menangis seorang diri di tengah lapangan outdoor. Saat menanyakan alasannya menangis Shevin hanya menggelengkan kepalanya, tidak mau menjawab.
"Kita pacaran kan? Dan kita pacaran bukan untuk main-main, aku serius sama hubungan ini. Kalau saja kamu sudah lulus, pasti akan langsung aku nikahi"
"......................."
"Aku selalu berbagi semua hal sama kamu, dan kamu selalu setia mendengarkan dan memberi aku semangat serta saran. Tapi itu bukan hanya tugas kamu, sekarang kamu ada masalah. Maka, kamu wajib menceritakannya padaku. Dengar! Mulai sekarang, beban kamu bebanku juga, paham?"
Shevina menatap mata tajam Ari yang semakin menajam, membuatnya jatuh dalam lubang tak kasat mata. Ari memeluknya hangat, seketika itu pula pertahanan Shevin runtuh begitu. Shevin tidak pernah menangis selain dihadapan Bima, Sakti, dan Arka, tapi ia luluh dengan ketulusan Ari. Merasa pelindungnya kembali padanya.
Cerita pedihnya ia katakan pada Ari, kekecewaan, marah dan kesedihannya diungkapkan semua. Ari mendengarkan dengan seksama tanpa berniat memotong sedikit pun.
Jemari kokohnya dengan lembut mengusap lelehan airmata sang pujaan hati. Saat tangisan Shevin kembali meledak, Ari mendekapnya seerat yang ia bisa, saakan-akan menyerap semua kesedihan Shevin.
"Ada aku yang akan jadi tempat kamu pulang, seperti kamu yang menjadi tempat aku pulang. Mulai sekarang saat kamu lelah, kecewa, marah, sedih dan putus asa, datanglah padaku. Sama seperti aku yang selalu datang padamu" Ujar Ari penuh janji. Giginya bergemeletuk menahan amarahnya yang ingin lampiaskan pada keluarga Shevin yang begitu kejam.
KAMU SEDANG MEMBACA
Painful
Teen FictionShevina Saphire Anggara adalah anak jenius, kapten basket, pengusaha sukses, intelijen elite, dan segudang bakat lainnya. Shevin biasa dia disapa terlalu sempurna untuk anak 14 tahun. Namun, dia tidak pernah diharapkan oleh keluarganya. Dia lelah de...