Jangan Pergi

14.3K 546 27
                                    

Kematian memang mengintai siapa saja dan dimana saja. Tua, muda, bahkan janin yang belum terlahir pun dalam bayang-bayang malaikat Izrail. Kalian bisa meninggal dimana pun, entah itu dijalan, dirumah, sekolah atau dalam buaian orang terkasih.

Orang bijak pernah bilang. Jangan sia-siakan waktu singkat di dunia hanya karena kesenangan semu, ketahuilah hidupmu didunia adalah untuk menabung amal untuk hidup kekal di akhirat nanti. Karena sesungguhnya orang yang menyia-nyiakan waktunya adalah orang yang merugi.

Setiap manusia memiliki penyesalan masing-masing dalam hidupnya. Sebagian orang meraung-raung penuh sesal, tapi apakah waktu dapat kembali ke masa yang ingin kalian perbaiki? Tidak bukan?

Di depan ruangan VVIP disalah satu rumah sakit terbaik di Jakarta penuh oleh orang-orang yang menjenguk. Jam besuk yang berlaku tidak terpakai lagi, Rudi membuat pihak rumah sakit terpaksa mengijinkan orang-orang yang menjenguk Shevin.

Disana tubuh Shevin tergolek tidak berdaya ditempeli berbagai alat penyokong kehidupan. Hampir seluruh tubuhnya terbalut perban tebal, bahu kirinya diberi bidai khusus agar tulangnya yang patah tidak kembali bergeser. Wajahnya tidak terlihat, tertutupi perban dan alat pernapasan yang diletakkan di mulutnya.
Ventilator membantu oksigen masuk ke paru-paru Shevin. Suara EKG terasa seperti dentuman maut.

Sakti, Bima, dan Arka yang disibukan dengan aktivitas mereka langsung datang kerumah sakit begitu Rudi menghubungi lewat ponsel Shevin yang ditemukan dilokasi kejadian. Mereka bertiga datang di waktu yang hampir bersamaan, raut wajah mereka sama. Kusut.

Lain halnya dengan Ari, dia hanya diam, membiarkan suara Rudi yang memanggil namanya karena tidak ada sahutan. Ari mendapatkan jawaban dari rasa takut yang tidak diketahui penyebabnya, ternyata firasatnya benar. Shevin, kekasihnya dalam bahaya. Tak lama setelah Shevin meninggalkannya yang terlelap, dia bangun dan mencari Shevin kepenjuru rumah dengan panik. Ibunya mangatakan Shevin pamit pulang. Sialnya, Shevin tidak menjawab puluhan telepon darinya, dan saat telepon berdering malah kabar buruk yang didapatkan.

Ari duduk beralaskan tikar bersama Sakti, Bima, dan Arka. Mereka sengaja menggelar tikar supaya semua orang dapat duduk, karena bangku yang disediakan rumah sakit tidak mencukupi untuk semua orang. Tiga orang berseragam TNI angkatan darat menjaga pintu dimana Shevin terbaring, Rudi meminta perlindungan TNI karena merasa kurang percaya pada polisi yang bisa saja orang-orang musuh intelijen.

Ditangan mereka masing-masing memegang Al-Qur'an membacakan setiap ayat dalam lantunan menenangkan. Mata mereka memerah, menandakan begitu pentingnya Shevin bagi mereka. Semua orang yang menyayangi Shevin datang untuk mendoakanya. Ada anggota PMI berkumpul disudut masih dengan seragam kebesarannya, teman-teman sekolah, guru-gurunya.

Sudah sepuluh hari Shevin terbaring tapi, bukannya surut penjenguk malah semakin membeludak berdatangan ke rumah sakit. Keluarga Shevin duduk ditikar yang sama bersama pembesuk yang lain, mata Bunda Shevin membengkak terlalu sering menangis. Bram tidak lebih baik, wajahnya terlihat kuyu

"Kalian puas? Puas bikin Shevin kaya gini.., atau kalian merasa belum cukup sebelum Shevin mati!" Arka menatap bengis keluarga Shevin.

Ucapan Arka menghentikan lantunan ayat suci, mendadak koridor itu senyap, hanya suara EKG yang sayup-sayup terdengar.

"Kami menyesal, sungguh... Shevina anak kami, kami menyayanginya. Aku Ibunya, aku merasakan sakit yang anakku alami"

"Nyonya, bukankah kata-kata anda terlalu terlambat diucapkan? Kemana saja anda selama ini, ketika Shevin menderita sendirian. Apa yang kamu lakukan saat suamimu mencambuk Shevin, kamu tidak melakukan apapun sebagai seorang Ibu.

Dan sekarang anda bilang merasakan sakit yang di alami Shevin. Nyonya, bahkan Ibu seekor harimau pun lebih baik dibandingkan dengan anda. Anda bahkan tidak pernah mengobati lukanya sekali pun, tidak pernah!"

PainfulTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang