Tawuran

10.7K 523 6
                                    

Seperti biasa Shevin tertidur dikelasnya, dan didepan kelas guru matematika wajib sedang menjelaskan materi lanjutan.

Segerombolan siswa laki-laki melewati kelas XI-MIA1 yang memang berada dilantai satu, Shevin yang sedang tertidur terbangun mendengar derap langkah gerombolan tersebut.

Dia melongok kejendela mengamati penyebab dirinya terbangun, alis kirinya terangkat keatas saat pandangannya menemukan seorang siswa yang memasukan sebuah gir motor yang diikat ke gesper kedalam tas.

Otaknya langsung bekerja cepat menyadari bencana apa yang akan terjadi 'sial', batinnya. Secepat yang dia bisa dimasukannya semua buku kedalam tasnya, disaat seperti ini ia menyesal selalu menaruh buku-buku pelajaran didalam laci meja guna memudahkan saat mengambilnya.

"Maaf bu, ini darurat. Kalian beresin tas, pulang secepetnya jangan ada yang kluyuran. Jangan lewat area jalan layang, bakal ada tawuran"
Tidak menghiraukan pertanyaan Bu Fitri dan teman-temannya, Shevin segera berlari keruang kepala sekolah.

"Minggir woyy, aer dingin!" Shevin meneriaki semua siswa yang menghalangi jalannya.

Tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu Shevin membuka pintu, nyaris membanting. Mengambil napas dalam-dalam berusaha mengisi paru-parunya yang terasa sesak. Didepannya Winarto selaku kepala sekolah masih memasang ekspresi kaget, setelah melihat siapa yang menmbanting pintu ia mulai bernapas lega.

"Diotak jenius kamu itu isinya apa sih vin? Wong ya ketuk pintunya dulu" sindir Winarto, jengkel.

"Aduh Pak.., saya panik ini. Maaf deh" Winarto menelusurinya raut wajah Shevin, namun yang ditemukan hanya wajah datar seperti biasa.

"Mana ada orang panik mukanya biasa aja, vin"

"Saya buktinya, ah si bapak nih saya jadi lupa tujuan saya lari-lari kan" gerutu Shevin.

"Kenapa memangnya? Kamu mau ikut lomba nasional? Apa mau nitip piala, taruh aja ditempat piala kamu"

"Bukan pak, ya Allah kesel banget saya sama bapak. Gini pak, tadi saya liat anak-anak cowok pada keluar sekolah, gerombolan gitu"

"Lah memangnya ada bolos rame-rame?" Shevin memutar bola matanya, malas.

"Mereka mau tawuran, pak"

"Bapak akan menelpon polisi"

"Tunggu pak, saya yang akan menelpon polisi saat tawuran baru mulai" Winarto yang baru menempatkan handphone ditelinga kembali menurunkannya.

"Kenapa harus menunggu terjadinya tawuran?"

"Saya ingin memberikan efek jera" Winarto tersenyum mendengarnya.

"Baiklah kamu urus diluar, dan bapak yang akan mengurus didalam. Bapak pastikan semua murid pulang dengan selamat, kabari bapak terus"

"Baik, pak. Kalau begitu saya permisi dulu" Shevin undur diri.

Meninggalkan ruang kepala sekolah, melewati lobi terdengar pemberitahuan kepada semua murid untuk pulang. Dipos satpam dia menghentikan langkahnya, melihat kedua satpam sekolah sedang menikmati siaran televisi.
"Maaf pak, tadi yang jaga gerbang siapa ya?"

"Eh neng Shevin, tadi yang jaga kang Ujang. Kita berdua disuruh ambil barang di kecamatan"

"Ohh.., makasih ya mang Dikin, mang Engkos. Saya permisi" Shevin mengangguk paham, dalam hatinya ia bersumpah akan mendepak satpam bernama Ujang yang telah berani membuka gerbang untuk anak-anak yang ikut tawuran.

"Sama-sama neng"

Begitu keluar gerbang Shevin langsung berlari kencang meski tidak menyukai olahraga lari dia dapat berlari dengan baik karena seorang kapten basket, yang memang dituntut kekuatan fisiknya.

PainfulTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang