"Ayah, kumohon dengarkan aku dulu!" Aku terus mengekori Tuan Park yang terhormat, "Ini Bukan kesalahanku, Ayah. Bukan aku yang mencuri soal ujiannya. Aku bersumpah, Ayah."
Ayahku nampak sangat marah. Beberapa anak berseragam membungkuk hormat saat ayahku yang menjabat sebagai Kepala Sekolah melewati mereka satu persatu. Malah ada sebagian anak yang memilih untuk tidak bertemu ayahku dan pergi berbalik arah.
Oh, ayolah, siapa yang tidak tahu kepala sekolah dengan emosi di atas kadar normal.
Aku berani bersumpah kalau ini sungguh memalukan. Sepanjang koridor, aku nampak seperti pengemis yang minta belas kasihan karena dilarang membuka lapak di area sekolah. Tapi bukan itu kenyataannya. Bagiku ini justru lebih parah ketimbang kejadian tahun lalu saat aku tidak sengaja merusak papan reklame acara pensi dan sebagai hukumannya aku harus membersihkan ruang auditorium selama satu bulan penuh.
"Ya, Tuhan! ayah ..." dengan mulut yang hampir berbusa aku mengerang.
Pakaianku berantakan, rambutku sudah tidak karuan, ditambah wajahku yang mungkin sudah terlihat jauh lebih tua dari usia asli. Ini masih jam delapan dan ayah sudah membuat pagiku jauh lebih buruk dari roti panggang gosong yang paman Kang berikan untuk sarapan.
"Tidak."
"Ayah, bisakah kau berhenti dan mendengarkan penjelasanku?"
"Akan ku laporkan pada ibumu." Lelaki itu menarik gagang pintu ruangannya.
"APA?" pekikku keras.
Aku mematung. Keringat dingin sudah mengembun di dahi dan mengucur di dalam seragam sekolah. Sudah tidak kuperdulikan berapa banyak murid yang kini tengah menatapku penuh minat. Seolah aku adalah badut yang tanpa sengaja tersesat.
Ibu?
Ya, Tuhan. Ya Tuhan. Ya Tuhan ... jangan sampai ibu tahu masalah ini. Tidak. Pokoknya tidak boleh. Selama ini aku berusaha terlihat sebagai anak baik dan manis di depan ibu yang sekarang ada di Beijing untuk mengurus harta warisan.
Well, keluarga kami sudah jatuh miskin karena si Mari tolol yang membawa kabur harta keluarga dan harta calon suaminya sendiri. Dia sungguh tolol.
"Ayah, kumohon dengarkan aku dulu dan jangan laporkan pada ibu. Kumohon!"
Mataku mengabur. Sekali saja aku berkedip, aku yakin air mataku akan tumpah. Benar-benar hal yang menakutkan kalau ibu sampai tahu masalah ini. Hatiku mendadak berubah sekeras bau dan setajam belati. Tanganku mengepal.
Satu-satunya orang yang pantas disalahkan atas kejadian ini hanya si brengsek itu...
Ya, benar si iblis sekolah...
Jeon Jung kook.
Ugh! Aku benar-benar membencinya.
***
Jungkook tertawa keras memenuhi penjuru kantin. Bagi kebanyakan siswa itu adalah tawa yang sangat merdu. Tapi tidak dengan korban kekejaman Jungkook. Bagi mereka itulah satu-satu marabahaya yang paling nyata.
Taehyung sendiri hampir tersedak cola-nya begitu Jungkook tertawa.
"Wah, serius. Kau sudah gila. Tapi keren."
"Kan sudah bilang, dia itu sampah sekolah."
Kali ini Jimin tertawa tak kalah keras. Kantin, perpustakaan, Laboratorium, dan semua sudut sekolah adalah milik mereka. milik tiga pangeran sekolah. Taehyung si pangeran penuh kharisma dengan pesona bertebaran, lalu ada si Sexy Jimin yang bisa merebut hati wanita lebih cepat dari USS Albacore, terakhir ada Jungkook si pangeran neraka yang begitu menggoda.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Byuntae, Creepy
Fanfiction[DINOVELKAN] [TERSEDIA DI GRAMEDIA] Jeon Jung Kook. Tukang paksa. Kejam. Keji. Seingatku, dia adalah orang yang suka sekali menjadikanku target kekejamannya di sekolah. Obsesinya bisa saja menghancurkanku. Sampai aku harus menerima kenyataan yang su...