Pt. 58

88.7K 9.4K 4.1K
                                    

Hari-hari bergerak maju, tapi keadaan tetap sama.

Jungkook belum beranjak dari dunianya. Aku melihat dia menjadi lebih ambisius. Dia selalu pergi pagi-pagi sekali ke perpustakaan sekolah dan pulang larut malam.

Terulang, seperti malam sebelumnya, aku menghampiri pintu kamar Jungkook. Aku menanyakan tentang makan malam, tetapi dia cuma memberi balasan singkat kalau sebaiknya aku tidak menganggu.

Tersingkap keinginan untuk membahas perihal apa yang ia katakan subuh itu. Mengenai seluruh ucapannya yang bagaikan mencabik hatiku.

Kalau pada akhirnya menyerah, kenapa sejak awal harus mempertahankan?

Kini, cuma ingin berpura-pura tidak mendengar penuturannya saat itu. Aku tidak harus memahaminya. Aku hanya perlu menutup telingaku jika Jeon Jungkook menyerah pada hubungan kami.

Aku tidak mengerti kenapa dia menyerah?

Memang, akhir-akhir ini aku menyadari sebuah perubahan. Perubahan mengenai sikap dan cara bicara Jeon Jungkook padaku setelah kematian ayahnya. Perubahan kecil yang entah dia sadari atau tidak. Perubahan yang menyakitkan bagiku. Dan perubahan yang membuat pikiranku sulit.

Jungkook menjadi dingin dan lebih dingin. Hubungan kami semakin jauh sampai aku sering berpikir kalau dia bisa saja membuangku.

Perih meresap ke seluruh tubuhku menghantarkan rasa sakit sampai rasanya jantungku seperti remuk.

Tidak pernah sekali pun kurasakan perasaan semacam ini.

Bagaimana hidupku bila tanpa Jungkook.

Aku terbiasa dengan kehadirannya. Aku terbiasa melihat sosoknya. Aku terbiasa dengan semua caranya memperlakukanku.

Hariku... hidupku... hatiku... dan semua yang berkaitan denganku adalah pengaruh darinya.

Sejak awal begitulah hidupku.

Oke, mungkin aku bodoh. Tetapi aku merindukannya. Aku ingin melihat wajahnya walau sekilas.

Dan sekarang aku merasa hidupku kembali pada titik awal kilas balik. Ketika Jeon Jungkook bersikap kasar padaku, ketika aku tidak bisa menebak hati maupun menerka tujuan dari isi pikirannya. Sampai ketika dia menyampaikan cintanya untukku, mencurahkan segala perasaannya dengan sangat, amat tulus.

Momen itu cukup membuatku terperangkap pada gelombang kehancuran jika dia menyerah dan membuangku.

Tanpa sadar aku menahan napas selama beberapa detik sewaku tiba di depan pintu kamarnya.

Kutegarkan hati ketika mengetuk pintu itu.

"Sunbae, bisa keluar sebentar. Ada yang ingin aku katakan."

Dia tidak menyahut.

Sekali lagi kuketuk pintu itu. "Sunbae, kau mendengarku?"

Pandanganku pindah ke lantai di mana celah pintu Jungkook samar-samar membinarkan cahaya. Dalam sekejap cahaya itu menghilang. Lampu kamarnya dipadamkan. Jungkook berpura-pura tidak mendengar.

Apa yang salah?

Berulang kali, hanya pertanyaan itu yang tercetus di otakku.

Aku menghembuskan napas, lalu angkat suara, "Aku tahu kau mendengarku." Kupastikan itu, meski aku tahu di dalam sana dia masih terjaga. "Kalau kuberitahu sesuatu... kau pasti mendengarnya, 'kan?"

Sejenak aku mengumpulkan keberanian.

Detik ini, saat menatap pintu kamarnya, aku seperti melihat masa depan yang tidak bisa dijanjikan. Bahkan untuk menebak pun tidak bisa. Antara jarak kami sekarang, tidak dapat kutemukan sepercik petunjuk.

The Byuntae, CreepyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang