Pt. 25

193K 16.2K 3.3K
                                    

Cela bibirku bergerak membaca buku tanpa suara. Televisi kubiarkan menyala.

Hampir pukul 11 malam. Sepertinya Jungkook sudah tidur.

Akhir-akhir ini aku menjadi sangat tempramen dan sensitif. Menangis tanpa sebab kalau Jungkook pulang telat, dan setelah diteliti aku tahu alasan kenapa ia selalu pulang terlambat.

Jungkook adalah siswa tingkat akhir yang harus disibukkan pada ujian kelulusan dan persiapan Universitas. Cukup masuk akal ketimbang kencan dengan Soo Ah.

Kondisiku juga mulai menurun.

Bukan, bukan. Bukan karena aku hamil. Aku sungguh tidak hamil.

Aku sudah memastikannya sendiri.

Dua hari lalu kuberanikan diri membeli testpack karena perutku sering sakit. Hasilnya negatif.

Ini karena aku sering mimpi 'hamil' makanya aku jadi sedikit paranoid.

Sabtu lalu juga kuberanikan diri datang ke rumah sakit. Dokter bilang aku hanya mengalami peradangan kecil di bagian usus.

Setidaknya itu membuatku lega.

Aku terus membaca kalimat demi kalimat.

Kehamilan terjadi karena direncanakan
ataupun
tidak direncanakan.

Aku menggeleng. "Kami tidak merencanakannya."

Alisku berkerut. Kulanjutkan membaca.

Cara-Cara
Memastikan
Kehamilan

Dadaku berdetak kuat saat membaca sub judul.

"Ah, untuk apa kupastikan lagi."

Meskipun isi kepalaku berpikiran begitu, namun tanganku tidak tahan untuk tidak membalik halaman berikutnya.

Kubaca baik-baik setiap kalimat.

Tingkat keakuratan hasil pengujian testpack tidak 100% akurat.

Ludahku menjadi keras seperti batu. Untuk melanjutkan membaca, rasanya sudah tak sanggup.

Andwae, tidak mungkin benda itu salah. Aku juga sudah ke dokter kok.

Kugigit jari telunjukku.

Dan betapa terkejutnya aku saat sebuah tangan merebut buku itu secara kilat. Aku berbalik, lalu berdiri.

.
.
.

Jeon Jung Kook.

Hatiku tidak bisa merapalkan namanya dengan baik.

Jungkook mengangkat buku itu tinggi-tinggi sambil membaca judulnya.

Dahinya membuat kerutan. "Psikologi Kehamilan?"

Lambat laun kerutan itu menghilang.

Aku bergidik ketika melihatnya menyeringai aneh.

"Kembalikan." Kulakukan lompatan kecil untuk menjangkau buku itu.

Dia masih menyeringai. Sebelah tangannya yang memegang buku terangkat begitu tinggi, belum mau menurunkan bukunya.

Wajahku panas.

"Kembalikan bukunya," ucapku bergetar, sekaligus tidak berani menatap langsung matanya.

Memalukan sekali.

Dia terkekeh. "Jadi..., selama aku sibuk belajar, kau justru sibuk baca buku begini?"

Pluk.

The Byuntae, CreepyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang