Chapter 9

5.2K 647 19
                                    

Pemuda itu bersandar dengan santai pada pintu lokernya. Kedua mata Hitam-nya mengawasi gadis berambut Caramel di loker sebelah. Biasanya setelah urusan dengan lokernya selesai, dia langsung pergi. Namun kali ini lain. Ujung bibirnya terangkat sedikit membentuk senyum malas saat melihat gadis itu bergulat dengan pintu lokernya. Senyumnya melebar ketika usaha gadis itu tak kunjung berhasil.

"Butuh bantuan?"

Si Caramel melirik kearahnya, kedua matanya melebar saat rona merah menghiasi pipinya. Si pemuda tertawa kecil melihatnya.

"T-Thanks Jimin... T-Tapi a-aku bisa..."

Jimin menelengkan kepalanya. "Benarkah, Yoongi?" Wajah gadis itu makin memerah ketika mendengar namanya disebut pemuda itu. "Hasil pengamatanku membuktikan kau sudah gagal menutupnya berulang kali. Kelihatannya kau bisa menghabiskan sesorean ini hanya untuk menutup loker itu..."

"A-Aku yakin aku bisa..."

Jimin memotongnya, "Sementara aku disini, bersedia, mau, dan mampu menolongmu." katanya sebelum menegakkan badan. "Minggir."

Adegan ini terasa begitu familiar bagi mereka berdua. Karena tahu ia tak punya pilihan lain, Yoongi langsung melangkah kesamping sesuai perintah Jimin.

"L-Loker ini makin lama makin sulit ditutup." kata Yoongi setelah Jimin berhasil menjinakkan pintu lokernya yang bandel.

"Kau akan terbiasa." Jimin kembali bersandar pada lokernya sambil terus mengamati Yoongi. Ia heran menemukan dirinya masih berada di dekat gadis ini saat ia seharusnya sudah berada di tempat parkir bersama teman-temannya yang lain.

"K-Kuharap begitu..." Sebenarnya Yoongi sama sekali tak punya waktu untuk obrolan basa-basi seperti ini. Namun, demi alasan kesopanan, ia tetap berdiri di tempatnya dan menunggu sampai Jimin meninggalkannya duluan.

Hanya saja... saat itu tak kunjung datang.

"Mmm... A-Apa yang masih kau la-lakukan disini?" Yoongi tak bermaksud mengusir atau apapun, tapi ia betul-betul bingung mengapa laki-laki itu belum juga meninggalkannya. Area loker 7 sudah hampir kosong. Di deretan itu hanya tinggal mereka berdua saja.

"Aku bisa menanyakan hal yang sama padamu."

Yoongu menatap ujung sepatunya. "K-Kalau begitu... A-Aku pergi sekarang." Ia membungkuk sedikit sebelum berjalan meninggalkan pria itu. "S-Sampai jumpa besok."

Jimin menyipitkan mata saat melihat Yoongi beranjak pergi. Hal itu adalah hal terakhir yang berada dalam daftar dugaannya ketika ia memutuskan untuk mengajak gadis itu berbicara. Tak seharusnya gadis itu meninggalkannya. Tidak ada gadis yang pernah meninggalkan Park Jimin. Dia -lah yang meninggalkan para gadis. Wajahnya merengut saat melihat Yoongi yang berjalan semakin jauh.

Tanpa pikir panjang dia langsung menyusul gadis itu. "Kau terlihat buru-buru." mulainya lagi.

Yoongi terkejut melihat Jimin yang tiba-tiba berjalan disampingnya. Permainan apa yang sedang dimainkan orang ini? pikirnya curiga. Tak biasanya dia mengajak ngobrol duluan. "Sebenarnya... ya. A-Aku sedang terburu-buru."

"Dokter gigi?"

"B-Bukan." Wajah Yoongi memerah. Ia tak ingin mengatakan kebenarannya. Pria itu pasti tertawa.

"Jadi?"

Saat sarapan pagi itu, Min Sehun mengingatkan putrinya bahwa pada pukul enam nanti ia sudah harus siap berdandan. Yoongi pun memutuskan untuk mengunjungi salon untuk memanikur dan menata rambutnya sepulang sekolah. Yoongi mendapat firasat, kalau sampai ia membiarkan Jimin tahu ia hendak ke salon habis ini, pria itu akan terus mencecarnya dengan pertanyaan.

LAWLESSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang