Chapter 18

5.6K 570 16
                                    

Begitu mie mereka habis, Yoongi menawarkan diri untuk membuang sampahnya. Keranjang sampah di kamar tersebut terletak di samping meja tulis. Saat melewati meja tersebut, ujung mata gadis itu menangkap setumpukan album besar di lantai. Karena penasaran, setelah membuang cup ramennya, Yoongi menghampiri tumpukan tersebut. Nampaknya tumpukan tersebut baru saja dikeluarkan dari kardus yang terbuka di dekatnya, namun Jimin terlalu malas untuk membereskannya.

"Jimin," panggil Yoongi.

"Hmm?" sahut Jimin yang sedang berbaring sambil mengecek ponselnya.

"Kenapa album-album ini berserakan di sini?" Lelaki itu bangkit untuk melihat apa yang dilihat Yoongi, kemudian turun dari ranjang menghampiri gadis itu.

"Itu baru saja dikirim. Kakakku menyuruhku melihatnya supaya aku menyimpan yang penting dan menyingkirkan yang tak begitu penting ke gudang." Jimin duduk di samping Yoongi yang sedang mengagumi bagian luar album tersebut yang dilapisi kulit. "Tapi aku belum melihatnya."

Rasa ingin tahu Yoongi tergelitik. "Bagaimana kalau kita lihat sekarang?"

"Boleh," jawab Jimin tanpa ragu.

Jimin menyalakan lampu di meja tulis. Mereka duduk berdampingan di lantai dengan bahu saling menyentuh saat melihat-lihat album tersebut. Pada halaman pertama terdapat foto sebuah keluarga kecil. Foto tersebut diambil di sebuah gazebo. Seorang perempuan asing berambut merah tersenyum hangat ke arah kamera, kebahagiaan di wajahnya mungkin bersumber dari bayi laki-laki yang berada di lengannya serta seorang pria tampan berbadan tegap yang berdiri di sampingnya.

"Ini kamu?" Yoongi bertanya tanpa menoleh saat jari-jarinya menelusuri sosok Jimin sewaktu bayi.

"Ya, lucu ya?"

"Iya," Yoongi terkekeh. "Ini ibumu?"

"Ya."

"Dia cantik sekali," puji Yoongi tulus.

Jimin tidak menyahut.

"Ini dimana?"

"Di rumahku yang lama."

Jawaban tersebut membuat Yoongi menoleh. Ia tiba-tiba teringat Jimin pernah mengatakan sesuatu tentang ia berasal dari Australia. "Di Australia?"

"Ya, aku lahir dan tinggal di sana sampai umur sembilan tahun sebelum ayahku membawaku ke Inggris. Setelah lulus SMP aku baru pindah kesini."

Yoongi mengangguk-angguk. "Aku dulu juga sempat tinggal di Inggris," kenang Yoongi. "Keluarga ibuku sangat konservatif, dan ada sebuah tradisi kalau anak perempuan tertua harus tinggal dengan keluarga ibu sampai akil balig. Tapi begitu nenek dari pihak ibuku meninggal, ibu membawaku kembali ke Korea."

Jimin mengangguk. "Ibumu orang Inggris?"

"Iya."

Sekarang Jimin mengerti mengapa warna kulit gadis itu lebih pucat daripada gadis-gadis Korea kebanyakan.

Yoongi membalik halaman dan menemukan berbagai potret Jimin saat ia masih berumur beberapa bulan. Di halaman selanjutnya Yoongi menemukan foto Jimin yang sedang makan es krim di sebuah taman bermain. Di situ ia sudah lebih besar, sekitar umur tiga tahun. Yoongi terkekeh saat melihat foto Jimin kecil dengan piama Smurf mendorong sepeda roda tiga pertamanya diantara tumpukan bungkus kado. "Aku tak percaya ini kamu," komentarnya.

"Kebanyakan orang memang tak percaya."

"Kamu terlihat bahagia sekali disini." Jemari Yoongi menyentuh foto Jimin yang digendong ibunya di sebuah kebun binatang dengan latar belakang seekor kanguru.

"Aku tak terlihat bahagia sekarang?"

"B-Bukannya begitu." Yoongi membalik halamannya lagi. "Hanya saja...seperti ada sesuatu yang hilang." Namun ia cepat-cepat menambahkan, "M-Maaf aku sok tahu."

LAWLESSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang