Chapter 26

4.5K 533 23
                                    

Minggu, 18 April.
2:20 P.M.
Rumah Elise Northway.

Elise Northway mendongak dari tanaman yang sedang dikerjakannya. Ia menemukan salah satu pelayannya berdiri dengan gugup, lalu dengan nada tidak senang menjawab, "Kenapa?"

Si pelayan membungkuk dan menjawab, "Maafkan saya, Miss Elise. Tapi ada seseorang di pintu depan yang mencari anda."

Gadis berambut cokelat itu menaikkan sebelah alisnya. "Siapa?"

Bukannya menjawab, si pelayan malah terbelalak karena melihat sesuatu di belakang Elise. Wajahnya nampak takut.

Elise menyipitkan mata dan berbalik.

Lelaki itu tersenyum kurang ajar saat melihatnya. Elise mengernyit sebelum mencopot sarung tangan kesayangannya yang selalu ia gunakan ketika berkebun. Ia menatap tajam pada si lelaki yang dengan seenaknya telah menerobos masuk ke kebun pribadinya yang terletak di belakang rumah, menantang lelaki itu untuk mendekatinya.

Elise tidak peduli bahwa saat itu si lelaki sedang melihatnya dalam kondisi terjeleknya. Rambut cokelat yang biasanya tergerai dengan anggun di punggungnya kini terikat asal-asalan dalam bentuk buntut kuda. Tank top hitam yang ia kenakan untuk berkebun pagi itu adalah tank top belel yang paling nyaman yang ia punya. Celana jinsnya yang pudar hanya mencapai pertengahan pahanya hingga membuat lututnya kotor oleh tanah akibat berlutut selama setengah jam di kebunnya sebelum orang ini mengganggunya.

Meskipun demikian, Elise tahu bahwa ia punya bakat alami untuk mengintimidasi orang lain bahkan jika ia tak memakai apapun sekalipun.

Karena si lelaki tak membuat gerakan apapun untuk mendekat, maka Elise pun memutuskan untuk menghampirinya. Ia memutar mata saat menyadari bahwa mata si lelaki tidak menatap wajahnya, melainkan sedang melihat ke arah dadanya, ke arah tank topnya yang mencetak jelas bentuk putingnya. Elise memang sengaja menanggalkan bra-nya siang itu setelah memutuskan bahwa cuacanya tidak terlalu dingin.

"Apa maumu, Hoseok?" Elise menyilangkan kedua lengannya di depan dadanya, berdiri dengan pose mengintimidasi yang telah disempurnakannya selama bertahun-tahun. Pose yang sangat ampuh yang selalu ia gunakan untuk mendapatkan apapun yang ia inginkan dari orang lain.

Hoseok hanya terkekeh. "Dengan bokong dan dada seperti itu, aku bingung mengapa Jimin bisa tidak menyukaimu."

Gadis itu mengangkat sebelah alisnya, "Jadi sekarang Jimin memberitahu semua orang tentang apa yang terjadi di tempat tidurnya?"

Hoseok membungkuk dan mendekatkan wajahnya dengan Elise hingga hidung mereka nyaris bersentuhan. "Hanya aku," Ia menyeringai.

Elise memberinya pandangan bosan. "Aku tidak mengerti apa yang kau inginkan. Keluar dari rumahku sebelum kupanggil penjaga rumahku. Kau mengganggu waktu berkebunku." Gadis itu berbalik dan hendak berjalan kembali ke petak-petak halamannya yang dipenuhi bunga-bunga favoritnya ketika sebuah tangan yang besar mencengkeram bahunya.

Ia terkesiap dan berbalik. "Lepaskan tanganmu! Beraninya kau..."

Namun Hoseok memotongnya, "Beraninya kau..." ia menusuk dada Elise dengan telunjuknya, "...adalah kalimat yang semestinya." Hoseok tersenyum, namun tidak melepaskan genggamannya pada bahu Elise yang semakin mengencang.

Gadis itu meringis, rasa takut berkelebat di belakang matanya. Setelah menimbang-nimbang, akhirnya ia memutuskan, "Ayo ke dalam."

Hoseok melepaskan cengkeramannya, lalu tersenyum pada Elise sebelum menggandeng tangan gadis itu. "Tunjukkan jalannya."

Elise membimbing Hoseok menuju ruang belajarnya yang berada di sisi sebelah timur rumah. Karena ia tinggal sendiri bersama beberapa orang pelayan, tidak ada yang bisa memarahi Elise karena ia menggunakan sepatu boots-nya yang penuh dengan lumpur melintasi lantai marmer rumahnya yang mahal.

LAWLESSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang