Chapter 11

6.7K 642 21
                                    

Cuaca di Jumat siang itu amat cerah. Hanya terlihat beberapa awan cirrus menggantung di langit sementara angin berhembus menyejukkan. Hari yang indah untuk dihabiskan di luar. Karena itulah, beberapa remaja Bangtan High School memutuskan untuk meninggalkan kafetaria dan menyantap makan siang mereka di halaman belakang.

Termasuk Min Yoongi.

Gadis itu duduk sendirian di bawah pohon. Di pangkuannya terdapat sebuah kotak bento yang hampir kosong, tangannya memegang sumpit, sementara mulutnya yang kecil mengunyah sepotong daging dengan seksama.

Di kejauhan ia bisa melihat sekelompok laki-laki yang bermain bola di tengah lapangan. Yoongi tahu bahwa mereka tahu kalau diri mereka sedang diperhatikan oleh sekelompok gadis yang terkikik-kikik dari pinggir lapangan. Mereka bangga dengan efek yang mereka timbulkan pada gadis-gadis tersebut.

Yoongi hanya menghela napas melihatnya.

Ia sudah menyaksikan pemandangan seperti ini berkali-kali. Namun baru kali ini ia memperhatikannya dengan seksama, dan dengan perasaan yang sedikit lain dari biasanya. Ia terkejut menemukan dirinya tak begitu suka melihat perempuan-perempuan centil itu terkikik sambil menunjuk-nunjuk seorang lelaki dengan rambut merah mencolok yang kebetulan sedang menggiring bola sepak.

Ia menggeleng-gelengkan kepala untuk mengusir perasaan tersebut. Sejak kapan ia berubah jadi menyebalkan begini?

Sejak Park Jimin memasuki hidupku...

Yoongi menarik napas dalam-dalam untuk menenangkan dirinya. Setelah beberapa saat, baru ia melepaskannya.

Jimin... pikirnya lagi. Sudah tiga hari berlalu sejak insiden yang terjadi di hotel, dan Yoongi masih tak bisa berhenti memikirkannya. Cowok itu tak berkata apa-apa lagi setelah Yoongi selesai membagi salah satu rahasianya. Ia hanya duduk disana, kemudian mengeluarkan rokok, dan tetap duduk disana. Begitu mencium bau asap rokok, Yoongi pun bergegas berdiri dan kembali ke restoran. Ia tak begitu suka dengan bau rokok, asapnya selalu membuatnya kesulitan bernapas. Ia setengah berharap Jimin akan mengejarnya... atau memanggilnya... atau apalah. Tapi lelaki itu tak bergeming dari tempatnya.

Tentu saja ia merahasiakan pertemuannya dengan Jimin dari ayahnya. Hanya mereka berdua saja yang tahu tentang pertemuan mereka malam itu. Yoongi sama sekali tak berniat membaginya dengan orang lain. Siapa yang tahu apa yang akan dilakukan ayahnya kalau dia tahu Jimin mencekiknya? Ia juga tak mau membayangkan bagaimana wajah ayahnya kalau sampai dia tahu putrinya berciuman dengan pria lain persis di luar restoran tempat mereka makan malam dengan (orang yang kemungkinan akan menjadi) keluarga baru mereka.

Wajah Yoongi memerah.

Yoongi terlonjak ketika mendengar pekikan nyaring dari kelompok gadis di pinggir lapangan. Kepalanya tersentak ke arah mereka, mencoba mencari penyebab kehebohan tersebut. Ia hanya menaikkan sebelah alisnya saat melihat Kim Namjoon, salah seorang laki-laki yang sedang bermain bola, rupanya begitu kepanasan hingga ia melepas kemejanya. Otot-ototnya yang saling berkontraksi di bawah kulitnya saat ia berlari ditambah lagi dengan cucuran keringat yang berkilauan tertimpa cahaya matahari membuat gadis-gadis tersebut menggila.

Bukannya terpana pada Namjoon, Yoongi malah merasa adegan tersebut begitu konyol. Ya, Kim Namjoon sangat konyol. Menurutnya, si Kim itu sengaja melepas bajunya hanya untuk mencari perhatian. Para pemain yang lain, termasuk Jimin, juga bersimbah keringat. Tapi si pria berambut merah yang wajahnya tak kalah tampan (bahkan menurut Yoongi lebih tampan) dari Namjoon itu masih tetap berseragam lengkap, minus blazernya.

Mungkin memang sulit dipercaya, namun si pemalu Min Yoongi pernah melihat Jimin bertelanjang dada sekali, dan ia harus mengakui, itu adalah salah satu pemandangan terindah yang pernah dilihatnya.

LAWLESSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang