Chapter 15

6K 617 21
                                    

Telepon genggam Jimin berdering saat ia berjalan menuju lokernya pagi itu. Ia menjawab teleponnya, mendengarkan, memaki, lalu berhenti di depan lokernya. "Dimana?"

Hoseok menjawab dari ujung telepon, "Di kawasan kumuh di pinggir kota, seberang bar Hongdae."

"Kau sudah coba kesana?"

"Belum, aku dapat alamatnya dari pacarnya setelah memberinya seribu won."

"Ya sudah, kau kemari saja. Pulang sekolah aku kesana," katanya sambil menggertakkan gigi. "Tidak ada orang yang bisa lolos begitu saja setelah menipuku." Jimin menghantamkan tinjunya pada pintu loker.

Hoseok mengiyakan sebelum memutuskan pembicaraannya. Jimin kembali menyimpan ponselnya di saku, lalu menghembuskan napas kesal sambil mengacak-acak rambutnya.

Sudah sejak kemarin mood Jimin jelek akibat berita ini.

Ia biasanya mempercayai Hoseok untuk bertemu dengan dealer obatnya dan melakukan transaksi. Hoseok sudah menjadi seperti tangan kanannya dalam urusan ini. Hoseok yang mencari orangnya, memastikan kualitas barangnya, dan Jimin-lah yang menyediakan uangnya. Beberapa bulan belakangan ini, Hoseok selalu mendapatkan barang dari pria keturunan Irlandia bernama Leo. Mendengar nama Depan Jimin, orang itu tak berani macam-macam dan selalu tepat waktu menyediakan barang bermutu terbaik.

Sampai minggu sore kemarin.

Hoseok meneleponnya dari kantor polisi dan berkata bahwa dia dijebak. Di tempat ia seharusnya bertemu dengan Leo, malah menunggu beberapa orang polisi yang menyamar sebagai pengedar. Lelaki itu pun tak bisa mengelak dan terpaksa ditahan sampai pengacaranya Jimin datang untuk membebaskan serta membayar uang jaminannya. Begitu tahu kalau Leo-lah biang keladinya, Jimin bersumpah akan menemukan bajingan keparat itu dan menembak kepalanya. Dengan senang hati Hoseok pun mencari alamatnya.

Namun, sebuah sisi pencuriga dalam diri Jimin menduga ada seseorang yang sengaja menjebaknya dengan menggunakan Leo. Siapapun orang ini pasti membencinya, atau membenci namanya, lalu memanfaatkan adiksinya terhadap obat-obatan. Leo hanyalah seekor tikus jalanan. Ia tak akan berani mencari masalah dengan seseorang bernama Depan sekuat Jimin. Kalau sampai dugaannya benar, mafia ataupun bukan mafia, Jimin akan membunuh orang itu dengan tangan kosong.

Jimin membuka loker dan membaca jadwal pelajarannya hari itu. Sejarah, Akuntansi, Matematika, dan sisanya pelajaran yang tak ia minati sama sekali. Ia hanya mengeluarkan buku matematika.

Setelah urusannya selesai, Jimin membanting pintu lokernya hingga tertutup. Bantingan tersebut rupanya cukup kencang hingga mengagetkan gadis pemilik loker di sebelahnya, yang kebetulan merupakan orang yang sama dengan gadis pucat yang ia bentak di halaman rumahnya hari Sabtu kemarin.

Gadis itu terkesiap saat pandangan mereka bertemu. Matanya yang Coklat terang spontan langsung turun ke bawah. Ia terlihat sangat culun dengan seragamnya yang kebesaran, roknya yang terlalu panjang, serta beberapa buku tebal yang ia peluk di dadanya sambil berusaha menyeimbangkan tali tasnya yang hendak melorot turun dari bahunya.

"P-Pagi, J-Jimin-ssi..." Ia menyapa dengan suara gugupnya yang lembut. Senyumnya dipaksakan seakan-akan takut pemuda di hadapannya akan membentaknya lagi bila ia tidak menunjukkan keramahannya.

Mau perempuan itu senyum atau tidak senyum, Jimin tetap hanya akan mengangguk padanya. Sebenarnya ia agak berlebihan karena membentak cewek itu hari Sabtu kemarin. Tapi semuanya memang salah dia sendiri! Ia berusaha terlalu keras agar tak menyinggung orang lain. Namun usaha kerasnya tersebut malah membuatnya semakin menjengkelkan. Untungnya Jong In dan Ji Eun kemarin tidak tersinggung dan hanya tertawa melihat tingkah gadis itu. Mereka malah menyuruh Jimin agar sesekali mengundangnya makan malam. Tapi undangan itu ia rasa harus ditunda dulu untuk lain waktu. Bukan sekarang.

LAWLESSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang