2. Maraton

93 31 26
                                    

Jika kalian ditanya tentang hoby, apa yang akan kalian jawab? Makan? Mendengarkan lagu? Menonton? Bermain? Tidur? Menjahili saudara?

Dari hoby - hoby itu kegiatan keseharian kita sehari - hari. Tapi kalian memiliki kegiatan yang bisa dibilang kesukaan dan akan sangat bahagia dan serius ketika menekuninya. Itu namanya hoby. Hoby itu lebih dari sebuah kegiatan.

Fotografi adalah kesukaan Amira. Dia menyukai fotografi sejak kelas tiga SMP dan hoby ini berkat ayahnya. Ayahnya bukan wartawan maupun fotografer tapi dia sangat senang mengabadikan gambar dan jangan ditanya hasilnya. Malahan ayahnya pernah ditawari untuk pemotretan prewedding tapi beliau menolak karena dia bukan ahlinya.

Ketika dia kelas satu SMA, dia mengikuti lomba fotografer di salah satu majalah yang mengulas tentang vocation. Karena paksaan mba Ami Amira pun mengirim hasil potretannya dan ternyata potretan milik Amira lah yang menarik perhatian penerbit.

Di tahun yang sama, tepatnya akhir tahun, dia direkrut klub fotografi di daerah Jakarta Selatan. Klub ini cukup terkenal akan kualitasnya walaupun bukan klub fotografer besar. Karena rata - rata anggotanya adalah mahasiswa dan sebagian orang sudah berpenghasilan, Amira bisa disebut anggota termuda.

Saat ini Amira menyempatkan diri untuk menyerahkan sesuatu yang dijanjikannya.

"Hai kak Dimas!" Sapa Amira ketika sampai di studio.

"Oh Amira!" Sapa kak Dimas ramah. Cowok tinggi, lulusan UI, penuh wibawa, kapten basket, kulit sawo matang, senyum manis dengan lesung pipi. Siapa yang gak tertarik sama kak Dimas? Fotografer handal anak pemilik studio ini?

Kesan pertama Amira bertemu kak Dimas saja 'beruntung banget gua bisa kenal sama dia.' Tapi Amira tidak pernah ngomong lagsung ke kak Dimas. Dan satu faktanya lagi, kak Dimas sudah punya pacar. Pacarnya salah satu anggota studio di sini, namanya Viona.

"Ini kak fotonya." Amira menyerahkan sebuah amplop cokelat lumayan panjang.

"Wah..." Kak Dimas membuka amplop itu. "Oh iya, kamu habis umroh ya? Kakak sampe lupa. Makasih ya. Kamu memang gak mengecewakan."

Amira tersenyum mendengar pujian kak Dimas.

"Oh iya mana oleh – olehnya? Terus  kak Dimas didoain gak di sana?" Seketika senyum Amira lenyap berganti dengan cengiran minta maaf.

"Aku males bawa kak. Maaf. Tenang aja aku udah doain kok. Kayaknya aku yang paling lama doa di sana, gara – gara banyak banget yang nitip doa..."

"Gak apa – apa kali, kan dapet pahala."

"Kak kok sepi banget?" Tanya Amira setelah menyadari hanya kak Dimas yang terlihat.

"Kamu lupa ya hari ini tanggal merah." Amira pun melihat kalender di atas meja kak Dimas. Benar. Sekarang tanggal merah.

"Loh, kenapa kakak di sini? Kenapa gak jalan aja sama kak Viona?"

"Ada sedikit kerjaan." Jawabnya singkat.

"Kamu sibuk gak?" Tanyanya sambil mengambil minum untuk mereka di dapur.

"Aku habis ini mau jalan sama kakak."

"Oh gitu. Oke deh. Sudah sana jalan. Kakak mau lanjutin kerjaan."

Amira pun dengn cepat menghabiskan minumannya yang tadi disediakan kak Dimas.

"Aku pergi dulu ya kak..." Amira pun beranjak dari bangkunya dan berjalan kepintu keluar.

"Amira!" Panggil kak Dimas yang sedang berlari ke arahnya. Amira pun menengok.

"Ini ada lomba, hadiahnya lumayan loh. Kakak saranin kamu ikut!" Katanya sambil menyerahkan brosur lomba fotografer. Amira membaca keseluruhan isinya.

Next Door [Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang