Amira tahu Samantha sebenarnya ingin berteriak lalu mencari Yuta dan mengahabisinya dengan kalap. Tapi, lihat sekarang, semua peserta melihatnya dengan berbagai tatapan. Amira memberikan senyum kesekelilingnya, menandakan Samantha baik – baik saja. Berangsur – angsur mereka bubar ke tempat semula.
"Kak, bisa tolong temenin Samantha? Aku mau cari Yuta," Pinta Amira ke Kak Viona
Kak Viona langsung mengangguk, "Ayo Sam, nih pake jaketnya Dimas,"
"Kakak ikut Mir," Kak Dimas menyahuti lalu berjalan di sampingnya. Dilihat dari ekspresi wajahnya, Kak Dimas kesal atas kejadian tadi.
Amira mengambil ponsel, mencari kontak Yuta dan langsung menghubunginya. Mereka memasuki lift menuju lobby.
"Dimana lu?" Tanya Amira ketus ketika panggilannya dijawab.
"Asal nggak ada Samantha gua jawab. Anaknya nggak kenapa – kenapa kan?"
"Ngeselin deh lu. Kalau anak orang kenapa – kenapa gimana? Otak tuh dipake,"
"Kok lu kesel? Orang dia kepeleset sendiri. Kita juga nggak lagi kejar – kejaran."
"Terus kenapa lu kabur?"
"Gua mau ketawa, tapi nggak enak banyak orang. Jadi gua ketawa sambil lari. Ngakak dah,"
"Nggak punya hati. Dimana lu sekarang?"
"Ada Samantha nggak?"
Amira keluar dari lift, dia bisa melihat punggung Yuta. Segera dia memutus panggilan dan berjalan cepat menuju punggung itu dengan amarah yang membuncah.
Amira hampir saja berhenti berjalan ketika Kak Dimas mendahuluinya, berjalan tergesa – gesa. Setelahnya, yang Amira lihat adalah Kak Dimas memukul belakang kepala Yuta lalu mencengkeram kerah seragam dan mendorong tubuh Yuta kesamping.
"Berdiri lu!" Perintahnya dengan nada dingin.
Amira panik. Dia takut kalau mereka berdua berkelahi dan membuat keributan di lobby.
"Lu tau, lu di sini dateng ke acara siapa? Ini bukan acara kita! Lu nggak pikir, gimana pandangan peserta yang lain? Gua dari tadi ngebiarin lu bercanda sama dia. Tapi lu liat dong batasannya. Itu bukan kolam waterpark. Itu dalemnya bisa dua meter lebih.
Oke. Gua tau Samantha bisa berenang. Tapi, dia tadi kepeleset. Dia panik, Ta. Berapa detik dia nggak muncul dari air tadi? Pikir gak sih lu?"
Yuta tertunduk, rahangnya mengeras.
"Maaf Kak. Gua tadi nggak nolong dia."
"Orang bakal berfikir apa, ngeliat lu keluar dari ruangan itu sambil ketawa?"
Yuta diam saja tidak menyahuti.
Kak Dimas menatapnya lurus dan dingin. Amira merengsek maju ketika tangan Kak Dimas yang terkepal terangkat.
"Eh kak!" Kata Amira sambil meraih tangan itu.
Kak Dimas menoleh ke arahnya dengan raut heran.
"Udah Kak. Biar aku aja yang bilangin dia,"
Yuta pun mendongak karena kaget Amira sudah berdiri di sekitar mereka.
Kak Dimas mengerutkan kening. "Iya kakak juga udah selesai,"
Lalu tangan itu berpindah ke kening Amira. "Badan kamu panas Mir, pantes mukamu merah daritadi. Kakak kira kamu nahan marah."
Amira mundur tiga langkah dengan wajah bingung, "Nggak kak, aku nggak apa – apa. Tadi kakak mau ngapain, kok tangannya-" Mengalihkan pembicaraan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Next Door [Complete]
Jugendliteratur[Complete] Amira mempunyai dua pintu yang harus ia pilih. Pintu masa lalunya, atau pintu yang dihapannya. Ia akan membuka pintu dihadapannya yang sudah terbuka lebar, namun pintu masa depannya memaksa ingin terbuka kembali. Amira bimbang, yang man...