"Lu tunggu sini," Kata Yuta kemudian menarik bangku yang berada di pinggir jendela dekat pintu masuk.
Amira mengangguk. Sementara Yuta pergi untuk memesan.
Tak berselang lama, seorang gadis yang membawa karton lebar berisi pizza memasuki cafe dengan wajah khawatir yang kentara.
Awalnya bola matanya berlari ke sana kemari mencari seseorang. Namun, kemudian tertancap pada sosok Amira. Perlahan dia menyunggingkan senyum sebelum ia melangkah mendekati Amira. Gadis itu tidak langsung duduk dihadapannya, namun berdiri di samping Amira sembari berkata,
"Maafin gua Mir," Ucapnya lirih.
Amira menatap Samantha bersalah, "Lu nggak ada salah apa – apa sama gua Sam. Gua cuma lagi beper aja tadi," Sahut Amira, "Duduk. Gua ceritain semuanya." Lanjutnya.
Samantha menurut, ia membuka lagi karton pizza, "Sambil makan. Tadi gua beli banyak, tapi lu nggak makan."
Amira mengambil satu potong. "Gua yang bakal habisin."
"Sisain juga perut lu buat buuble nya," Sahut Yuta ikut nimbrung dengan nada datar seperti biasa. Ditangannya bubble matcha dengan topping yang menggunung, membuat Amira melongo.
"Wah! Kalau kayak gini, pizzanya buat di rumah aja." Kata Amira lalu menyengir.
Detik itu dia menyadari sesuatu. Dalam hati dia bersyukur, detik ini dia dapat kembali berkumpul dan bercanda bersama sahabatnya. Dia merasa momen 'tangis' tadi, hanyalah mimpi. Dirinya lega sekarang, hatinya lapang. Sepertinya jika di suruh menceritakan kejadian tadi berulang – ulang takkan masalah.
Baik, sekarang di akan melakukannya.
"Pulsa lu habis nggak Yuta?" Tanya Samantha sambil menyeruput bubble.
Amira memutuskan untuk menyimak dulu.
"Lu bakal gantiin kan? Kalau iya, gak masalah,"
"Makasih ya, Ta" Kata Samantha lalu melirik ke arah Amira yang bingung.
"Pasti dia nggak sadar ya?" Tanya Samantha ke Yuta melihat ekspresi bingung Amira.
"Nggak lah. Orang sibuk hapusin air mata."
Amira tambah tidak mengerti.
"Tadi pas lu curhat sama Yuta, dia telepon gua. Jadi gua juga dengar. Maaf Mir. Soalnya gua takut lu nggak mau lagi cerita. Lagipula, nggak enak juga curhat dua kali kan?"
"Kayak siaran live gitu. Harusnya pakai instagram tuh, biar keliatan mukanya juga." Yuta terkekeh dengan guyonannya sendiri.
"Garing." Kata dua gadis itu bersamaan.
Yuta balas menatap mereka datar.
Iseng, Yuta mengambil bubble Amira lalu menyeruputnya.
"Yuta! Itu kan punya gua! Kok lu minum! Pake sedotan gua lagi! Ganti nggak!?" Seru Amira lalu meraih bubblenya. Dia cabut sedotannya kemudian membuangnya.
"Ambil yang baru." Perintah Amira jengkel.
"Gembel nggak akan mati kena bekas mulut gua, Mir. Yang elite kayak adek gua aja nggak mati tuh. Dia sering minum coca cola gua aja, sehat – sehat aja sampe sekarang."
"Apa? Luna lu kasih coca cola? Gua aja nggak doyan." Sahut Samantha dengan tangan terlipat di depan dada.
"Sorry Sam, Adek gua beda kelas sama lu."
"Sialan," Samantha menjulurkan tangannya hendak memukul, namun Yuta lebih dulu menghindar.
Amira menyeruput kembali minumannya. Rasanya benar – benar lega saat ini. Bebannya sudah ia bagi kedua temannya. Malah, mereka repot – repot memaksanya untuk bercerita. Walaupun, dia tidak yakin Yuta tulus untuk membantunya atau hanya sekedar kepo.
Tapi, intinya dia bersyukur, rasa sedih dan galau yang tidak jelas ini tidak berkepanjangan.
Makasih Sam, Yuta.
------
Hello! Ini kedua kalinya aku update di bulan ini.
Mungkin aku bakal dua kali sebulan buat update.
Jadi kalian yang setia baca Next Door, tolong vote dan commentnya ya.
Terima kasih.
KAMU SEDANG MEMBACA
Next Door [Complete]
Ficção Adolescente[Complete] Amira mempunyai dua pintu yang harus ia pilih. Pintu masa lalunya, atau pintu yang dihapannya. Ia akan membuka pintu dihadapannya yang sudah terbuka lebar, namun pintu masa depannya memaksa ingin terbuka kembali. Amira bimbang, yang man...