Keajaiban terjadi dua jam kemudian. Mereka sedang istirahat di lobby sembari melihat hasil jepretan dan wawancara. Tiba – tiba seorang peserta, murid SMA Jakarta Timur mendatangi mereka.
"Maaf kak, ini tim kakak semua?" Tanyanya.
Semuanya menatap cowok itu dengan ekspresi bingung. Kak Dimas mengangguk mewakili timnya.
"Bukannya satu tim hanya 4 orang aja ya kak?" Tanyanya lagi membuat kerutan didahi mereka semakin dalam.
"Kita gantian pake kartu persnya. Memangnya kenapa ya?" Tanya Kak Dimas heran.
Cowok itu tersenyum tidak enak. "Saya dikirim ke sini cuma dua orang kak. Pembina kita baru dateng ke sini sekitar 15 menit lagi. Kita kekurangan orang." Jelasnya dengan wajah memelas.
"Boleh saya rekrut satu orang dari tim kakak?" Matanya menatap satu persatu dari mereka memohon.
Tim Kak Dimas terdiam cukup lama sambil bertukar pandang. Sampai kak Dimas berdiri tersenyum senang.
"Dengan senang hati. Ini," Kak Dimas menarik tangan Yuta untuk berdiri.
"Dia yang belum punya kartu pers. Dia juga masih pakai seragam. Ambil aja yang ini."
Yuta melongo. Namun dia menutupinya dengan menggaruk tengkuk, keki.
Cowok itu tersenyum lega. Lalu dia memperkenalkan diri. Namanya Iqbal dan satu temannya lagi namanya Naufal. Yuta menjabat tangan Iqbal dengan canggung.
Amira jadi kasihan melihat Yuta dioper ke tim lain, padahal Yuta sendiri tidak ada niatan untuk membantu Tim Kak Dimas.
"Terima kasih kak!" Kata Iqbal sembari menyalami mereka.
Yuta sudah berdiri di samping Iqbal. "Kalau gitu, say-kita permisi dulu ya. Makasih." Yuta dan Iqbal pergi ke luar gedung sepertinya ke arena panahan.
Amira sekali lagi melihat wajah Yuta. Walaupun wajahnya datar tapi Amira dapat melihat dari matanya kalau dia tidak nyaman.
"Senyum woy! Nggak kita tinggalin kok!" Seru Amira lalu terkekeh melihat Yuta mengacungkan jempol tanpa berbalik.
"Itu muka jangan datar – datar amat kayak tembok. Nanti dikira papan panahan." Samantha dan Amira tertawa. Kali ini, Yuta menoleh dengan tatapan tajam. Namun, itu membuat semuanya tertawa.
"Udah yuk, hunting lagi. Kakak sama Kak Dimas ke atas. Kalian ke area panahan ya," Kak Viona memberi arahan. Kami bangkit membereskan alat – alat.
Amira menyentuh pundak Samantha yang sedang menghabiskan makanannya.
"Wawancara lagi ya Sam, bahan tulisan kita masih kurang." Samantha mengangguk sambil menuliskan sesuatu di buku note-nya.
Sepuluh menit kemudian, mereka bubar ke area masing – masing. Namun, Samantha menarik tangannya untuk berhenti di belokan pintu utama.
"Kenapa Sam?" Amira memandanginya heran. Sebagai jawaban Samantha menariknya lagi ke dalam gedung, tepatnya ke ruang panitia yang berada di seberang lift.
"Loh kok ke sini? Emang peserta boleh masuk?" Amira memperlambat jalannya.
"Ada yang pengen gua tanyain. Penting Mir,"
Amira hanya mengangguk – ngangguk, mengikuti kemauan Samantha.
-------------
Perlombaan telah selesai sepuluh menit yang lalu. Tepat pukul 5 sore. Pengumuman pemenang pun sudah disebutkan. Sedangkan peserta lomba fotografi harus bersabar, masih ada satu acara lagi yaitu makan malam bersama dan penutupan dari panitia.
KAMU SEDANG MEMBACA
Next Door [Complete]
Teen Fiction[Complete] Amira mempunyai dua pintu yang harus ia pilih. Pintu masa lalunya, atau pintu yang dihapannya. Ia akan membuka pintu dihadapannya yang sudah terbuka lebar, namun pintu masa depannya memaksa ingin terbuka kembali. Amira bimbang, yang man...