Dentuman musik memenuhi pendengaran gadis berumur 17 tahun sembari gadis itu menyelesaikan tugas yang menumpuk, yang belum selesai juga sejak kemarin. Amira pagi ini datang lebih awal dari pada biasanya, dia berniat untuk menyelesaikan tugas – tugasnya itu secepatnya.
Dengan tangan kiri menyangga kepala dan tangan kanan sibuk mencoret angka -angka maupun huruf – huruf di buku tugasnya. Rambut panjang serta poninya berkibar ketika tertiup angin dari jendela. Dengan spot tempat duduk paling belakang dan pojok menambah kesan ketenangan bagi Amira. Bahkan Amira tak menghiraukan panggilan teman – temannya karena terlalu sibuk dengan dunianya.
Terkadang alisnya berkerut atau dirinya menghela napas ataupun terdiam sedang berpikir. Samantha pun yang sudah 8 kali meneriakkan namanya hanya dianggap angin lalu. Tapi Samantha tak berani untuk menepuk bahunya atau menganggu Amira secara langsung karena dia merasakan aura Amira.
Amira menutup bukunya lalu merenganggkan badan. Gerakannya terhenti ketika melihat teman – temannya menatapnya dengan ekspresinya 'lega'? Amira pun membalas tatapan mereka bingung sambil melepas earphonenya.
"Kenapa?" Tanyanya sambil membenahi poninya.
"Lu kerasukan apa dah mir, sampe orang – orang manggil lu kagak bereaksi sama sekali." Kata Samantha sebal. Amira mengangkat alisnya belum mengerti maksud Samantha.
"Lu manggil gua emang? Gua merasa gak ada yang manggil gua, serius."
"Bodo lah Mir. Eh Amira liat PR fisika dong. Pasti lu udah kerjain." Kata Samantha dengan nada yang dibuat semanis mungkin. Gini nih kalau ada maunya.
"Iya Mir liat dong. Berbagilah terhadap sesama." Sahut yang lainnya. Amira memasang wajah datar serta mencibir kelakuan temannya dalam hati. Sedetik kemudian dia mengangguk sambil menyerahkan bukunya kepada Samantha. Teman – temannya yang lain pun langsung mengerubuni meja Samantha sambil meneriaki
'Liat ya Mir' 'Amira yang cantik gua liat ya?' 'Kan kita temen Mir, Liat ya?' kadang tanpa Amira jawab pun mereka menjawab sendiri, seperti 'Iya liat aja.' 'Iya liat aja, santai aja.' Padahal Amira tak pernah ingin berkata seperti itu walaupun di dalam hati.
------
"Eh Nadif materi IPS buat kelompok kita mana?" Tanya Yuta ketika istirahat.
Nadif tampak berfikir, "Aku gak punya." Jawabnya kemudian.
"Maksud lo?"
"Waktu itu yang megang Samantha, tapi aku gak dikasih."
Baru saja Yuta ingin bertanya lagi, Putri yang duduk di belakang Nadif menyahut.
"Kayaknya ada di Amira deh-Yuta?" Yuta mengangguk lalu kembali beralih ke Nadif.
"Lo nanti minta ke dia ya?"
"Sam kalau lo lari, berarti lo emang suka!" Seru Amira ketika memasuki kelas bersama Samantha dari kantin.
Yuta yang melihat mereka langsung menarik Nadif berdiri dan menyuruh Nadif menemui Amira.
Amira yang baru saja duduk tersentak menyadari kehadiran Nadif. Amira pun mengerjap bingung.
"Aku minta materi IPS." Kata Nadif pelan. Amira diam beberapa saat.
"Tapi, itu materi buat kelompok gua." Nadif yang bingung mau berbicara apa setelah mendengar jawaban Amira pun menengok ke Yuta meminta bantuan.
Melihat gelagat Nadif, Amira pun memanggil Putri.
"Put lo ada materi IPS gak?" Tanya Amira.
"Ada. Kasih aja ke kelompok Nadif." Amira pun mengangguk.
KAMU SEDANG MEMBACA
Next Door [Complete]
Teen Fiction[Complete] Amira mempunyai dua pintu yang harus ia pilih. Pintu masa lalunya, atau pintu yang dihapannya. Ia akan membuka pintu dihadapannya yang sudah terbuka lebar, namun pintu masa depannya memaksa ingin terbuka kembali. Amira bimbang, yang man...