Bel istirahat baru saja terdengar. Sontak membuat murid - murid beranjak dari kursinya, bergegas menuju kantin.
"Mir! Gua nggak ke kantin dulu, sakit perut. Maag kayaknya nih." Kata Samantha dengan suara lemah menahan sakit. Kepalanya menelungkup di atas meja.
Amira menatap pucuk kepala Samantha, menimbang. "Mau ke UKS nggak?"
Samantha menggeleng. Amira bertanya kembali, "Mau nitip nggak? Lo pasti belum makan, makannya maag lu kambuh."
Kali ini, kepalanya mengangkat menatap Amira, "Boleh deh. Roti ya, yang cokelat keju."
Amira mengangguk.
Ia mendorong pintu kelasnya. Orang - orang yang berlalu lalang sempat menatapnya lalu segera mempercepat langkah. Takut menatap wajah jutek dan cueknya. Amira mendengus melihatnya. Sudah setahun, tapi tidak ada yang berubah. Amira tetap menjadi murid yang di black list 'murid nakal yang harus dijauhi' karena takut terbawa masalah. Jika saja mereka tahu apa yang sebenarnya, pasti mereka akan malu telah memperlakukan dirinya seperti ini.
Sesampainya di kantin, dia langsung membeli roti pesanan Samantha, dia sendiri membeli nasi kuning. Dia ingin makan di kelas bersama Samantha-yang pasti sedang menunggu roti.
Amira hendak berjalan kearah lorong yang menghubungkan antara kantin dan kelasnya. Langkahnya terhenti ketika melihat pria yang berpakaian hitam sedang duduk di dekat belokan lorong yang akan dia lewati. Seketika dia bingung harus bagaimana. Dia harus secepatnya kembali ke kelas dan itu jalan satu - satunya.
Amira melihat gerombolan perempuan berjalan melewatinya hendak kembali ke kelas. Segera ia mengikuti dari belakang. Namun, tepat ketika Amira melewati pria itu, dia mendengar ada yang memanggil namanya. Refleks dia menoleh dan menemukan pria itu sedang menatapnya. Matanya yang berada dibawah topi menghujam langsung kedirinya.
Amira meneguk ludah, panik, tak tahu harus bagaimana. Lalu, dia berbalik badan hendak berlari, namun dia malah menabrak bahu orang yang membuatnya hilang keseimbangan.
Amira lekas mencengkeram tangan orang itu-yang sepertinya cowok karena memakai lengan pendek. Roti Samantha pun terlepas dari genggamannya. Untungnya, lengan bebas cowok itu menangkapnya. Setelah dapat berdiri tegap, Amira mendongak, melihat siapa yang ditabraknya. Sesaat Amira terperangah. Lalu dia menjauh bebepa langkah sambil menunduk.
"Lagi peragain adegan FTV nih?" Suara menyebalkan itu terdengar. Yuta. Tetangga sekaligus rival (masih) yang kemarin mengajaknya bertamu ke rumahnya.
Amira mendengus. Dia merebut roti Samantha yang masih digenggam olehnya. Wajah panik Amira sekarang ditambah dengan semburat merah.
"Lu kenapa deh? Panik gitu mukanya sampe keringettan. Abis lari memangnya?"
Amira tahu kalau dalam pertanyaannya itu ada candaan. Tapi itu tidak lucu. Dia tidak merasa terhibur, malah merasa kesal.
Sekali lagi, Amira menengok ke belakang kearah pria yang berpakaian serba hitam yang masih menatapnya. Amira mengusap tangannya yang terasa dingin sekarang. Yuta yang bingung, mengikuti arah pandang Amira. Sekarang dia tahu kenapa.
"Nggak tau tadi gua salah denger atau nggak. Itu orang manggil nama gua." Amira menghela napas, "Dua minggu ini, dia ngawasin gua mulu. Malah waktu itu sampe rumah. Dia juga pernah vidioin gua. Gua pengen negur tapi gua nggak kenal sama dia. Kelakuannya tuh nggak sopan." Keluh Amira.
Yuta menatap Amira dengan tatapan datar biasanya. Dia membetulkan cara berdirinya menjadi lebih tegap.
"Ikut gua."
KAMU SEDANG MEMBACA
Next Door [Complete]
Teen Fiction[Complete] Amira mempunyai dua pintu yang harus ia pilih. Pintu masa lalunya, atau pintu yang dihapannya. Ia akan membuka pintu dihadapannya yang sudah terbuka lebar, namun pintu masa depannya memaksa ingin terbuka kembali. Amira bimbang, yang man...