21. Buah Simalakama (Part 1)

16 4 0
                                    

Empat jam mereka habiskan belajar untuk persiapan UN mendatang. Sebenarnya dua jam itu cukup. Tapi Samantha mengulur waktu dengan membahas soal yang bisa dikerjakan kapan - kapan. Amira tahu, Samantha tidak mau membahas kejadian tadi.

Yuta yang ikut belajar bersama mereka, hanya diam. Tidak ingin memulai duluan sebelum Samantha mendeklarasi.

"Sam-" Baru saja ingin memanggil, Samantha langsung memotong ucapannya.

"Eh guys! Besok ke mall yuk! Refreshing. Udah lama nggak ke mall. Jalan pertama kita nih. Cuma bertiga doang, Ayolah!"

Amira malas menyahuti. Dia tetap berkutat dengan buku tulisnya. Sedangkan Yuta langsung menggeleng. Melihat itu, Samantha melotot kearah Yuta, mengamcam. Akhirnya dia mengangguk mengikuti perintah Samantha.

"Jam 11 ya, tempatnya nanti gua Line. Kita pamit pulang ya Mir, makasih makanannya. Bye Amira!" Katanya sambil beranjak ke gerbang. Yuta yang berada di depannya diseret agar tidak tertinggal.

Amira tidak mengantar mereka. Dia sebal dengan sikap Samantha yang satu ini.

Di depan pagar rumah Yuta, Samantha menyusun rencana.

"Besok lu berangkat bareng gua. Jangan sampai ketahuan Amira. Besok bakal gua ceritain orang yang tadi kita ributtin. Gua kenal dia." Lalu Samantha berlari menuju rumahnya. Yuta tetap berdiri ditempatnya sampai Samantha masuk ke rumahnya. Dia tersenyum simpul, gadis itu tahu segalanya. Bisa dikatakan beruntung Amira bisa dapat sahabat seperti Samantha.

------------

Pukul 11, Amira berangkat ketempat yang dijanjikan kemarin Amira berpakaian rapih dan menarik agar tidak kalah dengan Samantha yang fashionable. Namun sebenarnya, dia ingin Yuta memujinya. Dia berharap. Tapi gengsi juga.

Dalam dua puluh menit, dia sampai. Karena mendekati jam makan siang, jalanan agak padat. Dia mengecek ponselnya lalu mengirimi pesan kepada Samantha kalau dia sudah sampai dan dia bertanya dimana tempat mereka bertemu. Dia akan menunggu di pintu masuk sampai Samantha membalas pesannya.

"Amira!"

Amira mendengar suara cowok memanggilnya. Dia tengok ke sana kemari mencari pemilik suara.

"Amira!" Kali ini dia dapat menemukannya sosok itu.  Dia seorang pria berkulit cokelat dengan jaket, jeans, hingga sepatu serba hitam. Topi yang berada ditangannya pun hitam. Melihat topi itu, rasanya Amira pernah melihatnya. Sekilas Amira tidak mengenal cowok itu. Hingga cowok itu berdiri dihadapannya dan tersenyum, Amira langsung dideru rasa rindu. 

"Ta-Tanu?"

"Hai Amira! Apa kabar?"

Senyum yang sama. Suara yang sama. Tidak ada yang berubah. Mungkin fisiknya, iya.

Amira mengerjap menahan desakkan didadanya. Jantungnya berdegup kencang berhadapan dengan masa lalunya.

"Ini beneran Tanu?" Tanya Amira masih tak percaya.

"Iya Mir gua Tanu. Kaget ya?"

"Gila! Gak nyangka gua-- kok lu kurusan terus iteman juga?"

"Oh ini kesan gua setelah setahun nggak ketemu? Kecewa gua Mir,"

"Eh nggak! Bukan itu maksud gua." Sergah Amira keki.

Tanu tertawa renyah,

 "Kabar gua baik. Lo?" Amira menjawab pertanyaan Tanu diawal.

"Baikkan setelah ketemu lo."

Amira tersenyum malu. Dia merasa pipinya merah saat itu juga.

"Tanu gua kangen." Ucap Amira tanpa sadar. Cepat - cepat dia membekap mulutnya dan menyumpahi kebodohannya.

"Masih aja kayak dulu Mir, kangen juga jadinya."

"Ngapain ke sini? Lagi libur sekolahnya? Lu pindah kemana jadinya? Kita lost contact asal lu tau."

Tanu diam. Dia sedang menyusun kata - kata yang menurutnya pas disaat begini.

"Gua masih di Jakarta, cuma pindah daerah jadi selatan. Gua- ke sini mau ketemu lu."

Kali ini giliran Amira yang terdiam. spechless.

"Ketemu gua? Tau dari siapa gua bakalan ke sini?"

"Dari Samantha."

Mendengar nama sahabatnya itu, dia jadi curiga maksud kedangan Tanu di sini.

"Tanu!" Amira berteriak tak menyangka. Tanu mundur selangkah karena kaget.

"Lu OB baru di sekolah kan? Yang nguntittin gua. Yang bikin gua risih. Yang dilabrak anak basket kemarin kan!?" Seru Amira tak percaya dengan kesimpulannya. Dia yakin dia benar.

Tanu tersenyum tipis yang terlihat seperti meringis.

"Exactly."

Amira termangu. Wah, benar. Tapi, kenapa?

"Gila! Lu ngapain Tanu?"

"Maaf Mir, bikin lu risih." Ucapnya sambil menggaruk tengkuk.

"Kenapa lu nguntitin gua? Kenapa nggak langsung sapa gua? Ajak ngobrol gitu. Lu tau kan orang jahat banyak di luar sana. Yah, gua was was lah! Gua dosa juga udah suudzon sama lu!" Amira memberengut. Matanya terpincing. Tanu hanya meringis, tak enak.

"Gua tau respon lu pasti gini. Tapi kalau gua langsung sapa lu, ngajak lu ngobrol, gua rasa itu salah. Jadi gua putusin buat jadi secret admirer lu dulu. Nunggu waktu yang pas juga buat nyapa langsung."

"Apa salahnya nyoba?"

Mata Amira membuatnya ciut, "Maaf Mir,"

"Iya deh, gua maafin. Gua ngerti kok maksud lu. Tapi lain kali, lu gitu lagi. Gua bakal ngambek." Gertak Amira yang membuat Tanu terkekeh.

Sejenak mereka hanya saling tatap sambil tersenyum. Jelas, Amira menikmati pertemuan ini. Tapi Tanu sedari tadi tak dapat menahan kegugupannya. 

"Mir, gua mau ngomong maksud gua ketemu lu hari ini."

Tiba - tiba suasana menjadi tegang. Mereka memperbaiki posisi menjadi berdampingan agar tidak banyak yang mendengar. Tanu menunduk beberapa saat, Amira jadi tegang karenanya. Apa kedatangan Tanu siang ini memberi kabar baik atau buruk? Amira berharap itu baik.

"Tanu, lu mau ngomong apa? Ngomong aja." Tawar Amira tak tahan melihat Tanu terus diam dengan kepala tertunduk.

Lima menit berlalu pun, mulut Tanu masih tertutup rapat. Apa sih yang ingin dibicarakannya?

"Tanu, gua boleh minta alamat sama nomor telepon lu?" Amira menyerahkan ponselnya.

"Nih." Tanu menyerahkan kembali ponsel Amira tanpa mendongak sedikit pun.

"Hmmm Mir, lu masih suka sama gua?" 

------

HOLIDAY GUYS!

INSYA ALLAH SEBELUM TAHUN BARU, BAKAL AKU PUBLISH PART 2 NYA!

VOTE AND COMMENT DONT FORGET!

BYE^^

fromsekaru



Next Door [Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang