26. Bergerak

15 2 0
                                    


Berkali – kali dia menatap nomor yang tertera di layar ponselnya. Menimbang apakah sebaiknya dia telepon atau diam saja. Diam saja sebenarnya tidak bisa disebut pilihan juga. Namun, jika dia menelpon pasti suasananya akan kaku. Sempat dia berpikir untuk bertemu lagi dengannya, tapi Amira belum tahu waktu pastinya, dan kemungkinan besar dia akan menangis di tempat.

Serba salah.

Sebuah notifikasi Line masuk. Mba Amy.

Amy = Mir!

Amy = P

Amy = P

Amy = P

Amy = P

Amira =  Apa?

Amy = How are u today?

Amira = Bad.

Amy = Kenapa? Ada masalah? Cerita aja,

Amira = Telepon aja ya, biar gak pegel.

Amy = Okay.

Segera Amira menekan tombol merah dilayar. Setelah itu, dilayar ponselnya muncul foto Mba Amy.  Amy sistah is calling.

 'Obrolan' mereka pun selesai dua jam kemudian.

--------------

Saat ini, mereka sedang menunggu bel masuk untuk kelas PM (Pendalaman Materi) selepas sekolah.

"Sam," Panggil Amira disela – sela mereka makan cilor. Samantha menoleh dengan mulut kepedasan.

"Mba Amy yang bakal ngurus masalah tuduhan gua nyuri uang takziah."

"Seriusan!? Syukurlah! Gua juga bakal bantu semampu gua." Wajahnya cerah dan bersemangat ketika mendengar berita itu. Sepertinya dia lupa sesaat kalau dia kepedasan.

"Terus, kapan Mba Amy ke sekolah?"

"Besok. Dia bawa temennya yang pengacara. Sebenarnya gua nggak mau masalah ini diusut ulang, jadi ribet. Tapi, kata Mba Amy, kalau nggak diusut ulang, malah nanti pas gua lulus, gua bakal nyesel nggak tau dalang dibalik kejadian ini. Bener sih. Lagi pula, gua bingung kenapa masalah serius kayak gitu, yang jatuhnya pencurian, gua cuma dapet point 10 dan orangtua gua nggak dipanngil. Dan masalah itu nggak boleh ada guru – guru yang ikut campur. Cuma kepala sekolah doang yang repot di masalah ini. Heran gua."

"Gua benci banget orang yang nyebarin fitnah kalau lu yang curi uang takziah itu, sampe sekarang. Tapi sayangnya gua nggak tau siapa orang itu." Setelah itu dia terkekeh lirih.

"Tapi ada yang lebih bikin gua kaget, Sam." Nada suaranya pelan dan berat.

Samantha menatap lekat menunggu kelanjuttan ucapan Amira.

"Yang curi uang itu sebenarnya kepala sekolah." Katanya sambil berbisik dengan suara yang benar – benar pelan.

"HAH!? YANG BENER LU!?" Samantha berdiri dari bangkunya dengan wajah merah. Cilor pedasnya tak sempat lagi ia kunyah, langsung ia telan.

"Itu baru asumsi kuat gua."

Seluruh siswa di kelas itu terkejut mendengar teriakan Samantha. Bersamaan mereka menyoraki Samantha, namun gadis itu tidak peduli.

Dia kembali duduk, lalu merendahkan kepalanya, dengan berbisik dia berkata,

"Dari mana lu tau?"

"Tanu." Jawab Amira pelan lalu kembali melanjutkan makan.

"Pantesan. Waktu itu dia minta alamat email lu. Gua sempet nggak mau kasih. Takut lu sedih lagi. Tapi dia bilang, dia nggak punya waktu lagi buat nunda – nunda. Ya udah gua kasih. Maaf ya Mir." Samantha tersenyum kecut memandang Amira meminta belas kasihan.

"Nggak apa – apa Sam. Lagi pula, gua juga penasaran. Walaupun habis itu, gua ngerasa lega sama takut."

"Santai aja Mir. Gua yakin lu nggak salah. Masalah ini akan selesai sebelum kita lulus." Samantha tersenyum lembut yang dibalas oleh Amira dengan tawa kecil.

Amira pun mengamini dalam hati. Dia bersyukur mendapat sahabat semacam Samantha yang selalu menjadi sisi penguat untuknya. Amira bertekad akan mengakhiri kisah kelam SMA- nya. Dia ingin lulus tanpa ada masalah masa lalu yang terus membuntutinya ke kehidupan selanjutnya.

To Be Continue

Pendek banget ya? 

Emang. Maafkeun. Insya Allah di update kedepannya bakal ada moment YuRa (Yuta Amira).

Ditunggu ya.

Fromsekaru.


Next Door [Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang