31. Lomba (Part 1)

11 2 0
                                    

Suara tarikkan napas ini sangat mengganggu. Padahal itu napasnya sendiri. Dia ketukkan jarinya pada meja kayu di depannya. Sekarang jam kosong di kelasnya. Gurunya berhalangan hadir untuk dua jam ke depan. Satu jam setelahnya dia akan izin pulang. Tapi kalau dua jam kosong berlalu tanpa mengerjakan apa pun, lebih baik dia pulang sekarang saja. Sejam setelahnya pasti hanya disuruh merangkum, tipikal pelajaran sejarah. Ini benar – benar membuang waktu.

"Lanjuttin tugas merangkum aja, daripada melamun." Saran Samantha yang melihat Amira gusar.

"Lombanya habis dzuhur kan?" Tanyanya lagi ketika melihat Amira hanya merubah posisi duduk.

Amira mengangguk. Dia memutuskan mengikuti saran Samantha, mengingat masih banyak waktu yang dapat dia gunakan.

Kalau kalian lupa hari ini akan ada apa, mari kita ingat dari awal. Hari ini adalah lomba fotografi yang sudah ditunggu – tunggu Amira sejak jauh – jauh hari. Menegangkan rasa bisa terjun langsung ke lapangan mengambil gambar, apalagi dengan tujuan yang jelas seperti ini. Berbulan – bulan tangannya hanya meyentuh buku dan bertempur dengan menggunakan benda itu.

Sekarang benda yang digunakannya di medan tempur lebih keren daripada lightsaber di starwars. Dan lebih magic daripada bola kristal bawah laut.

"Sepuluh menit lagi bel, Mir. Siap – siap." Samantha mengingatkan.

Wah, cepat juga ya waktu berlalu. Dia sudah mencatat sekitar dua lemba kertas. Segera ia tutup bukunya dan merapikan barang bawaannya.

"Nyusulkan nanti? Nanti gua sent locationnya" Kata Amira sambil menyampirkan tas.

"Oke. Tapi gua langsung dari sekolah. Mungkin kita samaan berangkatnya. Gua tau kok tempatnya."

Amira habis ini akan pulang dahulu ke rumah, mengambil barang yang lainnya sekalian berganti pakaian. Sedangkan Samantha langsung pergi dari sekolah.

"Ya udah kalau gitu. Gua duluan ya!"

Amira bangkit dari bangkunya. Baru seperempat jalan menuju pintu, ada suara menyebalkan menahannya.

"Mir! Cabut lu!" Teriak Sultan sambil berlari mencegah. Sialnya, Sultan dapat mengalahkan kecepatan langkah Amira. Segera cowok itu menghadang dengan wajah ingin tahu.

"Mau ngulang setahun lagi lu?" Amira mengerutkan kening tidak mengerti dengan celotehan Sultan.

"Urusin aja hidup lu, minggir!" Jawab Amira ketus sembari mencari celah.

"Lu nggak boleh cabut lah. Kita kan udah 3 tahun bareng. Udah kayak keluarga. Berarti gua berhak dong buat cegah lu cabut."

"Lu bukan suami gua. Minggir!"

Sultan sempat melongo sesaat setelah itu dia terkekeh sembari berkata, "Karena satu cabut, cabut semua!" Teriaknya membuat semua anak kelasannya tertawa.

Ryan yang berdiri di samping Sultan pun tertawa sambil mengibas kibaskan tangan diudara. Amira memutar bola matanya melihat dua sejoli ini. Tapi ini bukan saatnya meladeni mereka. Dia dikejar waktu.

"Minggir! Gua buru – buru!" Amira mendorong bahu keduanya. Namun tenaganya tidak terlalu kuat untuk menggeser sesenti pun.

"Oke. Oke. Tapi tungguin kita." Amira mundur dua langkah untuk kedua orang itu untuk pergi sendiri. Namun tidak seperti ucapannya, bukannya segera mengambil tas—walaupun pura – pura—namun mereka tetap berdiri di tempatnya seperti diawal.

"Heh! Bohlam Pancoran! Duduk. Nggak tau apa orang lagi ada urusan, malah digangguin. Giliran lu mabar gua gangguin, ngambek, cemberut, baper." Samantha pun turun tangan menjinakkan Sultan Ryan.

Next Door [Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang