Happy Reading
Esok harinya, Zayn, Liam, Louis, dan Harry berpindah tinggal ke sebuah hotel di pinggiran kota Mullingar. Hotel itu memang tidak terletak di pusat keramaian tapi untuk orang-orang yang ingin menginap selalu banyak.
Keempat pria itu akan tinggal di hotel Blossom untuk sementara sampai keberangkatan menuju Itali yaitu negara pertama untuk konser mereka berikutnya. Dan salah satu alasan mengapa memilih hotel di pinggiran kota karena jauh dari wartawan atau paparazzi semacamnya maupun directioners.
Juga the boys berpikir jika tinggal di Flat akan terasa sedih.
Zayn: Flat sudah dikosongkan, semua barang akan dipindahkan ke hotel.
Di kamar itu, di ruangan itu, ada Zayn yang berdiri sambil menyandarkan tubuhnya di salah satu dinding ruangan. Harry yang terduduk di bawah samping meja kecil. Louis yang duduk lemas di sofa. Dan Liam yang sedang berdiri sambil terus menerus memperhatikan objek-objek di luar lewat jendela.
Suasana sangat hening. Sibuk dengan pikiran masing-masing. Louis menyenderkan badan dan kepalanya ke punggung sofa, ia menerawang ke seluruh langit-langit. Harry terus memainkan rambut ikalnya seperti orang frustasi. Pikiran masing-masing namun memiliki inti yang sama.
Louis mengeluarkan nafas berat, ia memulai percakapan.
Louis: sekarang.. bagaimana dengan One Direction ?
Harry dan Zayn hanya menggeleng lemas. Tidak tahu. Entahlah.
Liam: One Direction akan tetap ada, dan selalu ada. Namun ia-one direction-membutuhkan waktu untuk menerima semuanya.
Liam menjawab masih dengan posisinya. TIdak bergerak sedikit pun. Terus memperhatikan semua objek itu. Tak ada yang menghibur.
Zayn: Liam benar. One Direction akan hadir kembali.. pada saatnya.
Lalu Zayn teringat akan sesuatu. Sesuatu yang harus ia lakukan. Sebuah amanat yang harus ia sampaikan.
Zayn: guys, aku mau keluar sebentar.
Zayn menghilang di balik pintu, meninggalkan rekan-rekannya yang lain. Sesuatu di dalam kantong jaketnya memaksa agar dirinya untuk ber-inti pada tujuan yang sebenarnya. Sebuah benda, tipis.
...
Gadis yang selalu dibuat ceria oleh sahabat masa kecilnya itu kini hanya duduk diam di kursi meja belajarnya yang menghadap ke jendela yang cukup besar. Dari posisi duduknya ia dapat melihat langit di luar sana yang biru menyenangkan. Awan putih yang perlahan bergerak. Ya, hari yang cerah.
Hari memang boleh saja cerah secerah keceriaannya dulu. Namun hatinya kini sama sekali tidak ada kebahagiaan sedikit pun. Hatinya seperti beku akan kesenangan. Menolak akan kebahagiaan dan menerima hanya kesedihan.
Ia tidak memperhatikan apapun disekelilingnya. Ia hanya memeperhatikan langit itu. Bahkan ia tidak tahu sudah berapa lama diam seperti itu. Dan ia memang tidak peduli. Tak masalah seberapa lama ia duduk, toh duduk tidak membuat dirinya sakit, pikirnya.
Berlebihankah? Tidak. Semua ini wajar sewajar-wajarnya orang yang kehilangan seseorang yang sangat ia cintai.
Aku lebih baik tidak bertemu denganmu selamanya karena konser dan semua kesibukanmu, daripada harus kehilanganmu dari dunia ini, dari hidupku.
Daripada kau pergi untuk selamanya, aku lebih memilih tidak melihatmu sampai kapan pun asalkan kau masih dapat bernafas.
Tak peduli seberapa luas lautan, samudera, dan benua yang membatasi kita, daripada harus dunia lain yang membatasinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Gone ⇨ n.h
FanfictionPLEASE, FOLLOW THE AUTHOR FIRST TO APPRECIATE THE STORY, THANK YOU. "Aku akui dengan senang hati bahwa aku mencintai gadis teman masa kecilku." - Niall.
