Bab 35

8.4K 680 86
                                    

Aku masih mematung menggenggam hp, masih bingung dengan apa yang barusan ku dengar. Lelucon apa lagi ini?.

****
Esok paginya, aku bergegas bangun, hari ini aku berniat untuk menemui Harry dan meminta maaf secara langsung. Melupakan perempuan yang mengangkat telefon Harry semalam aku berdandan maksimal hari ini, memakai black midi dress dan higheels berwarna maroon.
Tepat pukul 10 aku sudah berada di Abraham Building menuju ruangan Harry, dengan langkah percaya diriku aku meyakinkan diriku semua akan berjalan baik-baik saja. Tepat di depan ruangan Harry aku melihat Adrie, Harry dan perempuan yang sedang menggandeng tangan Harry. Tidak ada satupun yang menyadari kehadiranku selama aku memperhatikan mereka, lalu kemudian Harry menoleh dan seolah tahu aku di sana memperhatikannya, matanya menatapku. Tapi hanya sebentar dan menoleh lagi. Gantian Adrie yang kali ini menyadari kehadiranku. Lalu dia menoleh ke Harry dan perempuan yang entah siapa namanya karena yang terlihat dari tempatku hanya punggung cantiknya dan rambut panjangnya yang di sampirkan ke bahunya. Adrie berjalan ke arahku, lalu pada saat itu perempuan yang sedang bersama Harry menoleh ke arahku. Belum sempat aku memperhatikan perempuan itu. Adrie sudah lebih dulu menarik tanganku menjauh.

"Ren, sorry lama, kita mau ngobrol masalah project kemarin kan? Ke ruanganku aja yuk" ajaknya yang membuatku bingung.

Belum sempat aku mencerna apa yag sebenarnya terjadi, tiba-tiba suara perempuan itu membuatku terkejut.
" Karen kan?"

Aku menoleh ke arahnya, bukan hanya aku kali ini, Harry dan Adrie juga melakukan hal yang sama.

" Ya?"

" Karen, do you remember me?" tanyanya yang membuatku tambah bingung, siapa perempuan ini sebenarnya.

" I'm sorry, aku paling buruk kalo di suruh inget nama seseorang, kita pernah ketemu sebelumnya?"

" God, Karen ini aku Hesty,remember? Rival.. Err maksud aku temen jaman Senior High School, inget kan?"

Saat itu juga aku langsung mengingatnya dengan baik, Hesty seorang anak tunggal dari keluarga yang sangat berada yang selalu mendapatkan apa yang dia inginkan, yang selalu menganggapku sebagai rivalnya, padahal aku sendiri nggak  ngerti mengapa dia menyebutku sabagai rival. Dia berjalan anggun ke arahku, dan aku melihat Harry yang bingung. Wajah Adrie yang cemas.

" Long time no see, Karen, kamu kerja di sini?"tanyanya begitu sampai di depanku.

Aku melihat Harry dan Adrie berdiri mematung tak bergerak sedikitpun. Ada apa sih ini?

" Nope Hes, cuma ada beberapa urusan kerjaan dengan Abraham Company, So, what are you doin' here? " tanyaku balik.

Dia tersenyum dengan cantik, " wah bakalan sering ketemu ya kita nanti, emm.. Aku nggak ngerti harus ngomong apa sama kamu, but wait.. " dia menoleh ke arah Harry yang sejak tadi berdiri mematung. " Yang, sini sih" panggil Hesty ke Harry yang sontak membuatku kaget. Aku menoleh ke arah Adrie, dia menggigit bibirnya dan menunjukkan rasa bersalah.

Harry berjalan maju ke arah kami bertiga, setibanya tepat di samping Hesty dan di depanku, Hesty langsung menggandeng lengannya lagi. " Yang pasti kamu udah kenal Karen kan? Dia temenku waktu di Senior High School, nggak nyangka kan kita ketemu di sini lagi and Karen kamu pasti udah kenal Harry juga kan, he's my fiance" katanya gamblang yang membuatku langsung shock menatap Harry tapi dia tidak menatapku dia melihat Hesty dengan penuh pesona, seriously Harr, Fiance? lelucon apa lagi ini? Aku mencoba mencari jawaban di wajah Adrie, yang saat ini sedang tersenyum ke arah Hesty.

" Kayaknya lebih enak ngobrol di ruanganku aja yuk, daripada berdiri di sini" ajak Adrie pada kami bertiga.

" Emm nggak usah Drie, its okay, kita berdua mau langsung ke Wedding Organizer, kamu tahu kan nikah di musim-musim mendekati akhir tahun ini harus cepet-cepet di booking, kalo nggak bisa mundur lagi kita" katanya sambil tersenyum.

Aku yang berdiri di situ, masih shock, entah apapun yang terjadi hari ini seperti mimpi.

"Ren, maaf banget ya nggak bisa lama-lama, aku excited banget waktu lihat kamu tadi, ketemu temen lama, besok kita harus hang out keluar bareng nih" katanya.

" Its okay Hes, tapi aku mau ngobrol sebentar sama your fiance boleh? Ada sedikit urusan pekerjaan yang harus aku omongin ke dia" entah dari mana keberanian itu muncul aku bisa mengatakan kebohongan ini dengan lancar, aku merasa jijik harus memint ijin pada perempuan cantik di depanku ini untuk ngomong sama Harry. Harry terlihat terkejut, saat aku berkata seperti ini.

" Oh okay, i'll wait in Adrie's room ya Yang"

Harry hanya mengangguk dan tersenyum ke arahnya. Lalu menatapku dengan tatapan yang dingin. " Ke ruanganku " jawabnya dengan singkat. Lalu dia berjalan berbalik ke ruangannya.

Aku mengikutinya dari belakang, setelah berada di ruangan kerjanya, hanya kami berdua. Aku melihat Harry yang sibuk di belakang mejanya. " Jadi, ada urusan kerjaan apa yang mau anda bicarakan dengan saya Nona Karen?" tanyanya formal.

Aku diam tak bergerak dari tempatku berdiri, " Harr, please you know ini bukan tentang pekerjaan, aku-"

" Sorry, nona Karen, kalau anda datang ke sini hanya untuk bercerita masalah pribadi anda, sepertinya nggak etis sekali ya, waktu saya nggak banyak buat hal omong kosong yang seperti anda katakan"

Aku kaget Harry berkata seperti ini, Formal dan seperti bukan Harry. " Harr, please just listen to me for five minute okah, just five minute"

Dia menatapku dengan pandangan yang menusuk, " Please Nona Karen, call me Mr. Harry, I'm your boss remember, di mana etika anda ketika memanggil atasan anda dengan hanya namanya, dan I'm sorry for your five minute, I can't because you know my fiance and I will go to the Wedding Organizer preparing our marriage" katanya sambil tersenyum.

Aku terdiam, ini sakit Harr, please tolong apapun akhiri lelucon yang sedang kamu buat sekarang. " Aku tahu kamu marah sama aku, aku minta maaf" kataku dengan suara bergetar menahan rasa sebak dan sakit.

Harry tidak bergeming sedikitpun, dia sibuk dengan handphone yang ada di tangannya.

" Harr..." panggilku pelan.

" Kalo kamu sudah selesai dengan urusanmu, silahkan bisa keluar dari ruangan saya, tunanganku sedang menunggu, thanks"

Aku menatapnya dengan sangat kecewa, dia tidak mendengarkanku sedikitpun. Rasanya ingin aku berlari ke arahnya, melakukan apapun itu untuk menyudahi apa yang terjadi hari ini. Tapi aku tahu aku tidak bisa, aku yang sudah memilih ini semua, aku yang sudah memilih untuk mengakhirinya duluan bahkan sebelum di mulai.

****
Menurut aku, menulis adegan patah hati nggak pernah nggak bikin aku jad ikut ngrasain patah hati juga. Poor Karen.. Pengen tahu lanjutannya? Please vote and comment sebanyak-banyknya ya, klo bisa comment bisa lebih dari 50 lebih ya karena aku masih liat banyak banget silent reader di sini, yang ga pernah vote ato comment.. Hihi.. Yes i know. Biar semangat authornya cuma minta itu aja kok.. Yang buanyaakkk ya.. Hee. Thankyouu

See you in next part..Xoxo :*

Forever You Mr. ArrogantWhere stories live. Discover now