"Oppa,"
"Hari ini aku bicara dengan Stephy, adik tirimu." Seona menggenggam tangan kanan Yifan yang masih terkulai diatas ranjang rumah sakitnya.
"Dia anak yang baik, meski aku tahu kau tak akan pernah sudi untuk menerimanya sebagai keluarga."
"Dan aku tahu, keegoisanmu itu pasti akan berhenti dan hilang dengan sendirinya jika kau sudah sadar bahwa banyak orang baik yang mengelilingimu, jika kau ingin memutar tubuhmu sekali saja."Seona menghela nafas. "Aku memang tak bisa mengaku bahwa aku tak kecewa atas tingkahmu yang melenyapkan anak kita maupun tingkahmu padaku, tapi aku juga tak bisa mengelak kenyataan bahwa aku mencintaimu."
"Kuharap kau bisa sadar akan hal itu, jika memang kau masih ditakdirkan untuk kembali ke dunia ini."
"Tak apa jika kau memang tak ingin anak diantara kita, tak apa jika kau tidak ingin tobat, tak apa jika kau tak ingin keluar dari dunia malam dan kebiasaan burukmu. Aku mencintaimu, dan hanya itu yang kutahu."
"Tak bisakah kau berbalik sebentar saja dan melihatku yang selalu mendukung apapun keputusanmu? Tak bisakah kau melihat ketulusanku setiap kali aku mengalah? Tak bisakah sekali saja, kau buka kunci hatimu yang tak kutahu apa kuncinya?" Setetes air mata jatuh tepat ditangan kanan Yifan.
"Aku hanya berharap yang terbaik untukmu, karena semua ini aku yakin terjadi karena suatu alasan."
"Cepatlah bangun oppa, dan sadarlah akan keberadaan diriku."
"Hahahahahahaha." Mata Seona yang sebelumnya sudah sayu ingin terlelap terbuka lebar. Siapa yang tertawa di keadaan seperti ini? Disini hanya ada mereka berdua, apa arwah dari suaminya menertawainya?
Seona melirik keatas dinding kamar, tapi tak menemukan sosok arwah suaminya dari atas sana. "Disini, nona bodoh."
"Oppa?!" Seona memekik dan berdiri dari duduknya.
Yifan terkekeh pelan. "Mengapa kau sangat sedih, hm?"
Seona menghambur ke pelukan Yifan. "Oppa bodoh, aku hampir jantungan setiap hari menunggumu."
"Kukira kau sudah akan meninggalkanku.""Hey, ngomong - ngomong, kau siapa? Kau sangat cantik."
Deg.
Yifan lupa ingatan rupanya.
"Oppa tak mengenalku?"
Yifan menggeleng. "Aku tak mengenalmu tapi yang kutahu hanyalah bahwa kau cantik." Entah apa yang harus dirasakan Seona sekarang. Apa dia harus merasa sedih karena Yifan lupa ingatan atau harus merasa senang karena sikap Yifan berubah tiga ratus enam puluh derajat?
"Siapa namamu nona?"
"A-aku.. Seona. Hwang Seona."
"Nama yang cantik, seperti orangnya." Sekali lagi air mata turun dari pelupuk mata Seona. Apa yang benar - benar harus dilakukannya sekarang?
"Heey, mengapa kau menangis huh? Itu akan merusak kadar kecantikanmu," Yifan tersenyum manis kepada Seona, senyum yang tak pernah ditampilkannya kepada siapapun di dunia ini.
"Kau tidak ingat apapun?"
"Astaga, apa aku pelupa begitu? Aku ingat aku adalah Wu Yifan, aku ingat ini adalah rumah sakit, aku ingat aku disini karena perkelahian dengan beberapa orang, satu - satunya yang tak kutahu adalah dirimu nona cantik. Ah maaf, maksudku, Seona. Ngomong - ngomong kau siapaku?"
Seona berusaha menghapus air matanya dan tersenyum. "Tak apa jika oppa tak ingat padaku. Semua akan baik - baik saja. Kupanggilkan dokter dulu, ya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Regret [COMPLETED✔️]
Fanfictionorang bilang cinta itu buta. tapi apakah benar - benar buta? rasanya tidak. setidaknya cinta dapat membedakan materi yang dimiliki pasangan. tetapi apakah stephy sudah dibutakan oleh cinta? oh sehun, CEO yang harus turun pangkat karena cintanya. d...