Here 14 : Seperti Dikorbankan

1.2K 132 27
                                    

"Aku akan tunggu sampai kau siap ya, permaisuriku?"

Sebuah kalimat yang terdiri dari 8 kata, mampu membuatmu terbengong dan menatap kosong layar televisi di hadapanmu.

Tak peduli dengan jam yang sudah menunjukan pukul 8 pagi, yang artinya Akashi akan segera datang menjemput. Kamu tetap saja menatap acara TV--yang bahkan bukan kesukaanmu--dengan tanpa gairah sedikitpun.

Ayahmu yang baru saja dari arah dapur, kemudian menangkap sosok putrinya yang termenung tanpa sebab. Bibirnya terangkat, membentuk sebuah senyuman yang terlihat indah di wajah setengah tuanya yang tetap tampan, kemudian kaki dilangkahkan perlahan sampai tubuh berhasil duduk di samping sang putri tercinta.

Tidak mendapat respon--bahkan sepertinya kamu tidak sadar akan kehadiran Ayahmu, membuat beliau mengelus pelan pipimu dari samping. Dan rupanya, apa yang dilakukan beliau berhasil mendapatkan perhatianmu.

"Ada apa dengan putri Tou-san hari ini?" tanyanya dengan nada yang begitu lembut.

Kamu yang sadar telah melamunkan kejadian semalam sampai-sampai kamu tidak sadar akan Ayahmu, langsung membuang wajah ke manapun, asal beliau tidak lihat betapa miripnya wajahmu dengan seekor kepiting yang baru matang.

Melihat tingkahmu yang menurut beliau lucu, tentu saja Ayahmu tertawa kecil. "Kenapa denganmu? Apa Seijuurou-kun memberimu hadiah semalam?"

Shit! Tanpa kamu sadari, Ayahmu mengetahuinya? Ditambah, dari mana beliau bisa tahu? Apa hanya tebakan?

Berusaha terlihat biasa, kamu mencoba menatap Ayahmu dan hendak menanyakan maksudnya. Tapi setelah melihat senyuman jahil dari wajah--setengah--tua beliau, kamu jadi ragu untuk menanyakannya.

Mengerti kalau kamu ingin tanya maksud dari ucapannya barusan, Ayahmu memberikan awalan penjelasannya dengan dehaman.

"Ehem! Tidak sengaja saja, semalam Tou-san melihatmu keluar rumah," katanya yang membuatmu hanya bisa meneguk ludah dengan sulitnya tak terbayang. Beliau kembali melanjutkan, "Dan maaf, Tou-san tidak tahan--saking penasarannya, jadi Tou-san melihat'nya'. Maaf, (first name)."

Waah, entah apa yang selanjutnya harus kamu lakukan di depan beliau. Sekarang saja, kamu hanya bisa terpaku sambil menganga seakan lupa caranya menutup mulutmu kembali.

Ayahmu kembali tertawa, namun kali ini lebih keras. "Hahaha! Ada apa dengan wajah itu, (first name)? Apa kau malu di depan seorang yang sudah pro seperti Tou-san?"

Kamu tersentak ketika mendengarnya. "T-tidak! B-bukan... bukan begitu ma-maksudku!?"

Sebelum makin gugup, Ayahmu menepuk-nepuk pelan pundakmu. Senyumnya yang semula jahil, kini berubah jadi senyuman lembut sebagaimana seorang Ayah.

"Perjuangkan. Tou-san yakin, kelak dialah jodohmu."

Lagi-lagi, kamu tak dapat berkata-kata. Apa yang barusan dikatakan beliau, adalah sesuatu yang tidak kamu inginkan terjadi, tapi juga sebuah kemungkinan yang bisa saja muncul di saat-saat seperti ini. Jadi, bagaimana? Apa kamu akan setuju?

Tujuan awalmu pindah ke Kyoto bukanlah ingin mencari cinta baru. Tapi, kamu ingin mengobati penyakit Ayahmu di sini, dan ingin selalu membuatnya bahagia.

Tunggu, membuat beliau bahagia? Ya, kamu jadi mempertimbangkan janjimu sendiri. Pada akhirnya, kamu memilih sebuah 'jalan' yang bisa saja membuatmu berdosa pada beliau. Tapi, kalau hanya sedikit, mungkin tidak masalah.

Kamu pun menunjukkan senyuman manismu--yang sulit ditentukan, tulus tidaknya. "Terima kasih, Tou-san."

Mungkin, kamu bisa sedikit berbohong pada Ayahmu. Setidaknya bisa membuatnya bahagia untuk sekarang ini, tidak jadi masalah besar nantinya, bukan? Kamu merasa bisa menjelaskan yang sebenarnya di kemudian hari.

I'm Here...Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang