**Here 24** : Mimpinya, Mimpiku Juga

1.2K 136 72
                                    

Cklek

Krieeet

Bunyi yang dihasilkan pintu kamarmu yang kamu buka, membuat tiga orang yang sejak tadi menunggumu di luar jadi terkejut sendiri dibuatnya. Padahal mereka juga yang menginginkan hal ini terjadi.

Mulanya, kamu menundukan kepalamu, seakan tidak membiarkan ketiganya melihat kondisimu saat ini. Namun akhirnya, kepalamu terangkat dan memperlihatkan mata sembab serta pipi memerahmu yang membuat wajahmu jadi tidak beraturan lagi. Sesekali masih terdengar isakan dari celah bibirmu.

Tanpa pikir panjang lagi, Akashi bersegera memelukmu, membiarkanmu untuk menyandarkan kepalanya sejenak pada pundak lebarnya. Dan, yah, untuk sekarang ini, kamu tidak ingin menolaknya.

"Kukira kau akan mengurung dirimu di sana terus, (first name)," bisik Akashi lembut tepat di dekat telingamu. Rasanya panas, jantungmu juga berdegup tak beraturan, tapi kamu tetap tenang tanpa salah tingkah sedikitpun.

"Ke dalam." Lirihan dari mulutmu membuat ketiganya memandang tak percaya, terutama Akashi. "Jika mau mengatakan yang lainnya lagi," katamu lagi sambil mundur sedikit begitu Akashi melonggarkan pelukannya, "Maka bicarakan ini di dalam. Kau dan aku saja."

Tak ada keraguan sedikitpun dari sorot matamu. Dan hal itu pulalah yang membuat Akashi jadi ikut untuk tidak ragu lagi. "Ah, kau benar."

Akashi terlihat memberi isyarat meminta izin dari Kuroko juga Momoi yang masih ada di belakangnya, kemudian menuruti apa katamu. Dia masuk dan kamu mengunci kembali pintu kamarmu.

"(First name) aku--"

"Kenapa kau tidak mau pergi?" Suaramu yang memotong ucapan Akashi, membuat pria merah itu jadi bingung sendiri. Terlihat sekali dari keringat yang mulai mengalir dari sudut pelipisnya. "Bukankah aku sudah pernah bilang, kalau aku akan menunggu undangan pernikahan kalian, begitu (best friend name)-chan keluar dari rumah sakit?" Mata (eye color)mu menatap mata heterochrome Akashi dengan binaran keputusasaan, tanda menyerah. "Kenapa... kau kembali lagi?"

Mulut Akashi terbuka sedikit, kemudian mulai keluar kata-kata dari sana, "A-aku..."

**...I'm Here...**

"Aku tidak habis pikir, akan apa yang diinginkan Akashi-kun sebenarnya." Kuroko memijit pelipisnya pelan, sambil menyandarkan dirinya di dinding sebelah pintu kamarmu. "Tadi di kafe dekat rumah sakit, dia bilang akan mengungkapkan perasaannya pada (first name)-san. Itu bagus. Tapi yang jadi pertanyaan, kenapa tidak sejak awal?"

Momoi yang ikut berdiri dan menyandarkan dirinya di samping sang kekasih, menimpali, "Mungkin, tadinya dia bingung akan jawabannya."

Dahi Kuroko mengerut. Perlu diakui, bahkan oleh dirinya sendiri, bahwa ini merupakan sebuah momen langka, saat keningnya berkerut. "Jawaban apa maksudmu, Momoi-san?"

"Jawaban akan siapa yang hatinya pilih sebenarnya."

Tatapan dari mata biru langit Kuroko sudah jelas meminta penjelasan lebih. Namun ketika suara dari dalam mulai sedikit berisik, di situlah keduanya--baik Kuroko maupun Momoi--jadi berfokus akan apa yang kamu dan Akashi lakukan di dalam kamarmu.

"Kenapa kau tidak mau pergi?" Itu yang terdengar, karena memang saat itulah suaramu sedikit meninggi. "Bukankah aku sudah pernah bilang, kalau aku akan menunggu undangan pernikahan kalian, begitu (best friend name)-chan keluar dari rumah sakit?" Dan yang selanjutnya, sedikit membuat keduanya merasa tidak enak sendiri. Hanya dari ekspresi sejoli ini, Author bisa simpulkan kalau mereka berpikir seperti; Tidak, dia terdengar seperti ingin sekali dapat undangan pernikahan. "Kenapa... kau kembali lagi?"

I'm Here...Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang