**Here 23** : Teman

1.2K 130 36
                                    

Rasanya seperti sudah tidak minum berhari-hari. Atas apa yang dilakukannya di lorong rumah sakit tadi, membuat tenggorokan Akashi menjadi kering bak gurun pasir. Hm, mungkin di atas gurun. Karena gurun masih ada oasenya. Baiklah, abaikan saja.

Begitu merasa cukup dengan air yang diterima tubuhnya, Akashi mengembalikan botol air mineral yang isinya tinggal setengah itu ke si pemilik. Dan si pemilik mendengus melihat sisa airnya untuk satu hari ini.

"Kuharap kau bersedia mengganti airku-nodayo," protesnya sambil terus memandangi sisa airnya. Tapi kemudian dia melanjutkan, "Tapi, jangan sampai kaupotong gajiku untuk membeli air mineral-nanodayo. Karena rasa hausmu ini adalah masalah pribadi."

Bukannya meminta maaf, Akashi justru terkekeh mendengar ungkapan temannya. Menurutnya itu lucu, mengingat Midorima adalah jenis orang yang sulit jujur dan selalu memikirkan harga dirinya.

"Baiklah, baik," ucap Akashi kemudian setelah dia menghentikan kekehannya.

Sekali lagi, Midorima mendengus. "Kalau kau sudah bisa tertawa, itu justru jadi menyebalkan-nodayo."

Akashi menatap teman seperjuangannya itu heran. Justru bukankah kedatangan Midorima ini untuk menghiburnya? Setidaknya bisa diartikan demikian. Tapi bocah hijau ini malah protes dan tidak suka kalau Akashi kembali tertawa. Benar-benar jenis tsundere yang merepotkan.

Ketika Midorima sadar kalau dirinya diperhatikan, saat itulah semburat merah muncul di pipinya, yang lagi-lagi berhasil ia tutupi dengan pose andalannya. Pura-pura mengatur kembali letak kacamatanya. "Kau sudah siap, untuk jujur pada (last name) mengenai perasaanmu?"

Dan tepat saat pertanyaan itu terlontar dari mulut temannya, yang bisa dilakukan Akashi hanya terdiam seribu bahasa, sambil otaknya kembali memutar kejadian beberapa saat lalu.

**...I'm Here...**

"Sang Pangeran sama sekali tidak mengindahkan perkataan seorang tua yang melarangnya menuju istana terkutuk di dalam hutan sana. Karena Pangeran yakin, Putri Tidur dalam legenda itu benar ada di sana.

"Dengan susah payah, Pangeran tampan itu memanjat dinding menara yang begitu banyak tanaman liar berduri. Namun demi terwujudnya impiannya, maka ia tidak menyerah. Berhenti sedetik pun tidak.

"Buah dari perjuangan tidaklah berakhir dengan rasa kecewa. Karena dengan perjuangan dan sifat pantang menyerahnya, Pangeran berhasil mencapai menara, dan masuk lewat salah satu jendela besar yang ditujunya.

"Begitu gelap di dalam sana. Udaranya lembab, dan sangat sunyi. Bahkan Pangeran sampai bisa mendengar suara napasnya sendiri. Tapi, berkat keras kepalanya lah dia bisa terus berjalan. "Aku yakin, Putri ada jauh di dalam sana," katanya menyemangati diri.

"Benar saja. Hanya beberapa meter ke depan tepat setelah Pangeran mengucapkan kalimat penyemangat diri, matanya menangkap sebuah pintu besar dari kayu yang sudah reyot. Tampak begitu mudah didobrak hanya dengan sekali tendangan. Brak! Dan lagi-lagi, benar saja.

"Di luar dugaan, di mana Sang Pangeran sempat berpikir akan sebuah ruangan bau, gelap, dan sembab, justru sebaliknya. Dari semua ruangan yang ada di menara itu, hanya ruangan yang pintunya barusan didobraknya lah yang masih tampak begitu terawat. Seakan ada orang yang tinggal di dalamnya.

""Ya, Tuhan. Legenda memang selalu benar," gumam Pangeran ketika kedua matanya menangkap sosok jelita, terbaring di atas ranjang yang terlihat begitu damai. Seakan-akan, sosok itu begitu menikmati tidurnya. Ah, itu Sang Putri.

I'm Here...Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang