Pertanda dari Laut

7.2K 136 24
                                    








"Bii, emang ga apa-apa kita di atap gini?" Manda buka pembicaraan beberapa saat setelah kapal jalan. Eh, berlayar kali ya? Lah tapi ini pake mesin kan? Ah, bodo amat lah. Kapalnya aja anteng kok, kenapa gue yang jadi ribet sendiri.

Gue angkat bahu, dan kepala gue langsung di tempeleng Manda. "Serius ah! Nanti kalo jatoh gimana?"

"Jatoh ya kebawah, Neng. Byur, gitu," bales gue. "Lagi juga pasti gue tolongin, masa segitu teganya diem aja."

"Bener Bi?"

"Iya."

Manda tatap mata gue, lama. "Berarti kalo aku butuh atau minta tolong, kamu pasti ada buat aku?"

"Tergantung apa dulu nih." Gue tatap balik matanya, dan sekilas, kita udah kayak sepasang abege yang lagi syuting film romantis di atas kapal. "Emang kenapa sih nanya gitu?"

Tiba-tiba, Manda ngacungin kelingkingnya. "Promise me?"

"Janji apaan?"

"Ya yang tadi, kamu pasti ada buat aku kalo aku butuh kamu. Promise me you do, will you?"

Manda masih setia nungguin kelingking gue sambut kelingkingnya. Dan dengan perasaan setengah-setengah, kelingking gue bertautan sama kelingking Manda. "I do," kata gue, males-malesan, "but... terms and condition apply, ya?"

"Yah, pake syarat. Huuu...." Dia mencibir geli gitu, yang bikin gue ga bisa nahan buat ketawa.

Kapal semakin jauh ninggalin pelabuhan. Muara Angke jadi keliatan makin kecil di belakang sana; air laut yang keruh dan hitam mulai berganti ke hijau kebiruan. Gue dan Manda sekarang sibuk ngeliat ke kiri dan kanan. Berusaha menikmati setiap pemandangan yang tersaji untuk disantap mata kami.

Sekarang, kapal mulai mendekat ke empat pulau yang letaknya berjajar; dengan dua pulau yang saling berdekatan di sisi kiri. Manda ga bisa berenti melotot mandangin pulau-pulau itu. Persis kayak bocah norak yang baru kali ini di ajak liat laut.

Pas kapal makin mendekat untuk lewatin jajaran pulau-pulau di sekitar kapal ini, gue bisa ngeliat dari atas sini, para penumpang di geladak jadi gaduh. Beberapa ada yang nanya nama pulau yang lagi kita lewatin, dan banyak juga yang berfoto ria dengan latar belakang pulaunya.

Gue merhatiin seorang cowok berambut cepak dan berkemeja seragam travel, yang lagi asik ngejelasin tentang pulau-pulau yang lagi dilewatin kapal. Iseng, gue nyimak penjelasannya.

"Di sisi kiri, itu namanya pulau Onrust. Pas jaman pendudukan colonial Belanda, Onrust jadi pos penghubung ke pelabuhan Sunda Kelapa. Nah, disampingnya itu pulau Cipir. Dulu pulau itu difungsikan sebagai penjara," jelas si cowok travel. "Seharusnya ada satu pulau lagi disamping Onrust dan Cipir, tapi tenggelam karena abrasi," lanjut dia.

Wuih, info gratisan nih. Asik, dengerin terus ah~

Terus si cowok tunjuk satu pulau yang ada di sisi kanan kapal. "Yang disana itu pulau wisata, namanya Pulau Bidadari. Sebelum pencemaran laut ga separah sekarang, pulau itu laris banget jadi destinasi liburan. Sayang... sekarang mulai sepi," lanjut dia lagi.

Gue duga, karena banyaknya atensi dari sekitar dia saat si cowok ini lagi ngejelasin, bikin dia kepedean terus berpresentasi lebih banyak. Dia lalu tunjuk ke satu pulau di timur, pulau yang bahkan dari jauh pun gue bisa liat ada benteng yang berdiri kokoh disana. "Itu namanya pulau Kelor, sementara para kompeni nyebutnya Kherkof. Agak di teken pas bilang 'h' sama 'o' nya ya. Di pulau itu berdiri satu benteng, yaitu benteng Martello. Nah, dulu benteng Martello ini berfungsi sebagai benteng pertahanan kalo ada yang mau nyerang Sunda Kelapa," jelas dia. "Jadi semacam pos pengamanan lah," dan kalimat tadi nutup penjelasan dadakan si cowok travel.

The MAD TripTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang