*Tok, tok, tok!*Gue kebangun oleh suara ketukan di pintu. Ngumpulin kesadaran sebentar (gue mikir, percuma dong bangun pagi kalo ujung-ujungnya ketiduran dua kali? Lah!) gue terus bangun lalu jalan ke pintu. Detik-detik muter tuas pintu ini kayaknya bakal jadi momentum paling kampret yang nentuin masa depan gue.
Pintu terbuka. Di depan gue sekarang, berdiri seorang cewek absurd yang lagi ngeliatin gue sambil bawa-bawa tas ransel gede. Alisnya terangkat pas ngeliat gue setelah sekian tahun ga ketemu. Mungkin dia lagi kecewa sama ekspektasinya sendiri, karena di bayangannya gue udah berubah jadi cowok ganteng, badan keker, macho; tapi malah nemuin cowok yang masih sama gembelnya kayak dulu. Tapi muka heran itu ga bertahan lama, langsung diganti senyum lembut khas dari dia.
"Ebiiii~!" Manda teriak terus ngelempar ranselnya ke lantai. Dia buka kedua tangannya lebar-lebar, lalu meluk gue. "Tuh kaaan, udah lama ga ketemu jadinya makin kangen, aaaakkk~"
"Yeah, it's been a while, ehehehe...." Sekarang, gue ada di posisi yang bikin dilema. Entah harus seneng karena dipeluk, atau seneng karena dadanya Manda mepet-mepet ke dada gue.
"Haaah... aku seneng deh. Kirain kamu sekarang udah jadi cowok metropolis," Manda makin erat meluk gue. "Eh, taunya...."
"Taunya apaan?"
"Masih gembel kayak dulu. Kamu banget emang," jawab dia. Jawaban yang ga ngenakin sama sekali.
Manda ngelepasin pelukannya, terus main nyelonong masuk rumah. Ninggalin tas dia gitu aja depan pintu. Kampret kan ini tamu, dikata rumah gue hotel kali terus gue bellboy-nya, segala kudu bawain barang-barangnya dia. "Beda ya Bi, sama rumah yang di Bandung," komentarnya sambil merhatiin interior. "Tapi yang ini minimalis, keren lah," tambahnya.
"Lagian rumah gede-gede buat apaan," respon gue. Hela napas panjang, gue ikutin Manda sambil bawain tas ranselnya. Di ruang tamu, dia langsung ngelempar hoodie-nya ke karpet. Slebor banget ini anak emang. Ada senyum kecil terbit di muka gue. Manda masih sama kayak dulu, masih suka seenaknya.
Gue merhatiin Manda lebih detil. Dia tambah tinggi, mungkin sekitar 160-an cm sekarang. Rambutnya juga makin panjang, berponi lurus dan di highlight warna-warni. Tapi jadi mirip pelangi kalo diliat-liat. Kepalanya ditutup topi snap back yang digeser ke samping. Rada mirip cabe, pfft. Manda yang gue liat masih sama kayak dulu, masih ramping. Gaya pakaiannya juga lebih rebel sekarang. Kaos kegedean dan distressed jeans, seriously? Kemana Manda yang feminin? Terus, sejak kapan dia pake sneakers?
Tapi kalo emang dasarnya cantik, dandan apa aja juga pantes sih. Bibir tipis, hidung mancung, pipinya punya lesung, dan ga mesti sulam alis biar alisnya jadi tebel. She's absolutely gorgeous, splendid beautiful. And she got style, indeed.
"Bi, aku teh jauh-jauh dari Bandung, ga disuguhin minum gitu?" sindir Manda, yang langsung bikin buyar lamunan gue.
"Eh-oh, itu... lupa, ehehe. Yaudah, tunggu bentar yaaa, gue bikin minum dulu." Nah loh, gue gelagapan kan jadinya.
Gue langsung ngacir ke dapur. Ngecek kulkas, memindai apa aja yang available buat dijadiin minuman. Pilihan gue jatuh ke botol sirup kokopandan, terus buka chiller buat ngambil es batu. Gue sibuk sendiri di dapur, sementara Manda duduk di sofa sambil nonton tivi.
"Bi, sepi banget. Ga ada orang?" tanya dia.
Gue yang ada di dapur, ngebales dengan ngomong agak kenceng. Biar kedengeran. "Pada pergi pulang ke kampungnya Bokap." Gue nengok bentar ke Manda. "Rencana sih pulang hari ini. Kenapa?"
Kampretnya, Manda langsung nunjukin muka shock gitu pas tau rumah gue kosong. "Berarti... aku sendirian disini? Tidaaak... nanti aku di apa-apain lagi sama kamu!"
![](https://img.wattpad.com/cover/78833951-288-k792179.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
The MAD Trip
Roman d'amour"Ketika satu liburan mengubah semuanya, dan membuatmu percaya bahwa tiap orang bisa mewujudkan mimpinya." Semesta selalu punya cara unik nan ajaib untuk mengubah hidup manusia. Dan untuk Ebi, perpanjangan tangan semesta itu hadir lewat sebuah libura...