Banyak mitos-mitos tentang cara manggil hantu, setan, iblis, dan arwah gentayangan yang beredar di sekitar kita. Terlalu banyak, sampe gue juga bingung nyortir mana yang udah kebukti bener atau cuma karangan aja. Ada yang dilakuin sendirian, rame-rame, ngelakuin di kuburan, rumah pas lagi sepi, dan bahkan di kamar mandi.
Buat tempat terakhir ini, gue punya pandangan khusus. Yeah, bathroom means a lot to them-and us. Kamar mandi adalah satu-satunya tempat yang disebut-sebut jadi tempat paling nyaman untuk dihuni bangsa hantu dan semacamnya. Kamar mandi juga jadi tempat paling nyaman untuk kami, para manusia, baik cowok maupun cewek. Bagi cewek, kamar mandi adalah tempat mereka bebas mengekspresikan diri, menghargai bentuk tubuh yang dianugerahkan kepada mereka, juga buat tempat nyanyi-nyanyi. Kamar mandi adalah tempat teraman buat jadi penyanyi solo dadakan, yang bisa bikin lo bangga sama suara lo sendiri.
Sementara buat cowok, kamar mandi jelas punya arti lebih dari sekedar bilik mandi. Di sana, kita tiba-tiba jadi punya korelasi yang erat sama sabun, entah bentuknya padat atau cair, suara gemericik air, dan gayung penuh berisi air buat bersih-bersih. If-you-know-what-I-mean, kamar mandi adalah tempat paling privat kedua dimana para lelaki bisa merasa intim dengan pikirannya sendiri.
Tapi disini gue ga mau bahas kamar mandi lebih dalem. Cukup ya, apa yang terjadi di kamar mandi biar deh jadi rahasia masing-masing orang, dan setan-setan penghuninya juga, tentunya. Sekarang ini, gue mau bahas salah satu mitos cara manggil hantu paling ampuh, tokcer, dan bergaransi. Simpel, dengan cara menceritakan 'mereka'. Banyak yang bilang, dengan kita bercerita serem, para hantu itu bakal merasa di undang, dan setelah cerita terakhir selesai di ceritain, pasti bakalan ada kejadian aneh yang nyeremin.
Katanya sih, itu juga. Nah, jadi sekarang gue...
"...Jadi gini, pernah denger cerita perempuan yang duduk di pinggir jalan?" tanya gue, dan nada suara gue buat sekelam mungkin.
Serentak, Aurel-Devi-Manda geleng-geleng kepala. Mereka kompak saling genggam tangan satu sama lain. Sementara gue, gosok-gosok telapak tangan gue sendiri sambil nerusin cerita.
Oh iya, sekarang kami lagi di ruang tamu homestay gue dan Manda. Iya, kami itu: gue, Aurel, Manda, Devi, dan Agus—yang ikut nimbrung. Semua duduk bersila di atas karpet; Devi dan Manda kompakan nyender di dinding; Aurel di samping kiri gue dan tepat ada di seberang posisi Devi dan Manda; sementara Agus ada di sebelah kann gue. Meski duduknya rada random, tapi sebenernya kami ini ngelilingin satu objek yang sama: lilin putih yang menyala di tengah. Sementara lampu ruang tamu, kamar, dapur, dan kamar mandi dimatiin. Pintu depan juga ditutup, meski lampu teras dibiarin nyala, tapi gordennya cuma dibuka sedikit aja. Praktis, satu-satunya cahaya cuma bersumber dari pijar api sumbu lilin, yang udah seperempat meleleh.
Semua ini dimulai pas abis acara makan malem. Yep, semua kenyang, semua senang. Apalagi Manda, yang tadinya ngambek karena ga dibeliin kepiting, eh pas gue kasih rajungan dia langsung jingkrak-jingkrak kegirangan. Abis makan, dilanjut sama ngobrol-ngobrol santai. Dan gue lupa siapa yang mulai, obrolan santai itu udah menjurus ke hal-hal yang...
...serem, dan mistis.
Akhirnya, kita sepakat buat saling cerita serem, cerita apapun yang kita tau--atau pernah di alamin. Dan buat nambah mencekam suasana, semua lampu dimatiin sementara Agus ke warung sebentar beli lilin, abis itu semua berkumpul di satu ruangan yang sama; cuma ngandelin pendar cahaya lilin sebagai penerangan.
Tepat jam sepuluh malem, cerita pertama dimulai. Dan itu giliran gue.
"Waktu gue kecil, gue tinggal di Gandul, Jaksel. Waktu itu, telepon rumah itu barang langka. Dan karena dulu gue belom punya telepon rumah, makanya tiap ada keperluan ngehubungin orang, gue atau Nyokap pasti harus ke telepon umum," kata gue, lanjutin cerita. Gue ngedeketin muka ke cahaya lilin, terus melotot sambil menyisir pandangan ke sekitar. "Nah, kebetulan ada satu telepon umum yang jaraknya deket dari rumah gue. Kira-kira, jalan dua puluh meteran sampe perempatan Gandul."
KAMU SEDANG MEMBACA
The MAD Trip
Romance"Ketika satu liburan mengubah semuanya, dan membuatmu percaya bahwa tiap orang bisa mewujudkan mimpinya." Semesta selalu punya cara unik nan ajaib untuk mengubah hidup manusia. Dan untuk Ebi, perpanjangan tangan semesta itu hadir lewat sebuah libura...