Awalnya Gian mengira kalau Irjo tidak akan mencari gara-gara lagi dengannya. Kemarin Irjo hanya sedang dendam karena kemarahannya tidak ditanggapi dengan baik olehnya. Gian tidak peduli. Dia tidak terlalu tertarik dengan dunia minat dan pemikiran Irjo. Gian lebih suka bermain dengan vespa dan kameranya. Sayangnya dugaan Gian meleset. Kali ini pemikirannya salah. Padahal Gian adalah ahli strategi yang andal. Dia mampu membaca situasi dan berbalik untuk menyerang musuhnya. Akan tetapi, saat ini dia salah.Irjo masih belum menyerah.
"Apa lagi?!" Gian menjerit frustasi ketika mendapati lelaki UKM Hiking itu duduk di atas vespanya. Kalau Irjo sampai membuat ulah lagi terhadap vespanya, Gian berjanji akan segera memutilasi tubuh lelaki itu.
"Aku hanya ingin duduk di sini..." Irjo tersenyum manis. Atau mungkin sok manis. Gian menggeram gemas.
"Pergi dari tempat itu! Sekarang!" Gian bukan orang yang sabar. Sejak tiga hari yang lalu pasca tragedi "penabrakan" di kos Gian waktu itu, Irjo jadi menempel dan berotasi di sekitarnya. Harusnya Irjo kan menaruh dendam pada Gian, bukan malah mendekat begini!
Irjo bercermin di spion vespa Gian, menata rambut cepaknya dengan raut percaya diri. Gian pernah mendengar gosip dari anggota UKM Fotografi yang dulu jadi adik kelas Irjo. Katanya Irjo itu playboy. Sering berganti pacar. Sungguh, Gian bukan tipe lelaki yang tertarik dengan gosip atau masa lalu seseorang. Irjo juga bukan apa-apanya. Gian lebih senang membully Adnan karena lelaki itu mudah baper.
Sejak tiga hari yang lalu Irjo sering berkunjung ke kosannya. Alasannya gila. Tidak masuk akal. Tiga hari yang lalu Gian keluar dari kosnya dan terkejut mendapati seorang lelaki duduk di depan gerbang kos. Gian terlalu cuek untuk menyapa dan bertanya, juga tidak mau salah kaprah. Dia mengabaikan lelaki itu.
Setelahnya Irjo malah membuntuti Gian. Mengikuti si lelaki Fotografi itu pergi membeli makan. Gian mulai yakin kalau Irjo memang sengaja menunggunya. Gian sudah mengusir lelaki itu, namun si lelaki hiking masih tidak ingin pergi dari sisinya.
Irjo selalu membuat gara-gara padanya. Lalu di hari kedua, Irjo sudah berani masuk ke wilayah kekuasaan Gian. Masuk ke kamar Gian. Lelaki Hiking sialan itu tidak mau pergi dan beralasan macam-macam pada Gian. Dia mengatakan kalau pintu kosnya sudah terkunci. Lalu dia beralasan kalau kamarnya bocor. Padahal semua orang tahu kalau ini bukan musim hujan.
Gian selalu mengusirnya, namun Irjo terlihat senang sekali ketika Gian bicara ketus padanya. Jadi, lelaki licik dari UKM Fotografi itu bersikap datar. Dia lelah dengan amarahnya yang ditanggapi santai itu.
Irjo sadar kalau Gian sedang mencoba mengabaikannya. Sayangnya lelaki dari UKM Hiking itu tidak akan pernah menyerah. Persaingan dan perebutan aula Fakultas bukan lagi jadi prioritas utamanya. Dia tidak peduli dengan persaingan itu. Irjo hanya tertarik pada satu hal: Gian.
"Kakak sekarang jadi sering main ke UKM Fotografi, ya?" Anggota UKM Hiking berkomentar. Irjo tersenyum, mengangguk. Kakinya kembali melangkah untuk menunggu Gian di atas vespa milik lelaki Fotografi itu. Biasanya Irjo akan berkunjung ke kos Gian dengan alasan dia ingin numpang mandi hingga numpang mencuci.
Baju Irjo sudah bercampur dengan baju Gian di kosan lelaki Fotografi itu. Hari ini Irjo harus mencari alasan agar Gian mau memberinya tumpangan di kosnya lagi. Apa, ya? Kosnya mati lampu? Kosnya sedang direnovasi?
Namun hari ini Irjo salah. Ketika kakinya sampai di depan UKM Fotografi, matanya tidak menangkap ada vespa milik Gian di sana.
"Gian kemana?" Irjo bertanya pada seorang lelaki yang melintas di depannya. Lelaki itu menatap wajah Irjo datar, lalu menoleh ke arah UKM-nya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ketika Nama Tuhan Kita Berbeda
General FictionIni kisahku dengan seorang lelaki. Lelaki yang bahkan membuatku tak mampu berpaling darinya. Kami berbeda dan sama dalam satu waktu. Aku teguh dengan tasbihku. Dia menyandang ajaran omkaranya. Aku bersujud di sajadahku lima waktu sehari, dia bersemb...