Seventh Stuff

167 9 0
                                    

Satya Amando : Tiara sekolah?

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Satya Amando : Tiara sekolah?

Satya mengirim pesan online chat pada Anggita.

Anggita baru membaca dan membalas tiga menit kemudian.

Anggita Nelabel : Enggak, sakit.

Satya me-lock screen lalu memasukkan ponselnya ke dalam kantung celana seragam abu-abu yang ia kenakan. Jaket cokelat kebanggaannya ia rapikan sesaat setelah menyandarkan motornya di depan rumah Tiara. Tas lusuhnya juga ia rapikan sedemikian rupa.

Tujuannya apa? Supaya ayah Tiara tidak marah-marah saat melihat Satya yang urakan.

"Pantes pagi tadi gue teleponin kagak diangkat," kata Satya pada dirinya sendiri. "Bisa sakit juga tu anak."

Satya berdiri di depan pagar rumah Tiara, melongok lewat pagar. Terlihat pintu rumah dibukakan, tapi bukan untuk keluar membukakan pintu pagar dan menerima Satya sebagai tamu, melainkan mempersilakan dokter keluarga berkepala botak yang baru saja memeriksa untuk pulang.

Sayup-sayup Satya mendengar suara cowok; "Terima kasih." Suaranya kebulean. Macam Cinta Laura kalau lagi ngomong bahasa Indonesia.

Satya mengernyitkan kening melihat dokter keluarga Wijaya berjalan menuju pagar bersama cowok putih yang nampaknya blasteran, agak familiar. Ada tamu lagi?

Cowok blasteran itu terheran-heran melihat Satya hanya berdiri di depan pagar. Sampai di pagar, cowok itu membukakan pagar, lalu menyalimi dokter tersebut.

Sepeninggalan dokter itu dengan taksi yang entah kapan datangnya, cowok blasteran itu bertanya, "excuse me, what do you need?"

Satya mendengus. "Sorry, I'm looking for Tiara."

Cowok blaster itu mengusap tengkuknya. "Oh, okay ... Wait." Lantas ia berlari masuk, tanpa repot-repot menyuruh Satya masuk.

Satya menunggu hampir lima menit di depan gerbang. Sampai akhirnya pak Wijaya keluar dari rumah, ditemani cowok blasteran yang tadi menyalimi dokter. Satya menegapkan badan. Sedikit bertanya dalam hati kenapa pak Wijaya tidak berangkat bekerja.

Rupa-rupanya seberapa besar usaha Satya untuk merapikan dandanannya, pak Wijaya tetap saja sama. Tetap sama pandangannya saat melihat kehadiran Satya. Tetap sama sikapnya saat tahu keberadaan Satya di lingkungan rumahnya. Satya menghela napas melihat pak Wijaya berjalan tergesa dengan tangan terkepal. Wajahnya terlihat berang, begitu juga gerakan tubuhnya.

Satya mundur selangkah saat pak Wijaya membuka pintu pagar. Bersamaan waktunya kaki Wijaya menginjak luar pagar, bogem mentahnya melayang ke pipi Satya. Satya jatuh tersungkur. Pipinya terasa kaku akibat pukulan tiba-tiba. Cowok blasteran tadi kaget, tapi tetap membantu Satya berdiri.

Late Night StuffsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang