Fifteenth Stuff

31 3 0
                                    

Untung Tiara tidak memakai kolor dan kaus rumahan yang biasanya ia pakai saat pergi ke rumah Anggita atau saat malam Minggu bersama Satya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Untung Tiara tidak memakai kolor dan kaus rumahan yang biasanya ia pakai saat pergi ke rumah Anggita atau saat malam Minggu bersama Satya.

Keluar dari kamar di depan televisi yang menyala, Tiara melihat Darren sudah rapi dengan kemeja flanel kotak-kotak dan celana selutut yang dilipat di bawahnya. Sepatunya putih di luar kaus kaki hitam semata kaki, dan rambutnya dipomade. Wajahnya tampak cakep, lebih cakep dari Satya malahan. Darren sedang bercakap-cakap dengan Wijaya.

"Kamu mau malmingan? Kebetulan Darren sudah siap," ujar papa tadi. "Bukannya istirahat habis nambah beli-beli perabot rumah, eh, malah ngajak kamu keluar!"

Darren tersenyum. Entah apa yang merasuki Tiara, kegantengan cowok itu bisa meningkat delapan puluh persen di matanya. Harusnya Tiara bosan melihat Darren terus, tapi anehnya Tiara makin menyadari kian hari gantengnya Darren kian bertambah. Mungkin ini efek tinggal satu rumah dengan Darren. Ya walaupun hanya sampai liburan musim panas Darren di London habis.

Tiara menelan ludah, dirinya langsung ingat kalau papanya tahu ini adalah malam rutin Tiara dengan Satya. Tiara yakin, papanya sudah merencanakan hal ini sehingga Tiara tidak pergi bersama Satya, melainkan bersama Darren. Saat itu juga Tiara dipaksa habis-habisan tanpa sempat menyela ataupun menolak. Jadilah Tiara batal ke rumah Anggita.

Sekarang, Tiara melirik Darren yang menyetir di samping kanannya. Bibirnya berkomat-kamit menyanyikan lagu dari radio mobil, dan jujur saja hal itu mengganggu telinganya. Bukan karena suaranya fals—suara Darren bisa dibilang bagus dan rapi nada meskipun lebih bagus suara Satya, menurutnya—tapi karena saat ini Tiara sedang dalam keadaan yang tidak begitu baik.

"Where would we go, Tiara?" tanya Darren setelah lagu yang ia dendangkan habis, berganti suara penyiar radio yang riang.

"It's up to you. Where do you want?" Tiara balas bertanya.

"Movie theater?" usul Darren. "Oh, you wanna meet your friend, don't you? Your father said that. How if we meet him?"

Tiara tersenyum kikuk. Bingung harus menjawab apa. Pikirannya sudah melayang-layang menghayalkan bagaimana ekspresi yang ditampilkan Satya jika bertemu cowok satu ini. Kemudian kepalanya menggeleng, menolak usulan Darren. Darren kembali tersenyum dan kembali membuat Tiara klepek-klepek untuk sesaat.

"It's alright." Darren menginjak rem di traffic light. "So, as usual, movie theater?"

Tiara tersenyum, ia mengangguk. Darren ikut tersenyum, ia mencari flashdisk lalu menancapkannya. Senyum Tiara langsung lebar mendengar playlist lagu yang Tiara buat. Darren menyanyi, Tiara tertawa lalu ikut menyanyi sambil berjoged kecil.

Di lagu kedua yang terputar, senyum Tiara pudar. Daylight mengalun.

Mungkin banyak orang mengartikan lagu ini sebagai lagu yang menggambarkan sci-fi, tentang vampir atau sebagainya. Namun, lagu ini punya arti sendiri bagi Satya dan Tiara. No fear in the darkness. Tiara menoleh ke luar jendela. Langit gelap dengan bulan sabit tanpa bintang.

Late Night StuffsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang