Saat sepeda motor Satya berhenti di depan kediaman Wijaya yang baru, lampu mendadak padam. Sepertinya tidak masalah karena ini sudah larut malam dimana orang mengistirahatkan diri. Lalu sorot cahaya muncul dari kamar Tiara.
Jadi, kakinya melangkah, melompati pagar tanpa suara, lalu menghampiri jendela kamar Tiara. Tangannya menarik lebar jendela yang terbuka, menimbulkan deritan engsel. Sebuah sorot muncul, menampakkan Tiara dengan piama longgar.
"Satya, lo ngapain?" Tiara menghampiri Satya di jendela sambil membawa lilin menyala di atas piring gelas.
Baru wajah Tiara tampak jelas, Satya segera memalingkan wajahnya karena tiba-tiba ia salah tingkah.
"Papa lagi di rumah, nanti ketahuan!"
"Udah tidur, kan?"
Tiara mengangguk samar.
"Kita udah lama nggak ketemu, Ra."
"Tadi kan kita ketemu di sekolah."
"Cuma beberapa menit waktu istirahat. Kemarin juga, pulang sekolah, malam Minggu, hari Minggu, lo raib abis dibawa sama Darren. Gue nggak kebagian waktu lagi. Bagi gue, itu rasanya lama banget, Ra."
Tiara mengernyit. "Lo aneh."
"Emang."
Satya menatap Tiara sebentar, sebelum akhirnya meminta masuk. Tiara mengiakan. Saat Satya masuk, Tiara meletakkan lilin di atas nakas lalu duduk di sisi tempat tidur. Menatap Satya dengan larat hati.
Satya berdiri di depan Tiara, melirik sebentar lilin. "Gue percaya, cahaya sekecil apapun di dalam gelap akan nampak."
"Artinya lo harus percaya selalu ada harapan di dalam kesukaran."
Satya segera menunduk melihat Tiara. Ia berdecak. Tiara manis sekali. Malahan, sepertinya manis saja tidak cukup, Tiara juga sangat cantik di matanya. Ah, ini Satya tidak salah kan sudah jatuh cinta dengan siapa? Satya memasukkan kedua tangannya ke saku celana, berpikir sebentar apa yang akan ia lakukan.
"Malam Minggu kemarin ngapain sama Darren?"
Tiara tersentak, ia lantas menyentuh bibirnya. Pertama kalinya bagi Tiara. Ia ingat bagaimana rasanya melihat Darren sebagai Satya malam itu. Buruk sekali rasanya. Sebisa mungkin ia melihat dan menganggap itu Darren, tapi nyatanya malam itu ia menganggap Darren adalah ulangan Satya yang menjatuhkan kesempatan di taman baca.
"Sebenernya, Ra, gue pengen banget nyulik lo malam Minggu kemarin." Satya tersenyum getir. "Gue cemburu, Ra. Gue cemburu waktu Darren nganter dan jemput lo di sekolah, gue cemburu lo makan sama dia, bukan sama gue di kedai pojok, gue cemburu lo teleponan sama dia di kantin, gue cemburu waktu lo bilang udah janjian duluan sama Darren. Seolah-olah gue selalu telat untuk ngajak lo duluan. Gue cemburu."
Tiara menelan ludah. "Lo kenapa?"
Satya bersimpuh di depan Tiara, memegang kedua tangan yang ia rindu rasanya bersentuhan. Tiara menunduk dalam-dalam.
KAMU SEDANG MEMBACA
Late Night Stuffs
Teen FictionBiar aku ceritakan. Tentang tengah malam yang terlalu bengis untuk membuat pudar, namun menghentikan keluhan dunia tentang siang dimana semua masalah seakan menjajah hari. Juga kisah tentang bintang terpecah yang terlalu redup bagi bulan, dan mataha...